Kamis, 10 April 2014

[Media_Nusantara] Capres Kawan Dekat Semua, Melawan Kampiun Neoliberalisme

 

Capres Kawan Dekat Semua, Melawan Kampiun Neoliberalisme

"Saya kan ngomong kalau itu simbol perlawanan." Inilah lantaran yang dipilih Jokowi: Rumah Si Pitung. Gubernur DKI Jakarta ini berada di rumah legenda Betawi, di Marunda, saat ia mendapat mandat dari Megawati Soekarno untuk bertarung. Melalui surat perintah harian, ia mendapat amanat untuk mewakili PDI Perjuangan menjadi calon presiden. "Perlawanan terhadap neoliberalisme," taklimat Jokowi.

Kata-kata Jokowi ini akan tercatat dalam jejak sejarah. Pasal yang disampaikan "banteng kerempeng" ini adalah sikap. Pada tiap-tiap sikap, catatan akan dibuat. Ingatan akan menghafalnya. Taklimat perlawanan adalah kesaksian. Hikayat atas itu akan diikat dalam memori kolektif tiap-tiap yang mendengar.

Neoliberalisme adalah sesuatu yang kerap ingin ditancapkan dalam benak massa. Satu paham yang mengangankan bahwa hukum modal adalah pasar bagi hidup bersama. Satu arus yang didesakkan dari luar sana. Sesuatu yang asing. Juga (ingin) mengasingkan.

"Tak berhenti-hentinya kapitalisme modern itu lantas memukul-mukul di atas pintu gerbang Indonesia yang kurang lekas dibukakan, tak berhenti-hentinya kampiun-kampiun imperialisme-modern itu dengan tak sabar lagi menghantam-hantam di atas pintu gerbang itu, tak berhenti-hentinya penjaga-penjaga pintu itu saban-saban sama gemetar mendengar dengungnya pekik naar vrijheid!, naar vrijl arbeid dari kaum kapitalisme liberal, yang ingin lekas-lekas dimasukkan."

Alinea di atas adalah taklimat Bung Karno di depan pengadilan kolonial, 1930. Taklimat ini dikenal sebagai pembelaan "Indonesia Menggugat". Kapitalisme liberal bagi Bapak Bangsa ini adalah sesuatu yang ingin memaksakan kehendak. Sesuatu yang datang dari luar rumah kebangsaan kita. Kekuasaan di luar realitas kehidupan anak negeri nusantara. Seperti tsunami yang menghantam daratan kita, setelah bandang menyisakan sampah juga nestapa.

Milan Kundera, sastrawan Ceko, pernah menuliskan bahwa perjuangan manusia melawan kekuasan, serupa dengan: perjuangan ingat melawan lupa. Perjuangan melawan kuasa kapitalisme modern, juga neoliberalisme, tentu sejalan dengan hasrat perjuangan melawan lupa.

Ketika Jokowi meneguhkan perlawan atas neoliberalisme adalah jalan pedang yang dipilih, maka ia sedang menghunus pada satu kekuatan besar. Kekuatan yang meyakini bahwa sejarah di luar mereka telah berakhir. Kekuatan yang memastikan bahwa hanya merekalah yang patut disembah. Berhak memastikan baik dan buruknya jalan kehidupan. Kekuatan yang melihat dunia dengan satu mata: modal.

Di titian inilah Jokowi akan dinanti. Melangkahkan jejak-jejak sejarah kemanusiaannya dalam kata-kata yang terikat. Bahwa, lawannya adalah kaum pemuja modal. Hanya kaum neoliberalisme saja musuh abadi. Tak ada yang lain. "Capres yang lain kawan dekat saya semua." Demikianlah

baca juga :
Does neoliberalism constitute a national threat? ==> http://jaringanantikorupsi.blogspot.com/2014/03/medianusantara-does-neoliberalism.html?m=0

Panglima TNI : Tolak paham NeoLiberalisme di Indonesia !!! ==> http://jaringanantikorupsi.blogspot.com/2014/02/medianusantara-panglima-tni-tolak-paham.html?m=1

__._,_.___
Reply via web post Reply to sender Reply to group Start a New Topic Messages in this topic (1)
.

__,_._,___

Tidak ada komentar:

Posting Komentar