Dugaan Mark Up Sewa Kapal Joko Tole Kalahkan Centurygate
Jakarta, Aktual.co — Aroma 'bau tak sedap' terus menghembus di tubuh BP-SKK Migas. Belum selesai dan diperiksanya dugaan soal "mark up" puluhan milyar sewa gedung dan furniture di Wisma Mulia, muncul temuan baru,kala SKK Migas masih bernama BP Migas dan dikepalai oleh Raden Priyono.
'Aroma tak sedap' itu diduga terkait mark up penyewaan kapal Floating Production Unit (FPU) BW Joko Tole yang dilakukan Kangean Energy Indonesia Ltd, anak usaha PT Energi Mega Persada Tbk (ENRG), unit usaha Grup Bakrie.
Perseroan menyewa kapal senilai USD 870 juta selama 14 tahun dari BW Offshore, perusahaan yang berbasis di Norwegia. Biaya sewa tersebut sudah termasuk biaya operasinya (operating cost).
Peresmian kapal dilakukan di Galangan Kapal Sembawang, Singapura, 17 Maret 2012. Informasi yang diperoleh, pembuatan kapal itu hanya menghabiskan dana sebesar USD 100 juta.
Kapal Joko Tole akan mendukung proyek Terang Sirasun Batur, dengan kontraktor kontrak kerja sama (KKS) Kangean Energy Indonesia Ltd.
Lapangan Terang Sirasun Batur terletak di perairan timur Madura. Dari Kapal Joko Tole, gas dialirkan ke konsumen melalui East Java Gas Pipe Line.
Saat peresmian kapal, hadir Priyono, Presiden dan General Manager Kangean Energy Indonesia Ltd Junichi Matsumoto, Managing Director Sembawang PK Ong, juga CEO BW Offshore Carl Arnet.
Kala itu, Priyono menyebut, kapal FPU Joko Tole berkapasitas kompresi gas sebesar 340 juta standar kaki kubik per hari (MMscfd), dan fasilitas penampung minyak sebesar 200 ribu barel.
Pekerjaan pembangunan peralatan produksi yang berada di kapal tersebut dikerjakan di Batam, sementara penempatannya di atas kapal baru dilakukan di Sembawang.
Sumber Aktual membisikkan, berdasar hasil studi yang ada, sewa kapal tidak mesti dilakukan karena bisa membangun pipa yang investasinya lebih murah, hanya sekitar Rp 150 miliar.
"Harga sewa juga mengalami peningkatan beberapa kali. Semula, masa umur sewa 5 tahun dinaikkan menjadi 14 tahun,harga kapal disewa senilai USD 400 juta, lalu meningkat di up menjadi USD 870 juta, dan terakhir menjadi USD 1,2 miliar. Ada "mark up" hingga USD 700 juta setara dengan 7 triliun rupiah! Semua komponen itu masuk ke dalam cost recovery coba bandingkan dengan Century yang hanya 6,7 triliun rupiah,yang ujungnya semua beban ditanggung negara, tegas sumber.
Jakarta, Aktual.co — Aroma 'bau tak sedap' terus menghembus di tubuh BP-SKK Migas. Belum selesai dan diperiksanya dugaan soal "mark up" puluhan milyar sewa gedung dan furniture di Wisma Mulia, muncul temuan baru,kala SKK Migas masih bernama BP Migas dan dikepalai oleh Raden Priyono.
'Aroma tak sedap' itu diduga terkait mark up penyewaan kapal Floating Production Unit (FPU) BW Joko Tole yang dilakukan Kangean Energy Indonesia Ltd, anak usaha PT Energi Mega Persada Tbk (ENRG), unit usaha Grup Bakrie.
Perseroan menyewa kapal senilai USD 870 juta selama 14 tahun dari BW Offshore, perusahaan yang berbasis di Norwegia. Biaya sewa tersebut sudah termasuk biaya operasinya (operating cost).
Peresmian kapal dilakukan di Galangan Kapal Sembawang, Singapura, 17 Maret 2012. Informasi yang diperoleh, pembuatan kapal itu hanya menghabiskan dana sebesar USD 100 juta.
Kapal Joko Tole akan mendukung proyek Terang Sirasun Batur, dengan kontraktor kontrak kerja sama (KKS) Kangean Energy Indonesia Ltd.
Lapangan Terang Sirasun Batur terletak di perairan timur Madura. Dari Kapal Joko Tole, gas dialirkan ke konsumen melalui East Java Gas Pipe Line.
Saat peresmian kapal, hadir Priyono, Presiden dan General Manager Kangean Energy Indonesia Ltd Junichi Matsumoto, Managing Director Sembawang PK Ong, juga CEO BW Offshore Carl Arnet.
Kala itu, Priyono menyebut, kapal FPU Joko Tole berkapasitas kompresi gas sebesar 340 juta standar kaki kubik per hari (MMscfd), dan fasilitas penampung minyak sebesar 200 ribu barel.
Pekerjaan pembangunan peralatan produksi yang berada di kapal tersebut dikerjakan di Batam, sementara penempatannya di atas kapal baru dilakukan di Sembawang.
Sumber Aktual membisikkan, berdasar hasil studi yang ada, sewa kapal tidak mesti dilakukan karena bisa membangun pipa yang investasinya lebih murah, hanya sekitar Rp 150 miliar.
"Harga sewa juga mengalami peningkatan beberapa kali. Semula, masa umur sewa 5 tahun dinaikkan menjadi 14 tahun,harga kapal disewa senilai USD 400 juta, lalu meningkat di up menjadi USD 870 juta, dan terakhir menjadi USD 1,2 miliar. Ada "mark up" hingga USD 700 juta setara dengan 7 triliun rupiah! Semua komponen itu masuk ke dalam cost recovery coba bandingkan dengan Century yang hanya 6,7 triliun rupiah,yang ujungnya semua beban ditanggung negara, tegas sumber.
__._,_.___
Reply via web post | Reply to sender | Reply to group | Start a New Topic | Messages in this topic (1) |
.
__,_._,___
Tidak ada komentar:
Posting Komentar