Peluang Pemkot Surabaya-PT Telkom Dijerat Perbuatan Pidana Sangat Terbuka - Dokumen BKAP Ungkap Dugaan Manipulasi Proyek Internet RT/RW
LENSAINDONESIA.COM: Dugaan ada manipulasi dan konspirasi antar dua lembaga Pemkot Surabaya dan PT Telkom Indonesia Tbk, untuk program internet RT/RW untuk 31 Kecamatan di Kota Surabaya, makin menguat.
Mulai Selasa (06/03) hari ini, LICOM menurunkan laporan investigasinya soal dugaan pelanggaran kontrak Pemkot Surabaya dan PT Telkom Indonesia.
Tanpa diketahui banyak pihak, PT Telkom sebenarnya sudah menerima 3 kali surat teguran dari Pemkot Surabaya karena gagal memenuhi kontrak memasang sebanyak 10.888 node (titik sambungan) internet dan hanya sanggup menyelesaikan sekitar 58 persen atau sebanyak 6.009 pemasangan internet di RT/RW saja.
Anehnya, dengan berbagai dalih, pemkot tidak memberikan sanksi kepada PT Telkom. Padahal, uang APBD Rp 6,9 miliar milik masyarakat Surabaya yang digunakan, namun tidak ada pertanggungjawaban yang jelas hingga hari ini.
Pihak Pemkot melalui Imam Agus Sonhaji, mantan Kabag Bina Program, selaku leading sector untuk program internet RT/RW, mengklaim tidak ada kesalahan dalam kerjasama tersebut.
Padahal PT Telkom tidak menyelesaikan seluruh kewajiban sesuai perjanjian. Alasan Agus Sonhaji dan PT Telkom, kontrak itu hanya berdasarkan unit price saja.
Namun dokumen "Bukti Kelengkapan Administrasi PEMBAYARAN/BKAP (untuk PPKm dan Bendahara – rapat pra rekon 14 oct 2011)" yang diperoleh LICOM membantah penjelasan dan klaim Agus Sonhaji dan pihak PT Telkom Indonesia.
Salah satu contoh, Perjanjian kontrak antara PT Telkom dan Kecamatan Wonokromo (mewakili 31 kecamatan yang ada), di Surat Perjanjian Perubahan-1 (Addendum-1) Nomor: 470.2, tanggal 19 Agustus 2001 tentang Pekerjaan Tambah-Kurang Nomor: 050/470.0/436.11.10/2011 terhadap Kecamatan Wonokromo, Nomor: 050/470/436.11.10/2011, yang ditandatangani Pihak Pertama; KPA selaku Pejabat Pembuat Komitmen (Rimyati, penata Muda Tingkat I – 19580520 198903 2 001) dengan Pihak Kedua; Mulyanta, General Manager Unit Business Service Regional II.
Tengara adanya manipulasi tertera dan dimulai pada Pasal 9 PENANGGUHAN PEMBAYARAN, berbunyi: Dihapus diganti sebagai berikut; Ketentuan pasal 9 dihapus. .
Juga di Pasal 12 CIDERA JANJI; dihapus dan diganti sebagai berikut. Pada poin e, dinyatakan Telah menerima 3 (kali) surat teguran atau peringatan dari PIHAK PERTAMA.
Selanjutnya di Pasal 15 SANKSI DAN DENDA; dihapus dan diganti sebagai berikut: Ketentuan pasal 15 dihapus.
Yang menarik, apa dasar dan landasan hukum yang digunakan oleh Pemkot Surabaya untuk menghapus Sanksi dan Denda kepada PT Telkom? Padahal, Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 54 Tahun 2010 Tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah, di lampiran 5 disebutkan, syarat sahnya kontrak harus memuat sanksi dan denda.
Faktanya, pemkot diduga sengaja menghapus Pasal 15 SANKSI DAN DENDA pasca PT Telkom wanprestasi (tak memenuhi target) pelaksanaan pemasangan modem internet tersebut.
Pada kontrak pertama tanggal 19 Juli 2011 sampai 19 Agustus 2011, Telkom hanya bisa menyelesaian sekitar 13 persen dari total jumlah yang ada.
Klaim soal tidak adanya pelanggaran karena perjanjian kerja berdasar unit price juga terbantahkan oleh dokumen milik PT Telkom sendiri.
Dokumen "Bukti Kelengkapan Administrasi PEMBAYARAN (untuk PPKm dan Bendahara – rapat pra rekon 14 oct 2011)" yang diperoleh LICOM, menjelaskan di bagian Keterangan, ada penjelasan soal Termin I, II, III, IV, V , tertulis harga sambungan internet per hari: Rp 3.315.00 dan harga sambungan internet per bulan: Rp. 109.935.00.
Praktisi hukum Muara Hariansja SH, mengatakan, melihat fakta-fakta tersebut, penegak hukum seharusnya bisa masuk dan melakukan penyelidikan. Alasannya, surat perjanjian itu secara hukum tidak lengkap.
Muara mengatakan, kalau Pemkot Surabaya dan PT Telkom bersikukuh tindakan mereka benar, bisa diuji di Mahkamah Konstitusi (MK).
"Yang jelas ini masuk pidana karena landasan hukumnya cacat. Perjanjian bisa dibatalkan, tapi tidak bisa menghilangkan perbuatan pidananya, sebab sudah terjadi dan barang buktinya ada," jelas Muara, Selasa (06/03).
Prinsipnya tegas Muara, sebuah tindakan yang sengaja dilakukan dengan menggunakan landasan hukum yang tidak benar, itu masuk kategori ranah pidana.
"Polisi, kejaksaan, termasuk KPK perlu mengusut proyek ini. Landasan hukumnya apa. Sudah enggak benar tapi tetap dilaksanakan. Pasti ada sesuatu ini," pungkas Muara. @dhimas/LI12
LENSAINDONESIA.COM: Dugaan ada manipulasi dan konspirasi antar dua lembaga Pemkot Surabaya dan PT Telkom Indonesia Tbk, untuk program internet RT/RW untuk 31 Kecamatan di Kota Surabaya, makin menguat.
Mulai Selasa (06/03) hari ini, LICOM menurunkan laporan investigasinya soal dugaan pelanggaran kontrak Pemkot Surabaya dan PT Telkom Indonesia.
Tanpa diketahui banyak pihak, PT Telkom sebenarnya sudah menerima 3 kali surat teguran dari Pemkot Surabaya karena gagal memenuhi kontrak memasang sebanyak 10.888 node (titik sambungan) internet dan hanya sanggup menyelesaikan sekitar 58 persen atau sebanyak 6.009 pemasangan internet di RT/RW saja.
Anehnya, dengan berbagai dalih, pemkot tidak memberikan sanksi kepada PT Telkom. Padahal, uang APBD Rp 6,9 miliar milik masyarakat Surabaya yang digunakan, namun tidak ada pertanggungjawaban yang jelas hingga hari ini.
Pihak Pemkot melalui Imam Agus Sonhaji, mantan Kabag Bina Program, selaku leading sector untuk program internet RT/RW, mengklaim tidak ada kesalahan dalam kerjasama tersebut.
Padahal PT Telkom tidak menyelesaikan seluruh kewajiban sesuai perjanjian. Alasan Agus Sonhaji dan PT Telkom, kontrak itu hanya berdasarkan unit price saja.
Namun dokumen "Bukti Kelengkapan Administrasi PEMBAYARAN/BKAP (untuk PPKm dan Bendahara – rapat pra rekon 14 oct 2011)" yang diperoleh LICOM membantah penjelasan dan klaim Agus Sonhaji dan pihak PT Telkom Indonesia.
Salah satu contoh, Perjanjian kontrak antara PT Telkom dan Kecamatan Wonokromo (mewakili 31 kecamatan yang ada), di Surat Perjanjian Perubahan-1 (Addendum-1) Nomor: 470.2, tanggal 19 Agustus 2001 tentang Pekerjaan Tambah-Kurang Nomor: 050/470.0/436.11.10/2011 terhadap Kecamatan Wonokromo, Nomor: 050/470/436.11.10/2011, yang ditandatangani Pihak Pertama; KPA selaku Pejabat Pembuat Komitmen (Rimyati, penata Muda Tingkat I – 19580520 198903 2 001) dengan Pihak Kedua; Mulyanta, General Manager Unit Business Service Regional II.
Tengara adanya manipulasi tertera dan dimulai pada Pasal 9 PENANGGUHAN PEMBAYARAN, berbunyi: Dihapus diganti sebagai berikut; Ketentuan pasal 9 dihapus. .
Juga di Pasal 12 CIDERA JANJI; dihapus dan diganti sebagai berikut. Pada poin e, dinyatakan Telah menerima 3 (kali) surat teguran atau peringatan dari PIHAK PERTAMA.
Selanjutnya di Pasal 15 SANKSI DAN DENDA; dihapus dan diganti sebagai berikut: Ketentuan pasal 15 dihapus.
Yang menarik, apa dasar dan landasan hukum yang digunakan oleh Pemkot Surabaya untuk menghapus Sanksi dan Denda kepada PT Telkom? Padahal, Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 54 Tahun 2010 Tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah, di lampiran 5 disebutkan, syarat sahnya kontrak harus memuat sanksi dan denda.
Faktanya, pemkot diduga sengaja menghapus Pasal 15 SANKSI DAN DENDA pasca PT Telkom wanprestasi (tak memenuhi target) pelaksanaan pemasangan modem internet tersebut.
Pada kontrak pertama tanggal 19 Juli 2011 sampai 19 Agustus 2011, Telkom hanya bisa menyelesaian sekitar 13 persen dari total jumlah yang ada.
Klaim soal tidak adanya pelanggaran karena perjanjian kerja berdasar unit price juga terbantahkan oleh dokumen milik PT Telkom sendiri.
Dokumen "Bukti Kelengkapan Administrasi PEMBAYARAN (untuk PPKm dan Bendahara – rapat pra rekon 14 oct 2011)" yang diperoleh LICOM, menjelaskan di bagian Keterangan, ada penjelasan soal Termin I, II, III, IV, V , tertulis harga sambungan internet per hari: Rp 3.315.00 dan harga sambungan internet per bulan: Rp. 109.935.00.
Praktisi hukum Muara Hariansja SH, mengatakan, melihat fakta-fakta tersebut, penegak hukum seharusnya bisa masuk dan melakukan penyelidikan. Alasannya, surat perjanjian itu secara hukum tidak lengkap.
Muara mengatakan, kalau Pemkot Surabaya dan PT Telkom bersikukuh tindakan mereka benar, bisa diuji di Mahkamah Konstitusi (MK).
"Yang jelas ini masuk pidana karena landasan hukumnya cacat. Perjanjian bisa dibatalkan, tapi tidak bisa menghilangkan perbuatan pidananya, sebab sudah terjadi dan barang buktinya ada," jelas Muara, Selasa (06/03).
Prinsipnya tegas Muara, sebuah tindakan yang sengaja dilakukan dengan menggunakan landasan hukum yang tidak benar, itu masuk kategori ranah pidana.
"Polisi, kejaksaan, termasuk KPK perlu mengusut proyek ini. Landasan hukumnya apa. Sudah enggak benar tapi tetap dilaksanakan. Pasti ada sesuatu ini," pungkas Muara. @dhimas/LI12
http://m.lensaindonesia.com/2012/03/06/dokumen-bkap-ungkap-dugaan-manipulasi-proyek-internet-rtrw.html
Proyek Internet RT/RW Pemkot Surabaya senilai Rp 6,9 miliar, Dibidik Polrestabes Surabaya?
LENSAINDONESIA.COM: Dugaan adanya 'konspirasi' dalam proyek pengadaan internet RT/RW di Kota Surabaya tahun Anggaran 2011, kabarnya mulai dilidik Polrestabes Surabaya.
Informasi yang diperoleh LIcom, anggaran Rp 6,9 miliar untuk pemasangan modem internet di 31 kecamatan se-Surabaya itu dalam 'status lidik' di kepolisian.
Dugaan konspirasi yang mulai mendapat perhatian polisi itu karena ada temuan fakta jika lelang pengadaan internet sebesar Rp 6,9 miliar yang dimenangkan oleh PT Telkom ini seolah-olah dikesankan sebagai proyek kecil.
Hal itu terlihat dari dipecahnya 31 kode rekening dari 62 kontrak di 31 kecamatan, yang terdiri dari RT dan RW, dan penandatanganannya diwakili oleh para Kasie Pemerintahan Kecamatan dan General Manager PT Unit II Business Service Regional II, Mulyanta.
Jajaran Tindak Pidana Tertentu (Tipiter) Polrestabes Surabaya menolak memberikan penjelasan soal dugaan akan segera dilidiknya proyek yang diduga bagian dari promosi murni PT Telkom tersebut.
Sementara, pakar hukum bisnis sekaligus Dekan Fakultas Hukum Universitas Airlangga, Prof Dr HM Zaidun menyatakan sebaiknya ada kontrak ulang antara PT Telkom Indonesia dengan Pemkot Surabaya, jika memang dalam realisasi kontrak sebelumnya ada masalah.
"Hal itu sudah lebih dari MoU, apa yang terjadi antara Pemkot dan PT Telkom sebelumnya itu sudah masuk ke dalam kontrak. Artinya, ada para pihak yang ikut dalam kontrak tersebut," ujarnya kepada LIcom, Senin (05/03).
Disinggung soal ketidakberesan dalam kontrak sebelumnya, Zaidun menandaskan perlunya ada kejelasan isi kontrak tersebut dan masyarakat perlu tahu.
Jika perwujudan dari kontrak itu tak sesuai dengan apa yang dijanjikan, maka perlu ditelusuri kenapa hal itu terjadi.
"Para pihak dalam kontrak itu harus saling terbuka, apalagi jika dalam realisasi kontrak itu ternyata menyangkut kepentingan publik. Tidak boleh dibuat berlarut-larut dan jangan dibiarkan berlama-lama, perlu ditelusuri," tegas tokoh Pusura Surabaya ini.
Pemkot sendiri, sambung Zaidun, harus benar-benar memperhatikan masalah kontrak ulang.
"Prinsipnya harus transparan kepada publik, jangan ada yang ditutup-tutupi. Jika perlu, hal-hal yang diatur dalam kontrak ulang itu harus jelas dan terang, masyarakat juga perlu tahu," tegas Zaidun. LI08/LI12
Pemkot Sebut Sudah Bayar Rp 2,7 Miliar, Telkom Bilang Dibayar Rp 2,4 Miliar. Mana yang Benar? - Diduga Program Internet RT/RW Ditunggangi 'Invisible Project'
LENSAINDONESIA.COM: Boleh saja Pemerintah Kota Surabaya dan PT Telkom bersikukuh tidak ada penyimpangan dan kerugian negara dalam proyek pengadaaan internet RT/RW di 31 Kecamatan di Kota Surabaya Tahun Anggaran 2011.
Namun,kuat dugaan ada 'invisible project' dalam pengerjaan proyek yang hingga kini tak jelas penyelesaiannya itu.
Informasi yang diperoleh LIcom di kalangan DPRD Surabaya, proyek itu tak lebih adalah promo murni milik PT Telkom. Namun, ada kesan Pemkot Surabaya ikut membiayai dan memfasilitasi proyek tersebut.
Berdasarkan penelusuran, diduga kuat ada potensi kerugian negara sebesar hampir Rp 3 miliar dari APBD.
Proyek yang diklaim sebagai bagian dari program kerja Pemkot Surabaya itu menggunakan pascakualifkasi. Tentu saja, dalam pascakualifikasi, proses penilaian kualifikasi terhadap peserta lelang dilakukan setelah ada penawaran masuk.
Namun dalam kenyataannya, dari 4 perusahaan peserta lelang, PT Telkom dinyatakan sebagai perusahaan yang mengerjakan proyek itu.
Pada saat yang sama, diduga PT Telkom juga mengelontorkan dana CSR (Corporate Social Responbility) untuk program yang sama, namun tidak pernah diterpublikasikan.
Metode pengajuan penawaran menggunakan satu sampul, dengan alasan spesifikasi teknis dan volume pengadaan barang sudah tertera jelas dalam dokumen pengadaan.
Dengan model satu sampul itulah , PT Telkom diwajibkan untuk memasang koneksi internet RT/RW sebanyak 10.688 node (titik sambungan), yang dimulai 19 Juli 2011 hingga Agustus 2011, serta ditambah perpanjangan kontrak sampai dengan 31 Desember 2011.
Faktanya, PT Telkom hanya mampu membangun 6.009 titik sambungan, tersisa 4.679 titik sambungan yang hingga kini harusnya menjadi kewajiban PT Telkom untuk menyelesaikannya.
Menariknya, Agus Imam Sonhaji, mantan Kepala Bina Program Pemerintah Kota Surabaya menyebut pihaknya sudah membayar Rp 2,7 miliar, namun PT Telkom mengatakan pihaknya dibayar Rp 2,4 miliar. Bedanya cukup besar Rp 300 juta.
Anggota DPRD Kota Surabaya, Erick Reginal Tahalele, mengatakan,dari proses-proses yang sudah dilakukan, pihaknya mencurigai ada kompromi antara Pemkot Surabaya dan PT Telkom.
Alasan utama Erick, PT Telkom tentu tidak akan begitu saja mau rugi, apalagi sebagai perusahaan besar, PT Telkom jelas berorientasi profit.
"Ini saya su'udzon ya. Mungkin saja ada deal-deal dibalik kepentingan proyek itu. Sebenarnya apa sih yang disembunyikan? Nggak mungkin PT Telkom mau dibayar hanya segitu kalau nggak ada deal-deal khusus," terang Erick, Jumat (02/03). @ dhimas
http://www.lensaindonesia.com/2012/03/05/proyek-internet-rtrw-dibidik-polrestabes-surabaya.html
Dewan: Program Internet RT/RW itu Promo Telkom, Tapi Dibayari Pemkot Surabaya - PT Telkom Hanya Dibayar Rp 2,7 Miliar, Sisanya Masuk Kas?
LENSAINDONESIA.COM : Dugaan adanya kerugian negara dalam pengadaan jaringan internet oleh Pemkot Surabaya di 31 kecamatan untuk RT/RW se-Surabaya, makin menunjukkan titik terang.
Gagalnya PT Telkom menyelesaikan 10.688 titik (node) modem internet dan hanya mampu memasang 6.088 titik, merupakan kegagalan kedua pihak. Masalah terbesarnya, bagaimana pemkot mempertanggung jawabkan 'uang negara' yang diambil dari APBD Kota Surabaya sebesar Rp 6,9 miliar.
Agus Imam Sonhaji, Kepala Bina Program Pemerintah Kota Surabaya, ngotot kalau pihaknya sudah benar. Ia menyebut sisa dana sudah ada di kas daerah. Alasannya, kata Agus, karena tidak ada CSR (Corporate Social Responbility) hanya lelang saja dan yang menjalankan adalah PPK (Pejabat Pembuat Komitmen).
"Telkom sudah menjalankan sesuai kontrak. Tapi karena baru 6.088 titik, maka hanya dibayarkan Rp 2,7 miliar saja dari anggaran Rp 6,9 miliar itu. Dan masih ada di kas daerah kok," klaim Agus, Rabu (29/02).
Yang menarik anggota Komisi A DPRD Surabaya menolak pernyataan Agus Sonhaji. Ia menyebut Pemkot harus bisa membedakan mana program CSR dan program pemerintah kota. Menurutnya, dalam kasus internet RT/RW, bau CSR Telkom lebih kental, karena masuk dalam promo murni milik PT Telkom.
"Tapi anehnya ini seperti difasilitasi dan dibayar oleh Pemkot Surabaya. Ada apa ini," ujar Erick.
Mengenai klaim Agus yang menyebut sisa dananya masih di kas daerah, Erick menyebut akan dilakukan koreksi jika itu benar. Menurutnya, pihak dewan akan menelusuri lagi di RAPBD 2012.
Seperti diberitakan sebelumnya, bebasnya PT Telkom dari sanksi akibat gagal memenuhi target pemasangan internet RT/RW di 31 kecamatan, diduga karena ada klausul soal sanksi kepada PT Telkom dihilangkan.
Tidak tercantumnya klausul tersebut, dipastikan PT Telkom tidak bisa dituntut bertanggung jawab soal kegagalan proyek yang didanai APBD sebesar Rp 6,9 miliar.
Agus Sonhaji, Kepala Bina Program Pemerintah Kota Surabaya secara tersirat mengakui kalau ada klausul sanksi dihapus dari kontrak kerja tersebut. Namun Agus menegaskan, Telkom sudah melakukan kerjanya dalam melakukan pengadaan tersebut.
Alasan Agus, berdasar kontrak dengan Telkom itu berdasarkan unit price.
Yang paling disorot adalah kontrak kerja Pemkot Surabaya dengan PT Telkom, yang dinilai cacat hukum dan tidak layak memenuhi syarat sahnya kontrak seperti yang diatur dalam Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 54 Tahun 2010 Tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah.
Faktanya, klausul yang mengatur tentang sanksi dan denda kepada pihak kedua (PT Telkom) dalam adendum kontrak kerjasama ke II secara sengaja dihapus (ditiadakan) pasca wanprestasi (tak memenuhi target) pelaksanaan pemasangan modem internet tersebut.
Secara tegas diatur, di Kepres 54/2010 lampiran 5 disebutkan, syarat sahnya kontrak harus memuat sanksi dan denda. Pada kontrak pertama tanggal 19 Juli 2011 sampai 19 Agustus 2011, Telkom hanya bisa menyelesaian sekitar 13 persen dari total jumlah yang ada. @ dhimas
Dewan: Program Internet RT/RW itu Promo Telkom, Tapi Dibayari Pemkot Surabaya - PT Telkom Hanya Dibayar Rp 2,7 Miliar, Sisanya Masuk Kas?
LENSAINDONESIA.COM : Dugaan adanya kerugian negara dalam pengadaan jaringan internet oleh Pemkot Surabaya di 31 kecamatan untuk RT/RW se-Surabaya, makin menunjukkan titik terang.
Gagalnya PT Telkom menyelesaikan 10.688 titik (node) modem internet dan hanya mampu memasang 6.088 titik, merupakan kegagalan kedua pihak. Masalah terbesarnya, bagaimana pemkot mempertanggung jawabkan 'uang negara' yang diambil dari APBD Kota Surabaya sebesar Rp 6,9 miliar.
Agus Imam Sonhaji, Kepala Bina Program Pemerintah Kota Surabaya, ngotot kalau pihaknya sudah benar. Ia menyebut sisa dana sudah ada di kas daerah. Alasannya, kata Agus, karena tidak ada CSR (Corporate Social Responbility) hanya lelang saja dan yang menjalankan adalah PPK (Pejabat Pembuat Komitmen).
"Telkom sudah menjalankan sesuai kontrak. Tapi karena baru 6.088 titik, maka hanya dibayarkan Rp 2,7 miliar saja dari anggaran Rp 6,9 miliar itu. Dan masih ada di kas daerah kok," klaim Agus, Rabu (29/02).
Yang menarik anggota Komisi A DPRD Surabaya menolak pernyataan Agus Sonhaji. Ia menyebut Pemkot harus bisa membedakan mana program CSR dan program pemerintah kota. Menurutnya, dalam kasus internet RT/RW, bau CSR Telkom lebih kental, karena masuk dalam promo murni milik PT Telkom.
"Tapi anehnya ini seperti difasilitasi dan dibayar oleh Pemkot Surabaya. Ada apa ini," ujar Erick.
Mengenai klaim Agus yang menyebut sisa dananya masih di kas daerah, Erick menyebut akan dilakukan koreksi jika itu benar. Menurutnya, pihak dewan akan menelusuri lagi di RAPBD 2012.
Seperti diberitakan sebelumnya, bebasnya PT Telkom dari sanksi akibat gagal memenuhi target pemasangan internet RT/RW di 31 kecamatan, diduga karena ada klausul soal sanksi kepada PT Telkom dihilangkan.
Tidak tercantumnya klausul tersebut, dipastikan PT Telkom tidak bisa dituntut bertanggung jawab soal kegagalan proyek yang didanai APBD sebesar Rp 6,9 miliar.
Agus Sonhaji, Kepala Bina Program Pemerintah Kota Surabaya secara tersirat mengakui kalau ada klausul sanksi dihapus dari kontrak kerja tersebut. Namun Agus menegaskan, Telkom sudah melakukan kerjanya dalam melakukan pengadaan tersebut.
Alasan Agus, berdasar kontrak dengan Telkom itu berdasarkan unit price.
Yang paling disorot adalah kontrak kerja Pemkot Surabaya dengan PT Telkom, yang dinilai cacat hukum dan tidak layak memenuhi syarat sahnya kontrak seperti yang diatur dalam Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 54 Tahun 2010 Tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah.
Faktanya, klausul yang mengatur tentang sanksi dan denda kepada pihak kedua (PT Telkom) dalam adendum kontrak kerjasama ke II secara sengaja dihapus (ditiadakan) pasca wanprestasi (tak memenuhi target) pelaksanaan pemasangan modem internet tersebut.
Secara tegas diatur, di Kepres 54/2010 lampiran 5 disebutkan, syarat sahnya kontrak harus memuat sanksi dan denda. Pada kontrak pertama tanggal 19 Juli 2011 sampai 19 Agustus 2011, Telkom hanya bisa menyelesaian sekitar 13 persen dari total jumlah yang ada. @ dhimas
http://www.lensaindonesia.com/2012/02/29/pt-telkom-hanya-dibayar-rp-27-miliar-sisanya-masuk-kas.html
Sisa Belanja Internet RT/RW Rp 6,9 Miliar Tidak Jelas Keberadaannya - Aneh! Negara Rugi, Pemkot Bebaskan PT Telkom dari Sanksi
LENSAINDNONESIA.COM : Bebasnya PT Telkom dari sanksi akibat gagal memenuhi target pemasangan internet RT/RW di 33 kecamatan, diduga karena ada klausul soal sanksi kepada PT Telkom dihilangkan.
Tidak tercantumnya klausul tersebut, dipastikan PT Telkom tidak bisa dituntut bertanggung jawab soal kegagalan proyek yang didanai APBD sebesar Rp 6,9 miliar.
Agus Sonhaji, Kepala Bina Program Pemerintah Kota Surabaya menjelaskan alasan mengapa klausul sanksi dihapus dari kontrak kerja tersebut. Agus menegaskan, Telkom sudah melakukan kerjanya dalam melakukan pengadaan tersebut.
Ditanya apakah benar alasannya ada dan dihapus? Agus menegaskan meskipun akhirnya Telkom tidak kena sanksi, tapi dalam Perpres No 54 Tahun 2010 tentang Pengadaan Barang dan Jasa, menurut Agus, meski gagal dan tidak memenuhi target Telkom tidak mendapatkan sanksi.
"Karena berdasar kontrak, kami dengan Telkom itu berdasarkan unit price. Dan saya rasa tidak ada yang dihapus karena sesuai Perpres itu Telkom sudah mengerjakan semuanya," tukas Agus, ditemui LIcom di ruang kerjanya, Selasa(28/2) siang.
Agus mengakui memang dalam program pengadaan internet RT/RW tahun 2010 itu belum optimal 100 persen. Karena itu tahun 2012 ini dimungkinkan ada lagi dengan teknis yang berbeda.
Soal apakah pemkot dirugikan, Agus secara tegas mengatakan tidak ada yang dirugikan. Padahal anggaran Rp 6,9 miliar sudah turun semua. Namun hingga kini belum ada proses pengembalian ke kas daerah.
Seperti diketahui, proyek pengadaan koneksi internet bagi ketua RT/RW se-Surabaya tahun 2010 menyisakan persoalan.
Yang paling disorot adalah kontrak kerja Pemkot Surabaya dengan PT Telkom, yang dinilai cacat hukum dan tidak layak memenuhi syarat sahnya kontrak seperti yang diatur dalam Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 54 Tahun 2010 Tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah.
Faktanya, klausul yang mengatur tentang sanksi dan denda kepada pihak kedua (PT Telkom) dalam adendum kontrak kerjasama ke II secara sengaja dihapus (ditiadakan) pasca wanprestasi (tak memenuhi target) pelaksanaan pemasangan modem internet tersebut.
Secara tegas diatur, di Kepres 54/2010 lampiran 5 disebutkan, syarat sahnya kontrak harus memuat sanksi dan denda. Pada kontrak pertama tanggal 19 Juli 2011 sampai 19 Agustus 2011, Telkom hanya bisa menyelesaian sekitar 13 persen dari total jumlah yang ada.
Karena tidak memenuhi target, akhirnya terjadi adendum perpanjangan kontrak kerja lagi hingga 19 September 2011. Nyatanya, Telkom berkewajiban memasang sebanyak 10.888 node (titik sambungan) internet.
Namun realisasinya, Telkom hanya bisa menyelesaikan sekitar 58 persen atau sebanyak 6.009 pemasangan internet RT/RW saja. Dengan fakta ini saja, PT Telkom sudah bisa dikenai sanksi. (klik Kontrak Kerja Proyek Koneksi Internet RT/RW Batal Demi Hukum) @ dhimas
Sisa Belanja Internet RT/RW Rp 6,9 Miliar Tidak Jelas Keberadaannya - Aneh! Negara Rugi, Pemkot Bebaskan PT Telkom dari Sanksi
LENSAINDNONESIA.COM : Bebasnya PT Telkom dari sanksi akibat gagal memenuhi target pemasangan internet RT/RW di 33 kecamatan, diduga karena ada klausul soal sanksi kepada PT Telkom dihilangkan.
Tidak tercantumnya klausul tersebut, dipastikan PT Telkom tidak bisa dituntut bertanggung jawab soal kegagalan proyek yang didanai APBD sebesar Rp 6,9 miliar.
Agus Sonhaji, Kepala Bina Program Pemerintah Kota Surabaya menjelaskan alasan mengapa klausul sanksi dihapus dari kontrak kerja tersebut. Agus menegaskan, Telkom sudah melakukan kerjanya dalam melakukan pengadaan tersebut.
Ditanya apakah benar alasannya ada dan dihapus? Agus menegaskan meskipun akhirnya Telkom tidak kena sanksi, tapi dalam Perpres No 54 Tahun 2010 tentang Pengadaan Barang dan Jasa, menurut Agus, meski gagal dan tidak memenuhi target Telkom tidak mendapatkan sanksi.
"Karena berdasar kontrak, kami dengan Telkom itu berdasarkan unit price. Dan saya rasa tidak ada yang dihapus karena sesuai Perpres itu Telkom sudah mengerjakan semuanya," tukas Agus, ditemui LIcom di ruang kerjanya, Selasa(28/2) siang.
Agus mengakui memang dalam program pengadaan internet RT/RW tahun 2010 itu belum optimal 100 persen. Karena itu tahun 2012 ini dimungkinkan ada lagi dengan teknis yang berbeda.
Soal apakah pemkot dirugikan, Agus secara tegas mengatakan tidak ada yang dirugikan. Padahal anggaran Rp 6,9 miliar sudah turun semua. Namun hingga kini belum ada proses pengembalian ke kas daerah.
Seperti diketahui, proyek pengadaan koneksi internet bagi ketua RT/RW se-Surabaya tahun 2010 menyisakan persoalan.
Yang paling disorot adalah kontrak kerja Pemkot Surabaya dengan PT Telkom, yang dinilai cacat hukum dan tidak layak memenuhi syarat sahnya kontrak seperti yang diatur dalam Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 54 Tahun 2010 Tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah.
Faktanya, klausul yang mengatur tentang sanksi dan denda kepada pihak kedua (PT Telkom) dalam adendum kontrak kerjasama ke II secara sengaja dihapus (ditiadakan) pasca wanprestasi (tak memenuhi target) pelaksanaan pemasangan modem internet tersebut.
Secara tegas diatur, di Kepres 54/2010 lampiran 5 disebutkan, syarat sahnya kontrak harus memuat sanksi dan denda. Pada kontrak pertama tanggal 19 Juli 2011 sampai 19 Agustus 2011, Telkom hanya bisa menyelesaian sekitar 13 persen dari total jumlah yang ada.
Karena tidak memenuhi target, akhirnya terjadi adendum perpanjangan kontrak kerja lagi hingga 19 September 2011. Nyatanya, Telkom berkewajiban memasang sebanyak 10.888 node (titik sambungan) internet.
Namun realisasinya, Telkom hanya bisa menyelesaikan sekitar 58 persen atau sebanyak 6.009 pemasangan internet RT/RW saja. Dengan fakta ini saja, PT Telkom sudah bisa dikenai sanksi. (klik Kontrak Kerja Proyek Koneksi Internet RT/RW Batal Demi Hukum) @ dhimas
http://www.lensaindonesia.com/2012/02/28/aneh-negara-rugi-pemkot-bebaskan-pt-telkom-dari-sanksi.html
Pemkot Sebut Sudah Bayar Rp 2,7 Miliar, Telkom Bilang Dibayar Rp 2,4 Miliar. Mana yang Benar? Diduga Program Internet RT/RW Ditunggangi 'Invisible Project'
LENSAINDONESIA.COM: Boleh saja Pemerintah Kota Surabaya dan PT Telkom bersikukuh tidak ada penyimpangan dan kerugian negara dalam proyek pengadaaan internet RT/RW di 31 Kecamatan di Kota Surabaya Tahun Anggaran 2011.
Namun,kuat dugaan ada 'invisible project' dalam pengerjaan proyek yang hingga kini tak jelas penyelesaiannya itu.
Informasi yang diperoleh LIcom di kalangan DPRD Surabaya, proyek itu tak lebih adalah promo murni milik PT Telkom. Namun, ada kesan Pemkot Surabaya ikut membiayai dan memfasilitasi proyek tersebut.
Berdasarkan penelusuran, diduga kuat ada potensi kerugian negara sebesar hampir Rp 3 miliar dari APBD.
Proyek yang diklaim sebagai bagian dari program kerja Pemkot Surabaya itu menggunakan pascakualifkasi. Tentu saja, dalam pascakualifikasi, proses penilaian kualifikasi terhadap peserta lelang dilakukan setelah ada penawaran masuk.
Namun dalam kenyataannya, dari 4 perusahaan peserta lelang, PT Telkom dinyatakan sebagai perusahaan yang mengerjakan proyek itu.
Pada saat yang sama, diduga PT Telkom juga mengelontorkan dana CSR (Corporate Social Responbility) untuk program yang sama, namun tidak pernah diterpublikasikan.
Metode pengajuan penawaran menggunakan satu sampul, dengan alasan spesifikasi teknis dan volume pengadaan barang sudah tertera jelas dalam dokumen pengadaan.
Dengan model satu sampul itulah , PT Telkom diwajibkan untuk memasang koneksi internet RT/RW sebanyak 10.688 node (titik sambungan), yang dimulai 19 Juli 2011 hingga Agustus 2011, serta ditambah perpanjangan kontrak sampai dengan 31 Desember 2011.
Faktanya, PT Telkom hanya mampu membangun 6.009 titik sambungan, tersisa 4.679 titik sambungan yang hingga kini harusnya menjadi kewajiban PT Telkom untuk menyelesaikannya.
Menariknya, Agus Imam Sonhaji, mantan Kepala Bina Program Pemerintah Kota Surabaya menyebut pihaknya sudah membayar Rp 2,7 miliar, namun PT Telkom mengatakan pihaknya dibayar Rp 2,4 miliar. Bedanya cukup besar Rp 300 juta.
Anggota DPRD Kota Surabaya, Erick Reginal Tahalele, mengatakan,dari proses-proses yang sudah dilakukan, pihaknya mencurigai ada kompromi antara Pemkot Surabaya dan PT Telkom.
Alasan utama Erick, PT Telkom tentu tidak akan begitu saja mau rugi, apalagi sebagai perusahaan besar, PT Telkom jelas berorientasi profit.
"Ini saya su'udzon ya. Mungkin saja ada deal-deal dibalik kepentingan proyek itu. Sebenarnya apa sih yang disembunyikan? Nggak mungkin PT Telkom mau dibayar hanya segitu kalau nggak ada deal-deal khusus," terang Erick, Jumat (02/03). @ dhimas
Editor: Rizal Hasan
http://www.lensaindonesia.com/2012/03/02/diduga-program-internet-rtrw-ditunggangi-invisible-project.html
LENSAINDONESIA.COM: Boleh saja Pemerintah Kota Surabaya dan PT Telkom bersikukuh tidak ada penyimpangan dan kerugian negara dalam proyek pengadaaan internet RT/RW di 31 Kecamatan di Kota Surabaya Tahun Anggaran 2011.
Namun,kuat dugaan ada 'invisible project' dalam pengerjaan proyek yang hingga kini tak jelas penyelesaiannya itu.
Informasi yang diperoleh LIcom di kalangan DPRD Surabaya, proyek itu tak lebih adalah promo murni milik PT Telkom. Namun, ada kesan Pemkot Surabaya ikut membiayai dan memfasilitasi proyek tersebut.
Berdasarkan penelusuran, diduga kuat ada potensi kerugian negara sebesar hampir Rp 3 miliar dari APBD.
Proyek yang diklaim sebagai bagian dari program kerja Pemkot Surabaya itu menggunakan pascakualifkasi. Tentu saja, dalam pascakualifikasi, proses penilaian kualifikasi terhadap peserta lelang dilakukan setelah ada penawaran masuk.
Namun dalam kenyataannya, dari 4 perusahaan peserta lelang, PT Telkom dinyatakan sebagai perusahaan yang mengerjakan proyek itu.
Pada saat yang sama, diduga PT Telkom juga mengelontorkan dana CSR (Corporate Social Responbility) untuk program yang sama, namun tidak pernah diterpublikasikan.
Metode pengajuan penawaran menggunakan satu sampul, dengan alasan spesifikasi teknis dan volume pengadaan barang sudah tertera jelas dalam dokumen pengadaan.
Dengan model satu sampul itulah , PT Telkom diwajibkan untuk memasang koneksi internet RT/RW sebanyak 10.688 node (titik sambungan), yang dimulai 19 Juli 2011 hingga Agustus 2011, serta ditambah perpanjangan kontrak sampai dengan 31 Desember 2011.
Faktanya, PT Telkom hanya mampu membangun 6.009 titik sambungan, tersisa 4.679 titik sambungan yang hingga kini harusnya menjadi kewajiban PT Telkom untuk menyelesaikannya.
Menariknya, Agus Imam Sonhaji, mantan Kepala Bina Program Pemerintah Kota Surabaya menyebut pihaknya sudah membayar Rp 2,7 miliar, namun PT Telkom mengatakan pihaknya dibayar Rp 2,4 miliar. Bedanya cukup besar Rp 300 juta.
Anggota DPRD Kota Surabaya, Erick Reginal Tahalele, mengatakan,dari proses-proses yang sudah dilakukan, pihaknya mencurigai ada kompromi antara Pemkot Surabaya dan PT Telkom.
Alasan utama Erick, PT Telkom tentu tidak akan begitu saja mau rugi, apalagi sebagai perusahaan besar, PT Telkom jelas berorientasi profit.
"Ini saya su'udzon ya. Mungkin saja ada deal-deal dibalik kepentingan proyek itu. Sebenarnya apa sih yang disembunyikan? Nggak mungkin PT Telkom mau dibayar hanya segitu kalau nggak ada deal-deal khusus," terang Erick, Jumat (02/03). @ dhimas
Editor: Rizal Hasan
http://www.lensaindonesia.com/2012/03/02/diduga-program-internet-rtrw-ditunggangi-invisible-project.html
__._,_.___
.
__,_._,___
Tidak ada komentar:
Posting Komentar