Pemilu 2014 Harus Dibatalkan dan Diulang
Pemilihan Umum Tahun 2014 telah berlangsung dan kini sedang dilakukan perhitungan perolehan suara sementara. Namun demikian sistem politik yang berjalan saat ini adalah pendukung dari demokrasi kriminal, yakni demokrasi yang dilaksanakan tanpa penegakan hukum. Hal ini merupakan manifestasi dari adanya demoralisasi dalam penyelenggaraan kekuasaan Negara dan pemerintahan (legislatif, eksekutif, dan yudikatif).
Kekuasaan yang dijalankan berdasarkan sistem neoliberalisme dan neokapitalisme yang menempatkan uang sebagai pengendali sistem politik, ekonomi, dan sosial (sistem plutokrasi) telah mengancam keberlangsungan perwujudan ideologi Negara dan Konstitusi. Sistem politik dan tatanan demokrasi diciptakan hanya menguntungkan orang-orang yang punya uang dan menyingkirkan sumber-daya politik yang positif.
Kedaulatan rakyat sebagai esensi dari demokrasi telah dikebiri dan digantikan dengan kedaulatan oligarki politik yang umumnya adalah elit partai politik yang juga adalah para anggota dari kartel ekonomi yang berkuasa. Di tangan para oligarkis dan plutokrat semua proses politik dalam kontek sistem demokrasi diatur melalui transaksi politik. Di tangan mereka pula Negara dijadikan alat produksi untuk menggerogoti APBN dan melancarkan bisnis mereka.
Dengan latar-belakang situasi dan kondisi tersebut, sistem dan peraturan perundangan Pemilu 2014 disusun dan dilaksanakan. Oleh karena itu sejak awal sudah banyak dijumpai kecurangan dan tendensi untuk menyelewengkan aturan dalam pelaksanaan Pemilu 2014.
Hal ini misalnya dalam penetapan Daftar Pemilih Tetap (DPT), penetapan Partai Politik Peserta Pemilu, penggunaan prasarana yang rawan kecurangan (E-KTP, kotak suara dari kardus, penggunaan scanner untuk pelaporan perhitungan perolehan suara, dan lain-lain). Selain itu juga adanya lembaga pengawasan yang lemah yang diragukan dapat menjamin Pemilu 2014 bisa berlangsung jujur dan adil serta langsung, umum, bebas, dan rahasia.
Makin meningkatnya angka golongan putih atau mereka yang menolak menggunakan hak pilihnya telah membuktikan bahwa Pemilu 2014 yang berlangsung saat ini secara politik tidak sah. Pemilu 2014 akhirnya lebih menggambarkan upaya rekayasa politik untuk melanjutkan kekuasaan rezim incumbent (status-quo).
Dari perhitungan perolehan suara sementara (quick-count), profil perolehan suara masing-masing partai politik menggambarkan adanya rekayasa atau anomali. Hal ini diindikasikan dengan kenyataan bahwa perolehan suara partai politik sama sekali tidak mencerminkan peta kekuatan suara dari masing-masing partai politik. Perolehan suara mencerminkan estetika suara yang telah diatur agar tidak ada partai politik yang memperoleh suara 20 persen dan keharusan membentuk oligarki dan koalisi politik pragmatis untuk pemerintahan baru.
Ketua KPU sendiri, Husni Kamil Manik, bahkan menyatakan telah mencium modus persekongkolan antara partai politik dengan penyelenggara pemilu untuk memanipulasi suara antara lain adanya praktik percaloan suara untuk membantu menaikkan perolehan suara parpol dan para calon anggota legislatif.
Pemilu 2014 dan perhitungan perolehan suara sementara yang berlangsung saat ini mengindikasikan bahwa pemilu 2014 telah dijadikan kendaraan dalam membangkitkan kekuatan otoriter Orde Baru dan anti-perubahan.
Berdasarkan pertimbangan tersebut Gerakan Nasional untuk Kedaulatan Rakyat dan Keadilan Sosial (GERNAS) menyatakan Pemilu 2014 harus dibatalkan dan diulang. Kami juga mengimbau agar seluruh rakyat Indonesia melakukan konsolidasi untuk menolak hasil Pemilu 2014.
Gernas sendiri terdiri dari eksponen Petisi 50, Gerakan Mahasiswa 77/78, Forum Aktifis Lintas Generasi. Adapun petisi Gernas ditandatangani Max Apul Sihite, Max Wayong, Judilherry Justam, Chris Siner Key Timu, Yusuf AR, Machmud Madjid, S. Indro Tjahyono, Biner Tobing, Dwi Subawanto, Darwin Djamal, Elong Suchlan, A. Gani, Mathius Tandiotong, Cahyono Eko Sugiharto, Syafril Sofyan, Kasino dan Asrianty Purwantini.
__._,_.___
Reply via web post | Reply to sender | Reply to group | Start a New Topic | Messages in this topic (1) |
.
__,_._,___
Tidak ada komentar:
Posting Komentar