Sabtu, 17 Oktober 2020

[Media_Nusantara] Faida Diduga Selewengkan Bantuan Covid-19 Untuk Kampanye Pemilihan Bupati Jember

 

Faida Diduga Selewengkan Bantuan Covid-19 Untuk Kampanye Pemilihan Bupati Jember

Persiapan Pilkada Jember 2020, Bupati Faida Tunggu Rekom Partai | Bangsa  Online - Cepat, Lugas dan Akurat

Calon Bupati petahana, Faida diduga melakukan penyelewengan bantuan penanganan COVID-19 berupa beras untuk kepentingan pencalonannya pada Pilkada Kabupaten Jember 2020.

Indikasi ini diketahui setelah foto diduga kegiatan distribusi bantuan penanganan COVID-19 yang disinyalir digunakan untuk kepentingan Pilkada di Pendapa Wahya Wibawa Graha Jember, tersebar di media sosial.

Foto tersebut diketahui diambil pada tanggal 26 September 2020. Di dalam foto itu menununjukkan sebuah mobil bak terbuka berwarna hitam masuk ke dalam Pendapa Wahya Wibawa Graha saat malam hari. Tepatnya melalui pintu samping menuju sebuah garasi di dalam tempat tinggal Bupati Faida.

Terpisah, tim auditor Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) diketahui sedang melakukan audit, dan mengalami kendala soal penyelidikan bantuan penanganan COVID-19.

Hal itu terungkap saat pertemuan antara tim auditor dengan Pelaksana Tugas (Plt) Bupati Jember, KH Abdul Muqit Arief, sore kemarin.

Menurut Muqit kondisi pintu gudang masih terkunci hingga sekarang. Didalamnya terdapat berbagai macam barang sumbangan dari lembaga non pemerintah.

Gudang tersebut berada di rumah 'Pendopo Wahya Wibawa Graha' rumah dinas yang pernah dipakai Bupati Jember Faida selama menjabat sebelum nonaktif untuk mengikuti Pilkada 2020.

Namun Muqit tidak mengungkap pasti di mana lokasi garasi yang dimaksud.

"Yang menjadi telaah dari teman-teman BPK adalah bantuan pihak ketiga. Sudah sampai dimana penyalurannya," ujar Muqit.

Terkait kegiatan yang dilakukan BPK, Muqiet menghimbau pejabat di lingkungan Pemkab Jember tidak mempersulit pelaksanaan audit.

Kondisi gudang yang terkunci, diakui dirinya, tidak tahu siapa yang memegang kuncinya.

"Saya sudah minta ke Kepala Bagian Umum, kemarin masih ada masalah kunci masih dipegang staf di pendopo," ucapnya.

Sementara, Cabup Jember, Faida saat dikonfirmasi melalui pesan WhatsApp atau telepon selulernya pada Jumat (16/10/2020) sekira pukul 14.23 WIB, belum ada jawaban.

Upaya konfirmasi terus dilakukan hingga berita ini diterbitkan.



__._,_.___

Posted by: Indra Prihantaka <indrapuyi@yahoo.com>
Reply via web post Reply to sender Reply to group Start a New Topic Messages in this topic (1)

.

__,_._,___

Minggu, 11 Oktober 2020

[Media_Nusantara] Mystery of capital

 

Mystery of capital

By. Erizeli Jely Bandaro

Dahulu kala harta adalah sebidang tanah dan kumpulan ternak. Dari harta itu orang hidup dan menghidupi dirinya untuk berkembang dari generasi kegenerasi. Namun belakangan karena manusia semakin bertambah dan kebutuhan semakin meningkat maka kompetisi terbentuk. Harta tidak lagi diartikan ujud phisiknya. Tapi harta telah berubah menjadi selembar document sebagai bukti legitimasi dari penguasa. Selembar dokumen itu berkembang menjadi derivative asset bila di lampirkan dengan seperangkat izin ini dan itu. Kemudian di gabungkan dengan yang namanya project feasibility maka jadilah sebuah akses meraih uang. Bukan dijual tanpi digadaikan. Uang itu berputar untuk kegiatan ekonomi dan menghasilkan laba untuk kemudian digunakan membeli harta lagi. Ini disebut dengan nilai reproduksi capital atau project derivative value

Bila laba semakin banyak, tentu harta semakin meningkat. Kumpulan dokumen harta ini dan itu, menjadi saham ( stock ) dalam lembaran dokumen bernama perseroan. Akses terbuka lebar untuk meningkatkan nilai harta itu. Penguasa semakin memberikan akses kepada harta itu untuk berkembang tak ternilai melalui pasar modal , bila harta itu memperoleh akses legitimasi dari agent pemerintah seperti underwriting, notaris, akuntan, lembaga pemeringkat efek. Dari legitimasi ini maka harta menjadi lembaran kertas yang bertebaran dilantai bursa dan menjadi alat spekulasi. Hartapun semakin tidak jelas nilainya. Kadang naik, kadang jatuh. Tapi tanah dan bangunan tetap tidak pindah dari tempatnya.

Akses harta untuk terus berkembang tidak hanya di lantai bursa. Tapi juga di pasar obligasi, Dokument Saham dijual sebagian dan sebagian lagi digadaikan dalam bentuk REPO maupun obligasi. Akses permodalan conventional lewat bank terus digali agar harta terus berlipat lewat penguasaan kegiatan ekonomi dari hulu sampai kehilir. Dari pengertian ini, maka capital seperti yang disampaikan oleh Hernado de soto dalam bukunya The Mystery of Capital mendapatkan pembenaran. Kapital dapat mereproduksi dirinya sendiri. Bahwa harta bukanlah ujudnya tapi apa yang tertulis. Dan lebih dalam lagi adalah harta merupakan gabungan phisiknya dan manfaat nilai tambahnya. Nilai tambah itu hanya mungkin dapat dicapai apabila dalam bentuk dokumen.

Ketidak adilan dibidang ekonomi selama ini, lebih disebabkan oleh akses legitimasi atau perizinan itu. Hingga soal legitimasi ini membuat kegiatan ekonomi terbelah menjadi dua. Yaitu sector formal dan informal. Pemerintah dan politisi  dengan entengnya menggunakan istilah formal dan non formal. Anehnya, ini untuk membedakan rakyat miskin dan rakyat kaya. Atau orang pintar dengan orang bodoh. Perbedaan kelas ! padahal negara ini sudah merdeka. Idealnya semua orang harus sama dihadapan negara dan berhak mendapatkan status formal. Kenapa kepada orang tertentu saja disebut formal sementara kepada yang lain disebut informal ?

Inilah akar masalah kenapa terjadi perbedaan antara negara kaya dan miskin. Di China, capital dapat mereproduki dirinya karena kemudahan akses birokrasi. Negara kita , birokrasi menciptakan kelas secara otomatis. Karena budaya korup, maka orang miskin yang tak bisa menyuap akan kehilang akses legitimasi. Sementara yang bisa menyuap akan mendapatkan akses tak terbatas di bidang perekonomian. Itulah sebabnya dalam bukunya The Other Path, de Soto menyimpulkan bahwa miskin dalam keadaan 'terkunci' sehingga tetap berada di luar hukum. Segala jenis aset ekonomi mereka dalam berbagai bentuknya tidak dapat diubah menjadi kapital yang diperlukan untuk kegiatan ekonomi. Sangat menyedihkan sebagai bentuk penjajahan cara baru yang systematis. Dan anehnya ketika UU Cipta kerja disahkan. Justru rakyat miskin yang protes. Aneh aneh.



Dikirim dari Yahoo Mail untuk iPhone

__._,_.___

Posted by: Al Faqir Ilmi <alfaqirilmi@yahoo.com>
Reply via web post Reply to sender Reply to group Start a New Topic Messages in this topic (1)

.

__,_._,___

Kamis, 08 Oktober 2020

[Media_Nusantara] Tambang Bawah Laut dan Tambang Pasir di UU Cipta Kerja.

 

Tambang Bawah Laut dan Tambang Pasir di UU Cipta Kerja.


Ini sedikit tentang Tambang Bawah Laut. Yang dulunya kita hanya bisa melihat dan berdiam ketika ntah berapa kubik pasir dalam laut disedot karena dasar bertindak bagi negara  sumir.  Kini acuannya jelas.

Tulisan tentang tambang bawah laut dan tambang pasir di status saya sudah banyak sejak 2 tahun lalu. Dengan UU Cipta Kerja ini nantinya masalah mendasar dari negara bisa bertindak ada dasar hukumnya. Setiap daerah dengan aturan kemendagri WAJIB menyerahkan KAJIAN LINGKUNGAN HIDUP STRATEGIS, dokumen semacam naskah akademik terkait strategi lingkungan, hingga RTRW hingga RDTR berikut AMDAL jadi jelas pijakannya, bukan sekedar teori dan foto satelit belaka.

===========

INFRASTRUKTUR 4.0: PULAU BUATAN

iki lho sing lagi nge hits. Semua bikin pulau. Bahkan Vietnam pun kini sudah berinvestasi besar dalam infrastrukturnya bangun pulau di Laut China Selatan.  Buat nambah garis ZEE nya pula.

Semua reklamasi. Semua butuh pasir. Masak Indonesia cuman penyedia pasir doang. Yang untung segelintir, kehilangan wilayah pulak.

Katanya masyarakat urban suka kota mandiri. Katanya suka self autonomy. Katanya Gen M suka hidup ala Smart Region. Katanya suka yang kependudukan yang lebih teratur, terpola, selevel, dll. 

Ya secara arus pertumbuhan urbanisasi itu kan gak bisa dibendung ya. Dengan alasan 'kembali ke desa', 'desa adalah masa depan' yang memang tetap perlu, tapi kan ya magnet  kota tetap lebih menarik  daripada gen M. 10 dari anak muda, mau balik ke desanya sebagai pilihan pertama setelah selesai sekolah atau pelatihan 5 orang aja. Udah hebat banget kok. Ya apa ya? Hayoooo mana suaranya pelaku pendamping desa.

Naaaah, strategi pengembangan wilayah baru mengikuti gaya hidup generasi milenial ini dengan mengembangkan kawasan URBAN VILLAGE ternyata menarik mereka. Tata pola hidup yg 'high tech', proses water treatment, no waste life style, recycle, green energy, mereka rela bayar mahal lho untuk Kota Mandiri yang menurut mereka sudah mengikuti faedah kelestarian lingkungan hidup.  Go Green.

Naaaah, dari alur berpikir ini kan para pembuat kebijakan negara-negara tetangga naikan skalanya menjadi URBAN ISLAND yang dalam pola diplomasi 4.0 ini sangat penting untuk eksistensi wilayah, bukan cuman penduduknya aja yang bertambah. Luasan wilayah yang berkorelasi dengan ZEE nya pun juga nantinya. 

Kenapa Infrastruktur berupa pulau di kawasan PASIFIK penting. Semua negara sibuk kesana. Eeeeh kita yang dikarunia 17.400 an pulau dan hanya dihuni 10% nya aja enggan menjaga. Sibuuuk semua ngrumpul di Jawa.

Soal kependudukan pun kita lucu. Selalu gegap gempita, jumlah penduduk 250 juta sekian. Terbesar ke 4 di dunia. Hellooooow pernah gak kita menghitung daya tampung kependudukan kita untuk luasan wilayah NKRI termasuk sebarannya? Eh iyaaa. Maaf ding, jumlah kependudukan itu penting cuma untuk DP4 dan DPT aja kok. Buat pemilu je atas nama RAKYAT INDONESIA

Arum Kusumaningtyas


Jadikan gambar sebaris


Dikirim dari Yahoo Mail untuk iPhone

__._,_.___

Posted by: Al Faqir Ilmi <alfaqirilmi@yahoo.com>
Reply via web post Reply to sender Reply to group Start a New Topic Messages in this topic (1)

.

__,_._,___

[Media_Nusantara] MARWAH KEPULAUAN

 

MARWAH KEPULAUAN 

Salah satu hal yang menjadi jelas ruang gerak dan tata kelolanya dengan UU Cipta Kerja ini adalah TATA KELOLA RUANG LAUT. 

Indonesia kini menjadi negara kepulauan bukan hanya omdo semata dan berbasis katanya, agaknya, kelihatannya dan dulunya begitu. Tertutup dengan berbagai aksi fenomenal kelautan, pengeboman kapal misalnya. 

Hingga tahun 2020 ini, sejak diluncurkan aturannya pada tahun 2007, baru 25 dari 34 negara yang menyelesaikan KEWAJIBANNYA mengelola kawasan pesisir dan pulau-pulau kecil yang menjadi kewenangannya sesuai aturan UU Pemda. 

Jika dilihat lebih dalam, dari yg 25 itu, ada beberapa  termasuk DIY belum menyelesaikan peta online RZWP3K nya sebagai bukti sahih tata ruang lautnya. Misalnya, DIY memiliki sekitar 30 an pulau yang tersebar di 3 Kabupaten : Bantul, Gunungkidul, Kulonprogo. Perda RZWP3K nya sudah ada, tetapi peta online nya hingga hari ini belum ada. Jadi bagaimana proses integrasi ke RDTR? 

Tanpa ada RDTR, lagi-lagi pola ijin-ijin dan kekuatan orang dalam yang akan menentukan dalam setiap pelaksanaan kegiatan, baik pemerintahan  maupun bisnis.  Kisah-kisah pulau yang dimiliki pihak asing, kasus jual beli pulau, kasus penyelundupan, illegal trading, dan illegal mining (tambang dalam laut). Itu hanya sebagian kisah kecil dari kondisi kepulauan Indonesia yang kita abaikan. Sibuk melihat darat, sibuk melihat Jawa. 

Kita yang dianugerahi 17 ribuan Pulau, baru 16 ribuan yang teridentifikasi. Dan selama ini selalu baru sampai tahapan itu. Bagaimana mengelola lanskap sosial dan masyarakatnya? Boro-boro, selalu masuk wilayah 3T kita ( Terpinggirkan, Tepian, Terpencil). Bayangkan, China aja sampai sibuk bangun 12 pulau dengan reklamasi di kawasan 9 Dash Line! 

Terlepas dengan pro kontranya, kini bentuk Indonesia sebagai negara kepulauan, muncul dalam RUU Cipta Kerja tersebut. Bahkan, kawasan pulau terluar, terdepan dan perbatasan negara pun masuk menjadi hal yang diatur dalam perundang-undangan, Ruang Zonasi Kawasan Strategis Nasional Tertentu (RZ KSNT). Bagian terdepan Indonesia, yang berhadapan dengan Kawasn perairan Internasional dengan batasan ZEE, sesuai aturan UNCLOS 1982. Konsep PERTAHANAN SEMESTA. 

Apa manfaat utama dari kejelasan zonasi ruang laut ini? Keperuntukan dan pengembangan ekonomi biru Indonesia dapat dioptimalkan. Memang rangkaian instrumen panjang berkenaan dengan daerah mesti dipersiapkan. Jelas ini tidak gampang, jelas ini tidak murah. 

Ketika ruang ekonomi jelas, maka identifikasi perikanan dan perhitungan daya lingkungannya pun dapat kita kelola dengan sebaik-baiknya, benar-benar untuk masyarakat. Dan illegal fishing, illegal trading, serta human trafficking dapat dipetakan polanya dengan jelas. Karena ruang geraknya kini menjadi terlihat bagi Indonesia. Alur komando, alur kewenangan, alur kerja terbentuk. 

Yang gak suka? Ya jelas banyaaaaaaak. Terutama yg selama ini menikmati bisnis ilegal tapi jadi legal dengan pola ijin-ijin.


Arum Kusumaningtyas



Jadikan gambar sebaris

Jadikan gambar sebaris




Dikirim dari Yahoo Mail untuk iPhone

__._,_.___

Posted by: Al Faqir Ilmi <alfaqirilmi@yahoo.com>
Reply via web post Reply to sender Reply to group Start a New Topic Messages in this topic (1)

.

__,_._,___

[Media_Nusantara] RDTR

 

RDTR

Salah satu hal yang jelas tidak menjadi perhatian banyak orang dan bukan topik pilihan untuk perdebatan dari UU Cipta Kerja ini adalah soal Tata Ruang Darat, Laut, Udara, Dalam Tanah & Dalam Laut kita. 

Arah memilih menjadi TUAN RUMAH  di negeri kita sendiri jelas tergambar disini. Rezim perijinan dengan segala turunannya, berikut 'broker' wilayah dengan berbagai bajunya tak lagi bisa nyaman bergerak. 

Jelas sudah, memang banyak sekali periuk yg akan terguncang. Yang selama ini aman karena ada di lapisan-lapisan dalam pemerintahan sendiri. 

Pengaturan investasi hingga ke level RDTR sungguh sebuah progress yg harus kita apresiasi. Daerah tak bisa lagi teriak-teriak tentang kewenangan minim, ketika penugasan kewenangan yg ada di UU Pemda dan UU Agraria pun tidak mereka laksanakan, DAU & DAK aja yg dikejar.

Wajar kan sekarang jadi begitu ribut?


Arum Kusumaningtyas


Jadikan gambar sebaris

Jadikan gambar sebaris




Dikirim dari Yahoo Mail untuk iPhone

__._,_.___

Posted by: Al Faqir Ilmi <alfaqirilmi@yahoo.com>
Reply via web post Reply to sender Reply to group Start a New Topic Messages in this topic (1)

.

__,_._,___

Rabu, 07 Oktober 2020

[Media_Nusantara] Omnibus Law dan rasionalitas.

 

Omnibus Law dan rasionalitas.

By Erizeli Jelly Bandaro

Kalau anda jadi pengusaha dan Perusahaan anda berencana berinvestasi dalam skala besar di Indonesia, maka anda harus berhadapan dengan rimba perizinan. Sangking padatnya, rimba itu menutupi pandangan ke langit. Kalau anda tidak hati hati, di rimba itu anda bisa kena mangsa binatang buas, dan tersesat. Begitu gambaran tentang panjang dan rumitnya perizinan di Indonesia. Tetapi kalau panjang dan rumitnya perizinan itu dilaksanakan dengan standar skill da moral yang hebat dari birokrat, tidak ada masalah. Toh bagaimanapun semua perizinan itu adalah standar kepatuhan bagi kepentingan negara. Yang jadi masalah, standar moral dan skill aparat rendah dan lebih banyak untuk kepentingan pribadi dapatkan suap.

Engga percaya? Mari kita lihat dan telusuri perizinan yang sangat basic. Katakanlah anda ingin membuka usaha kawasan Industri. Itu hanya perlu izin lokasi dan kemudian bangun kawasan berserta fasilitasnya. Sederhananya anda beli lahan sesuai izin lokasi, kemudian bangun. Selesai. Tetapi dalam proses yang ada, engga sesederhana itu. Pertama anda harus dapatkan izin dari BKPM. Kemudian izin dari BKPM itu harus ditindak lanjuti ke tingkat Daerah dan instansi terkait. Karena berdasarkan UU, hak tanah ada pada daerah. Anda harus dapatkan izin lokasi dari Pemda. Hak Pemda pun  berjenjang dari tingkat 1 sampai tingkat 2. Semua harus anda lewati. Bayangin, izin BKPM tidak menjamin otomatis anda berhak mendapatkan izin lokasi. Semua tergantung Daerah. Ada biaya resmi dan  proses loby yang tidak murah.

Lucunya setelah berlelah mendapatkan izin lokasi, mau bebaskan tanah silahkan saja. Tetapi belum ada jaminan bisa langsung bangun. Anda masih harus dapatkan lzin perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup (PPLH). Mau berbahaya atau tidak usaha anda wajib dapat izin PPLH. Kalau bersinggungan langsung dengan alam maka urusannya lebih runyam lagi. Yang sederhana saja seperti bangun kawasan perkantoran atau pabrik,  itu ada 11 lapis izin PPLH yang harus anda dapatkan. Urusannya dari tingkat Menteri sampai ke tingkat Bupati. Kadang walau izin PPLH sudah didapat, tidak ada jaminan anda aman. Masih ada lagi ancaman yang bisa batalkan izin itu. Apa? LSM. Mereka bisa kerahkan aksi demo  sampai ke pengadilan menentang pendirian proyek. Kalau kalah di pengadilan, itu derita anda. Pemerintah yang kasih izin, hanya bilang maaf. 

Ok, lanjut. Katakanlah izin PPLH sudah di tangan. Apakah anda bisa langsung bangun? Belum. Masih ada lagi izin IMB. Izin ini mengharuskan anda melampirkan design bangunan untuk menentukan besaran biaya retribusi yang harus dibayar. Dan kalau Design dan layout dianggap tidak sesuai dengan RTRW, ya IMB tidak diberikan. Soal izin lain sudah di tangan tidak ada pengaruhnya. Anda silahkan gunakan izin yang ada tetapi engga boleh dirikan bangunan. Konyol ya. Begitulah logika perizinan. Satu sama lain saling sandera. Sehingga proses prizinan adalah juga proses distribusi kekuasaaan dari RT, Pemda sampai ke Menteri. Semua ada ongkosnya.

Kalau semua izin sudah di tangan. Dan anda siap bekerja. Ada lagi masalah. Terutama kalau anda beli mesin dari luar negeri yang butuh Tenaga Kerja Asing (TKA) untuk instal mesin atau anda berkerja sama dengan asing. Dapatkan izin bagi TKA juga tidak mudah. Anda harus mendapatkan izin tertulis dari menteri atau pejabat yang ditunjuk. Proses mendapatkan izin lumayan rumit. Anda harus mengantongi beberapa perizinan seperti Rencana Penggunaan Tenaga Kerja Asing (RPTKA), Visa Tinggal Terbatas (VITAS), dan Izin Menggunakan Tenaga Kerja Asing (IMTA). Bayangin ajak kalau TKA ada ratusan. Betapa repotnya urus izin masing masing mereka. Kalaupun lolos semua izin itu, belum tentu aman bagi TKA. Karena masih bisa diributin sama Buruh lokal. Masih bisa diributin sama Aktifis atau ormas buruh. Selama ribut itu sudah pasti proses produksi terganggu. 

Setelah usaha berdiri dengan mengantongi izin ini dan itu, anda juga harus menghadapi ketentuan mengenai perburuhan. Ini sangat sensitip. Karena buruh adalah juga mesin politik bagi para politisi. Jadi kapan saja bisa meledak membuat semua izin tidak ada artinya. Kalau anda menerima pekerja, maka anda tidak bisa pecat buruh tanpa mereka setuju. Hebat engga?. Gimana kalau pekerjaan sudah selesai atau adanya perubahan alur produksi sehingga perlu pengurangan  buruh. Itu engga ada urusan. Mereka engga mau diberhentikan, anda engga bisa pecat. Tetap harus bayar. Kalau akhirnya sengketa di pengadilan, anda engga bisa atur Hakim, pejabat pemerintah, Serikat pekerja dan bayar lawyer, siap siap aja dipanggang oleh mereka. Artinya lagi lagi harus keluar uang kalau ingin selamat.

Belum lagi soal ketentuan UMR. Itu bisa setiap tahun naik tanpa peduli produktifitas naik atau engga. Serikat Pekerja juga berpengaruh menentukan jam kerja lembur. Jadi anda engga bisa seenaknya mengatur jam lembur walau produksi mengharuskan peningkatan jam kerja. Kalau anda pecat atau berakhir kontrak kerja, anda harus bayar uang pesangon. Engga mau? siap siap diributin  serikat pekerja. Siap siap perang di pengadilan. Hampir semua pengusaha stress dengan ulah pekerja ini. Apalagi kalau mereka bandingkan dengan China dan Vietnam. Uh. bisnis di Indonesia itu bukan cari uang tetapi cari masalah.

Kalau anda pernah berinvestasi di Luar negeri katakanlah di Vietnam, Malaysia atau Thailand, anda akan bilang seperti cerita awal tulisan saya. Perizinan di Indonesia seperti rimba belantara. Di dalamnya ada pemangsa. Bisa membuat anda tersesat dan frustasi. Pertanyaannya adalah mengapa anda harus masuk rimba belantara? kalau ada banyak pilihan. Apalagi sudah ada kerjasama regional bidang investasi dan perdagangan. Artinya kalau anda butuh bahan baku dari Indonesia, anda tidak perlu bangun pabrik di Indonesia. Karena sudah ada ME- Asean, Bangun di Vietnam atau negara ASEAN lainnya, soal tarif sama saja dengan indonesia.Saat sekarang kerjasama regional bukan hanya diantara negara ASEAN, tetapi juga ada China Free Trade Asean, Korea Free Trade Asean, Jepang Free Trade Area, APEC, Indo Pacific.

Nah keberadaan UU Omnibus law bertujuan untuk memangkas perizinan sehingga ramah bagi investor. Sebetulnya pemangkasan itu bukan berarti kekuasaan pemerintah berkurang dan terkesan memanjakan pengusaha. Tetapi lebih kepada aturan yang rasional dengan prinsip good governance. Contoh, kalau sudah ada Izin lokasi, untuk apa lagi ada izin IMB dan PPLH. Karena bukankah izin  lokasi itu diberikan  atas dasar Rencana Tata Ruang Wilayah?. Artinya by design pemerintah sudah memperhatikan semua aspek ketika menentukan RTRW. Aspek peruntukan lahan, sampai kepada PPLH. Itu sebabnya UU Omnibus law menghapus izin IMB. Khusus PPLH hanya untuk usaha yang sangat berbahaya, seperti Industri smelter dan bahan kimia.

Berkaitan dengan tenaga kerja, tidak bisa menempatkan perusahaan dalam posisi equal dengan karyawan. Karena resiko ada pada perusahaan dan secara organisasi perusahaan punya sistem pembinaan terhadap buruh dan pekerja. Apa jadinya kalau posisi karyawan setara dengan perusahaan?  Jelas upaya pembinaan engga akan efektif. System reward & punishment engga jalan. Lah gimana mau jalan? Karyawan dan boss equal. Itu sebabnya UU Omnibus memberikan hak kepada Perusahaan memberhentikan pekerja kalau pekerjaan sudah selesai. artinya, jangka waktu kontrak kerja berada di tangan pengusaha. UU Omnibus law ini sangat rasional, bahwa perusahaan tidak bayar orang tetapi bayar kerjaan atau produktifitas. Kalau engga ada produktifitas ya sorry saja. Mending keluar. Silahkan ambil uang pesangon. Masih banyak di luar sana yang mau kerja serius.

Soal UMR itu dasarnya adalah tingkat pertumbuhan ekonomi daerah. Semakin tinggi pertumbuhan ekonomi daerah semakin tinggi UMR. Itu wajar saja. Karena pertumbuhan ekonomi biasanya dipicu oleh inflasi dan tentu dampaknya harga akan naik. Sebelumnya UMR ditetapkan sesuka PEMDA tanpa memperhatikan pertumbuhan ekonomi. Jusru itu tidak adil dari sisi pekerja maupun Pengusaha. Dan lagi UMR itu hanya patokan minimal saja. Bukan keharusan jumlahnya sebesar itu. Kalau memang buruh itu produktifitasnya tinggi, tentu perusahaan akan bayar upah lebih tinggi dari UMR. Di mana mana pengusaha juga ingin jadikan buruh itu sebagai asset bernilai meningkatkan pertumbuhan usaha. Jadi egga perlu terlalu kawatir. Sebaiknya focus aja bagaimana meningkatkan produktifitas.

UU Omibus law juga memangkas perizinan untuk TKA. Sangat sederhana yaitu kalau perusahaan sudah dapat izin Rencana Penggunaan Tenaga Kerja Asing (RPTKA) ya sudah. Dia tinggal datangkan TKA. Selagi tidak melanggar RPTKA, pekerja asing engga perlu repot lagi dapatkan berbagai izin. Mengapa? dalam RPTKA itu sudah ada standar kepatuhan yang harus dipenuhi perusahaan seperti kriteria TKA, upah dan lain lain. Secara berkala akan ada audit dari pemerintah terhadap penerapan RPTKA. Kalau mereka melanggar ya izin dicabut. 

Menurut saya, UU Omnibus law ini bukan berarti Jokowi anti demokrasi atau anti otonomi daerah. Tetapi sebagai solusi agar Indonesia berubah. Dari birokrasi menjadi meritokrasi. Dari dilayani menjadi melayani. Mengapa? itu sebagai jawaban atas tantangan global yang semakin terbuka dan berkompetisi. Tanpa itu, sulit bagi kita mendatangkan investasi. Tanpa investasi pertumbuhan ekonomi akan lambat dan tentu semakin besar masalah sosial dan politik yang dihadapi bangsa ini akibat pengangguran dan kemiskinan. Memang UU Omnibus law ini tidak segera bisa dirasakan. Namun langkah besar untuk perubahan pasti akan membuahkan hasil baik.


Dikirim dari Yahoo Mail untuk iPhone

__._,_.___

Posted by: Al Faqir Ilmi <alfaqirilmi@yahoo.com>
Reply via web post Reply to sender Reply to group Start a New Topic Messages in this topic (1)

.

__,_._,___