Fakta Dibalik Kenaikan Harga BBM-TARIF LISTRIK 15%: Menteri ESDM & KEUANGAN Pembohong Besar
Pada grafik perubahan pagu anggaran diatas, terlihat sangat jelas, bahwa terjadi peningkatan anggaran, meskipun BBM bersubsidi dikurangi.
Tindakan pemerintah ini, tidak ubahnya seperti tindakan para DEWA yang menyerahkan MANUSIA pada TITAN, yang pada akhirnya manusia menjadi makhluk yang paling berdarah dan rusak
Dalam analisis kali ini, kita tidak akan membahas secara mendalam soal BBM naik, harga kebutuhan pokok yang juga menjulang tinggi, pelemahan rupiah yang sudah permanen di angka 11.000-12.000 Rupiah/USD, tetapi akan mengulas naiknya Tarif Dasar Listrik yang telah ditetapkan oleh Pemerintah, termasuk oleh Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), dengan besaran kenaikan 15% sepanjang tahun 2013 ini.
Mereview kembali rencana pemerintah tersebut, melalui Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Jero Wacik, Pemerintah menyebut beban subsidi negara terlampau berat dikarenakan 2 sumber beban subsidi yaitu Bahan Bakar Minyak (BBM) dan subsidi listrik (Tarif Tenaga Listrik).
Penjelasan Jero Wacik saat itu, mendalilkan bahwa subsidi BBM telah mencapai lebih dari 200 Triliun Rupiah, sedangkan beban subsidi listrik mencapai 96 triliun Rupiah.
Pemerintah secara resmi menaikkan Tarif Tenaga Listrik (TTL) secara bertahap pada 1 Januari 2013. Kenaikan tarif dilakukan setiap TRIWULAN hingga mencapai 15% pada akhir tahun 2013.
Apa rasionalisasinya?
"Pemerintah dengan liciknya mengatakan beban subsidi sudah terlampau besar dan lebih baik subsidi diberikan kepada yang berhak"
Kepada yang berhak = Bantuan Langsung Sementara Masyarakat (BLSM)
Saat itu Menteri Keuangan, Chatib Bisri, memperkuat alibi pemerintah untuk segera menaikkan harga BBM dengan menyebut "Pemerintah dan DPR tidak perlu mengubah postur APBN saat harga minyak dunia dan harga minyak Indonesia (ICP) naik, namun dengan cara menaikkan harga BBM subsidi menurut nilai keekonomian yang linier dengan kenaikan harga minyak mentah dunia."
Definisi 1: nilai keekonomian adalah penyesuaian harga BBM subsidi terhadap kenaikan harga minyak mentah.
Artinya:
Apabila Harga keekonomian solar dan bensin sebesar 10.000 Rupiah per liter (harga jual mekanisme pasar). Lalu di SPBU harga jual solar 5.500 Rupiah per liter dan bensin 6.500 Rupiah per liter. Maka pemerintah akan membayar subsidi solar 4.500 Rupiah per liter dan bensin 3.500 Rupiah per liternya.
Dengan beban subsidi dianggap tetap, yaitu solar 4.500 dan bensin 3.500, jika terjadi kenaikan nilai keekonomian solar dan bensin sebesar 11.000 Rupiah per liter (harga jual mekanisme pasar), maka harga jual solar akan naik menjadi 6.500 Rupiah dan bensin sebesar 7.500 Rupiah.
Definisi 2: harga BBM subsidi naik, berarti mengurangi subsidi, dengan rasio beban anggaran APBN yang menjadi konstan (tetap).
Artinya:
Harga Pasar: 10.000------dengan nilai subsidi --------- Bensin =3.500
--------- Solar = 4.500
Rasionya: 5.500 : 4.500 / 6.500 : 3.500 = 1,22 : 1,86 = 0,66
Harga Pasar: 11.000------dengan nilai subsidi (konstan) --------- Bensin =3.500
--------- Solar = 4.500
Rasionya: 6.500 : 4.500 / 7.500 : 3.500 = 1,44 : 2,14 = 0,67
Dengan demikian, pagu anggaran APBN-Perubahan tidak perlu berubah dengan adanya pengurangan subsidi, karena rasionya relatif konstan (sama) baik pada harga pasar 10.000 Rupiah maupun pada harga pasar 11.000 Rupiah.
Namun kenyataanya, meskipun BBM bersubsidi dikurangi, pagu anggaran APBN-Perubahan tetap mengalami kenaikan seperti yang dapat dilihat pada grafik berikut ini:
Pada grafik perubahan pagu anggaran diatas, terlihat sangat jelas, bahwa terjadi peningkatan anggaran, meskipun BBM bersubsidi dikurangi.
Lantas pernyataan Menteri Keuangan Chatib Bisri yang menyebut pagu anggaran APBN-P tidak perlu berubah, asalkan BBM bersubsidi dikurangi dalam postur APBN-P, mengikuti nilai keekonomian harga minyak mentah dunia/ acuan harga ICP.
MENTERI KEUANGAN CHATIB BISRI TELAH BERBOHONG DAN MENIPU RAKYAT INDONESIA.
Kebohongan ini hanyalah sebagian kecil dari kebohongan lain yang begitu sangat besar, terkait dengan harga minyak mentah yang menjadi "government share" yang dijual kepada rakyat dengan harga PASAR BEBAS (minyak mentah dunia ataupun ICP). Kebijakan DMO yang juga lagi-lagi menjual harga minyak kepada rakyat Indonesia dengan harga PASAR BEBAS. Dan penguasaan sumur-sumur minyak Indonesia sebesar 95% oleh International Oil Company asing yang berdampak pada berkurangnya "government share" bagi negara.
SUNGGUH TERLALU.. TERLALUNISASI (VICKYNISASI)
Belum selesai sampai disini catatan penderitaan rakyat Indonesia, selain BBM bersubsidi yang dikurangi subsidinya oleh Pemerintah, juga kebutuhan pokok terhadap listrik tidak lepas dari rongrongan para penasihat Kapitalis (termasuk para pengikutnya: menteri keuangan, ESDM, dan para guru besar ekonomi dari universitas).
Dikesempatan yang lalu (Januari, 2013) Pemerintah sebenarnya telah memulai pengurangan subsidi terhadap Tarif Listrik. Melalui Menteri ESDM, Jero Wacik, telah menetapkan kenaikan sepanjang tahun 2013 sebesar 15%.
Namun dengan kenaikan yang dilakukan secara bertahap selama 4 triwulan sepanjang tahun 2013. Untuk kenaikan Triwulan 1-3, telah dilakukan penaikan Tarif Listrik sebesar 12%. Dengan waktu yang tersisa, maka realisasi kenaikan Tarif Listrik akan segera di umumkan oleh Pemerintah bulan Oktober ini.
Maka dengan demikian lengkap sudahlah penderitaan rakyat, kaum buruh, petani, nelayan, sektor UKM/UMKM yang harus digembosi oleh kebijakan anggaran Pemerintah, yang katanya untuk mengurangi beban subsidi, agar celah fiskal pemerintah tetap dalam posisi aman.
Padahal celah fiskal tersebut, sangat rentan dengan korupsi dan penyalahgunaan anggaran, melalui berbagai macam modus operandi "perampokan uang rakyat" yang selama ini telah kita sama-sama saksikan.
Mencabut subsidi BBM dan Tarif Listrik (15%) bukanlah satu-satunya jalan bagi pemerintah untuk memperlebar celah fiskal negara. Namun berfokus pada pengetatan pengeluaran anggaran yang identik dengan "pemborosan" dan "murk-up anggaran" yang harus benar-benar menjadi MEDAN PERANG "battlefield" bagi pemerintah dan rakyat.
Selain itu menertibkan kembali pengelolaan Sumber Daya Mineral dan Batubara, yang berkontribusi pada penerimaan "real" negara, bukan hanya menguntungkan KORPORASI semata.
Mengambil alih penguasaan minyak nasional dari tangan-tangan International Oil Company, dan mengembalikannya kepangkuan Ibu Pertiwi/ Rakyat.
Memberantas mafia pajak dan kroni-kroninya (penyelenggara negara maupun korporasi) agar penerimaan negara dari sektor pajak tidak banyak yang menguap.
Dan masih banyak lagi strategi kebijakan Pemerintah yang lebih relevan dan tentunya menunjukkan komitmen Pemerintah untuk bekerja keras demi rakyat dan bangsa ini.
Bukan malah mencari kebijakan yang paling "GAMPANG" (gampang-nisasi/ vickynisasi), yang justru rakyatlah yang harus dijadikan "TUMBAL".
__._,_.___
Reply via web post | Reply to sender | Reply to group | Start a New Topic | Messages in this topic (1) |
.
__,_._,___
Tidak ada komentar:
Posting Komentar