Senin, 26 Januari 2015

[Media_Nusantara] Catatan Kritis (dan Sensitif) dari Hanibal Wijayanto di FB-nya, wartawan senior ANTV [1 Attachment]

 
[Attachment(s) from Al Faqir Ilmi included below]

Catatan Kritis (dan Sensitif) dari Hanibal Wijayanto di FB-nya, wartawan senior ANTV

Sik sik sik... Setelah mendengar info terpercaya tentang peristiwa yang terjadi kemarin sore di Istana Bogor dan semalam di Mabes Polri, saya akhirnya menyimpulkan, bahwa mafia para perwira dengan rekening gendut di Mabes Polri sungguh luar biasa jejaringnya.

===

Di Istana, lewat jejaring politik yang mereka bangun dengan gelontoran duit milyaran rupiah, mereka mencoba mengepung Presiden lewat partai-partai pendukung Jokowi dalam pemilu presiden lalu untuk menggolkan Budi Gunawan menjadi calon Kapolri. Partai-partai itu menyetir dan menjebak Jokowi dengan usul ganjil serta rekomendasi yang berlawanan dengan rasa keadilan dan opini publik. Ketika Presiden bereaksi, partai-partai itu mengancam akan menarik dukungan.

Ketika Presiden meminta Budi Gunawan mengundurkan diri dari pencalonan karena sudah ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK, Kepala Lemdiklat Polri itu bersikukuh untuk bertahan. Ia kemudian bahkan menggerakkan orang-orangnya untuk bermanuver. Mereka lalu mencoba mengkriminalisasi lembaga dan orang-orang yang dianggap menghalangi jalan kawannya itu.
Di internal Polri, mereka "memaksa" Kapolri demisioner Sutarman untuk memutasikan Komjen Suhardi Alius ke Lemhannas. Sebab, Suhardi dianggap berkhianat karena memberikan data-data rekening gendut ke KPK. Padahal, Suhardi dikenal cukup dekat dengan Sutarman. "Tak hanya sekadar memutasikan, "pembuangan" Suhardi juga akan mengurangi persaingan calon Kapolri," kata seorang kawan yang dekat dengan Sutarman.

Pembongkaran lobby Abraham Samad oleh petinggi PDI Perjuangan dan penangkapan Bambang Wdijojanto oleh Bareskrim Mabes Polri adalah dua manuver yang juga mereka rancang. "Yang lain menunggu giliran," kata seorang kawan. Maka untuk menjaga keamanan mereka, Presiden memerintahkan Panglima TNI untuk mengerahkan pasukan Kopassus untuk menjaga mereka. "Mereka sudah siap," kata kawan tadi.

Manuver para ronin yang menangkap Bambang Wijojanto itu ternyata di luar sepengetahuan Wakapolri. "Semua dirancang dan diperintahkan oleh Kabareskrim Budi Waseso. Dia calon besan Budi," kata sumber saya di kubu Jokowi. Maka ketika Presiden Jokowi menyemprot Wakil Kepala Polri Badrodin Haiti di Istana Bogor, ia berjanji akan segera memerintahkan Bareskrim untuk melepaskan Bambang Widjojanto.

Sore hari sepulang dari Istana Bogor sebenarnya Badrodin sudah memerintahkan Kabareskrim agar segera melepaskan Bambang Widjojanto. "Tapi Budi Waseso menolak perintah," kata kawan saya. Dengan alasan kekompakan dan esprit d'corps, beberapa perwira tinggi maupun para jenderal pensiunan pendukung Komjen Budi Gunawan mencoba menahan upaya pelepasan Bambang Widjojanto.

Posisi Badrodin memang terjepit. Tak lama lagi dia pensiun, dan dia juga belum punya klik pendukung yang cukup kuat. Selain itu, Badrodin pun dikenal sebagai salah satu jenderal berekening gendut. Namun penolakan Kabareskrim membuat dirinya murka. "Anda tinggal pilih, melaksanakan perintah Presiden atau dicopot dan dianggap melawan perintah atasan...!" Akhirnya, calon besan Budi Gunawan itu pun bersedia melepaskan Bambang Widjojanto.

Diduga ketegangan masih akan berlanjut, karena jejaring mafia di kubu politisi masih alot dan terus mencoba mengepung Jokowi.

Apa komentar anda?


 

__._,_.___

Attachment(s) from Al Faqir Ilmi | View attachments on the web

1 of 1 File(s)


Posted by: Al Faqir Ilmi <alfaqirilmi@yahoo.com>
Reply via web post Reply to sender Reply to group Start a New Topic Messages in this topic (1)

.

__,_._,___

Tidak ada komentar:

Posting Komentar