Jumat, 03 April 2020

[Media_Nusantara] Polemik soal Piutang DKI

 

Polemik soal Piutang DKI

by. Erizeli Jely Bandaro

DKI mengatakan mengapa belum juga menggelontorkan dana covid 19 karena kesulitan cashflow akibat pusat belum membayar piutang DKI.  Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan mengaku telah menyampaikan surat resmi kepada Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati. Surat itu terkait pencairan dana bagi hasil sebesar Rp 7,5 triliun. Saya ingin mencoba menjelaskan dengan sederhana. 

Pertama. Tagihan DKI itu berasal dari dana perimbangan dan SiLPA. Apa itu SiLPA ? SILPA (dengan huruf I besar/capital) adalah Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran Tahun Berkenaan, yaitu selisih antara surplus/defisit anggaran dengan pembiayaan netto. Dalam penyusunan APBD angka SILPA ini seharusnya sama dengan nol. Artinya bahwa penerimaan pembiayaan harus dapat menutup defisit anggaran yang terjadi. Tahun 2020,  DKI mengalami defisit sebesar Rp. 5,76 Triliun. Cara menutupi defisit, sumber dan dari Sisa Lebih Perhitungan Anggaran (Silpa) APBD DKI 2019 sebesar Rp 5,5 triliun dan Penerimaan Pinjaman Daerah sebesar Rp 260,15 miliar. Dana SiLPA itu adalah hak dari PEMDA dan DPRD DKI. Tidak ada istilah tagihan atau piutang Pusat ke DKI. 

Kedua, Memang ada dana perimbangan sebesar Rp.6,4 Triliun.  Dana itu berasal dari bagi hasil, dana alokasi umun, dana alokasi umum. Tetapi  berdasarkan PMK Nomor 50/PMK.07/2017 tentang pengelolaan transfer ke daerah dan dana desa. Pemerintah daerah tak akan menerima Dana Alokasi Umum (DAU) secara tetap seperti tahun-tahun sebelumnya. DAU pun akan disesuaikan dengan naik turunnya penerimaan negara. Tapi anehnya DPRD menjadikan dana SiLPA ini definitif. Aneh.?

Nah realisasi Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) hingga Agustus 2019 defisit Rp 191,1 triliun. Akibatnya, dana perimbangan DKI menurun. Tak hanya itu, prediksi Sisa Lebih Perhitungan Anggaran (SiLPA) DKI 2019 turun dari 8,51 triliun menjadi Rp 3,08 triliun. Kalau sampai DKI engga dapat lagi SiLPA dari perimbangan, kemungkinan memang engga ada lagi. Apa yang mau ditagih ke Menkeu? Mengapa ? Karena sampai dengan november saja APBN sudah defisit Rp 368,9 triliun. Kesalahan ada pada RAPBD DKI dimana DPRD menetapkan dana SiLPA sebagai definitif, padahal jumlah tidak pasti tergantung dari turun naiknya penerimaan APBN.

Ketiga, saya engga ngerti mengapa DKI berwacana soal dana perimbangan ini? apakah ingin mengelak dari kesulitan cash flow merealokasi APBD untuk C-19. Karena sumber pembiayaan menutupi defisit dari SiLPA yang mungkin rekeningnya udah Nol.  Dan sengaja membuka front soal PMK Nomor 50/PMK.07/2017 dengan pusat dan tidak bisa menerima ketentuan dana perimbangan disesuaikan dengan turun naiknya penerimaan APBN. Engga ngerti saya cara berpolitik Abas. Padahal yang harus dia lakukan adalah segera putuskan alokasi C-19 yang sudah ditetapkan untuk disetujui DPRD, bukan hanya wacana. Apa jadinya kalau Dana C-19 itu cair setelah Mey, dimana C-19 sudah engga ada lagi. ? Kan sama saja boong.


Dikirim dari Yahoo Mail untuk iPhone

__._,_.___

Posted by: Al Faqir Ilmi <alfaqirilmi@yahoo.com>
Reply via web post Reply to sender Reply to group Start a New Topic Messages in this topic (1)

.

__,_._,___

Tidak ada komentar:

Posting Komentar