Selasa, 10 Desember 2013

[Media_Nusantara] Fayakhun: Dual Citizenship Memperkuat Ketahanan Nasional

 

Fayakhun: Dual Citizenship Memperkuat Ketahanan Nasional

Jakarta, Sumbawanews.com.- Kebijakan kewarganegaraan tunggal yang dianut Indonesia ternyata membuat Indonesia rugi dibandingkan dengan negara yang menganut kebijakan kewarganegaraan ganda (Dual Citizenship).

"Ada begitu banyak diaspora Indonesia yang berhasil merengkuh manisnya hidup di luar negeri dalam berbagai bidang; mulai dari pendidikan, bisnis, ilmuwan, tenaga professional, pekerja seni, atau atlit sekalipun. Mereka ingin jadi WNI tapi terbentur sistem: Indonesia tak menganut Dual Citizenship (kewarganegaraan Ganda). Saatnya merevisi kebijakan tersebut. Manfaatnya lebih besar dibanding mudharatnya," ungkap anggota Komsi I DPR RI fayakhun Andriadi, kepada Sumbawanews.com, Selasa (10/12) sore.

Dijelaskan oleh politisi muda Partai Golkar ini, Data yang ada bukan sekadar omong kosong, atau hanya dongeng yang kerapkali diping-pong secara oral oleh para senior kita.Karena bila kata diaspora kita terjemahkan "mereka yang telah pergi dari negeri ini," maka telah sejak ratusan tahun lalu riwayat diaspora Indonesia dimulai.

"Mereka itu misalnya adalah yang saat ini berada di Afrika Selatan, yang konon ada satu juta orang yang berdarah Indonesia sebagai keturunan dari mereka yang dibuang bersama Syeikh Yusuf.Di kemudian hari, kita pun dapat menyaksikan bagaimana keturunan Syeikh Yusuf, seperti Ibrahim Rasoll menjadi duta besar Afrika Selatan di Amerika Serikat," terangnya

Diceritakannya demikian pula mereka yang "dibuang" ke Srilangka.Warga keturunan Indonesia yang berada di Srilanka dikenal dengan sebutan Ja Minissu yang berarti orang jawa, yang hingga kini jumlah mereka sekitar 50.000 orang.Ada lagi cerita tentang mereka yang diberangkatkan paksa oleh VOC ke Suriname. Dan seterusnya.

Para diaspora lainnya misalnya adalah para pelajar, dan ilmuwan yang di era 70-an dikirim pemerintah, atau melalui biaya sendiri ke Amerika Serikat. Sebagian dari mereka ada yang kembali ke Indonesia dan menempati posisi penting di negeri ini, sebagian lainnya memutuskan untuk menetap dan meniti karirnya untuk bekerja di perusahaan top dunia atau membangun usaha sendiri secara mandiri. Adalah Sri Mulyani Indrawati adalah salah satunya, setelah sempat menjabat sebagai Menteri Keuangan dalam Kabinet Pemerintahan SBY, ekonomi senior ini kemudian mengundurkan diri pada pertengahan 2010 lalu memilih untuk menerima tugas sebagai Managing Director World Bank.

Nama lainnya, adalah Sehat Sutarja. Pria kelahiran Jakarta ini pada awalnya hanya bermimpi menjadi montir radio, namun karena kadung jatuh cinta pada dunia elektronika, iapun memutuskan untuk lebih serius dengan menimba ilmu di Iowa State University. Tak puas sampai disitu, Sehat lalu melanjutkan studinya dan mengambil Program Master di Universitas California-Berkeley.

Kecintaan akan dunia teknologi itu pulalah yang membuatnya berani memutuskan untuk mendirikan Marvell Technology bersama sang istri dan saudaranya Pantas Sutarja. Meski pada tahun 1995 sempat tertatih-tatih, namun pada akhirnya perusahaan tersebut mampu berkembang dengan pesat seiring dengan perkembangan teknologi informasi.Bahkan, pada tahun 2007 Marvell Technology berhasil meraih predikat sebagai perusahaan semikonduktor terbaik ketiga di dunia versi majalah Forbes.


Maksimasi Brain Circulation

Fayakhun menceritatakansejumlah kisah sukses yang telah diraup oleh beberapa diaspora tersebut, maka sontak muncul imaji dan harapan bila Indonesia juga dapat mendapatkan efek brain circulation sebagaimana yang diraih China, India dan Korea Selatan. Hanya saja, hemat penulis paling tidak ada dua persoalan yang membuat efek brain circulation dari para diaspora dengan brain power luar biasa tak kunjung menghampiri Indonesia.

Dijelaskan persoalan pertama adalah masyarakat kita seringkali terjebak pada pemahaman bahwa efek brain circulation hanya dapat diraih bila para diaspora memutuskan untuk "pulang kampung". Padahal, perkembangan teknologi informasi yang terjadi saat ini telah membuat sesuatu yang tidak mungkin menjadi mungkin. Implementasi internet, electronic commerce, electronicdatainterchange, virtual office, dan telemedicine telah menerobos batas-batas fisik antar negara (borderless).

Makanya tidaklah berlebihan jika seorang pakar IBM mengatakan, bahwa "seandainya dunia otomotif mengalami kemajuan sepesat teknologi informasi, saat ini telah dapat diproduksi sebuah mobil berbahan bakar solar, yang dapat dipacu hingga kecepatan maximum 10.000 km/jam, dengan harga beli hanya sekitar 1 dollar Amerika saja."

"Dalam hal ini kita lupa, bila sejak dulu B.J. Habibie sebetulnya telah memiliki visi yang sangat jelas, dimana beliau ingin menghubungkan seluruh Indonesia.Misalnya konektivitas telekomunikasi dengan mempergunakanfiber optic, sementara konektivitas transportasi yang ditindaklanjuti dengan pengembangan industripesawat dan perkapalan," terangnya.

Persoalan kedua, selain memiliki brain power yang di atas rata-rata dan visi world class, para diaspora ini sebetulnya begitu mencintai tanah air nenek moyangnya. Hanya saja, hingga saat ini mereka masih terganjal oleh aturan kewarganegaraan di Indonesia yang tidak menghendaki dwi kewarganegaraan (dual citizenship).

Dalam konsep ketahanan nasional yang sebenarnya, kondisi seperti ini tentu saja bagaikan membuang peluang emas yang ada didepan mata.Karena dalam konsep national security, ketahanan nasional bersandar pada premis bahwa keamanan harus dimaknai dalam pengertian yang holistik (holistic way).Baik yang mencakup segala hal yang terkait dengan ancaman militer maupun non-militer.

"Artinya, meskipun penolakan atas prinsip dual citizenship didasarkan pada pertimbangan keamanan nasional, namun semestinya jangan dilupakan bila ketahanan nasional juga sebetulnya telah memasukan isu-isu human security, sesuai dengan anjuran PBB dan konvensi HAM sedunia," terangnya.

Bila mengacu pada konsep yang dikembangkan UNDP, maka konsep keamanan nasional sejatinya meniscayakan adanya kebebasan dari kekurangan (freedom from want), dan kebebasan dari ketakutan (freedom from fear).Artinya, setiap manusia apalagi warga negara Indonesia semestinya mendapatkan jaminan keamanan dari negaranya untuk memperoleh hak-haknya.

Hanya saja, karena konsep ketahanan nasional yang dikembangkan saat ini masih merupakan warisan dari Pemerintahan Orde Baru, maka konsep ketahanan nasional pun berorientasi ke dalam (inward-looking).Termasuk dalam menghadapi isu kewarganegaraan ganda.

Dimana konsep dwi kewarganegaraan dianggap sebagai pintu masuk munculnya ancaman bagi ketahanan nasional.Baik ancaman munculnya persoalan kependudukan, lunturnya identitas budaya, hingga ancaman spionase dan penyadapan, seperti yang saat ini marak terjadi.Memang betul bahwa persoalan kependudukan dapat menimbulkan ancaman bagi ketahanan nasional, tapi itu hanya dapat terjadi bila para pendatang yang masuk ke dalam negeri tidak memiliki skill yang mumpuni dan tidak diseleksi secara ketat.

Pria kelahiran Semarang, 24 Agustus 1972 menjelaskan Unsur atau Gatra Penduduk dalam konsep Ketahanan Nasional kita telah mengisyaratkan bahwa, penduduk suatu negara sesungguhnya menentukan kekuatan atau ketahanan nasional negara yang bersangkutam.Artinya, penduduk sebagai sumber daya manusia merupakan modal dasar yang penting dalam penyelenggaraan konsepsi ketahanan nasional.

Karena itulah, mengingat kualitas penduduk Indonesia masih sangat memprihatinkan. Hal ini terbukti dengan data Human Development Index 2012, yang menempatkan Indonesia pada urutan 121 dari 187 negara yang ada di dunia. Maka dari itu aturan yang menghambat izin dwi kewarganegaraan bagi para diaspora menjadi layak dipertimbangkan untuk kemudian di amandemen. Apalagi dengan sejumlah kisah kesuksesan para diaspora di luar negeri, yang tak sekadar memberi janji tapi bukti, tentangaspek kualitas, terutama tingkat pendidikan, etos kerja dan kepribadian menghadapi dunia internasional yang mereka miliki.

Ada empat keuntungan utama yang didapat Indonesia ketika dual citizenship diterapkan. Pertama, menambah pendapatan pajak.Ketika seseorang menjadi WNI, maka hak dan kewajibannya sebagai WNI berlaku, meski dia lebih banyak menghabiskan waktu di negara lain. Salah satu kewajiban yang mutlak adalah membayar pajak.Seperti disinggung di depan, warga diaspora yang super sukses di bidangnya tak terhitung jari. Mereka merupakan pembayar pajak potensial bagi Indonesia ketika kewarganegaraannya diakui. Apalagi posisi Indonesia yang berpenduduk lebih dari 260juta jiwa, adalah pasar yang sangat besar, sehingga potensi pemasukan Negara dari pajak, cukai dan PNBP menjadi Golden-Asset keuangan Negara kita.

Kedua, Indonesia berhak mengklaim warga diaspora yang super sukses di bidangnya sebagai anak bangsa Indonesia. Ini akan menaikkan harga diri bangsa Indonesia karena memiliki banyak expertis yang diakui dunia Internasional.

Ketiga, memperluas jaringan (network) business to business (b to b) Diaspora Indonesia yang berada di perantauan dengan warga Indonesia yang berada di dalam negeri. Akses finansial, pemasaran, peningkatan kapasitas sumber daya manusia, pengolahan sumber daya alam, akan meningkat pesat yang pada akhirnya akan menaikkan nilai ekspor Indonesia ke seluruh pasar dunia, dan menjadikan Indonesia mandiri dalam memenuhi kebutuhan pasar domestiknya.

Keempat, Capital Flow-In. Para Diaspora yang berada di perantauan, khususnya yang berada di negara maju, akan melihat competitive advantage dan comparative advantage yang dimiliki Indonesia, dan mereka lebih mengenal Indonesia daripada orang asing, sehingga potensi masuknya modal untuk investasi di Indonesia menjadi signifikan. Contoh yang paling nyata adalah orang Cina Perantauan, yang setelah sukses dan kaya di negara-negaradimana mereka bermukim, mereka memasukkan modal dan investasi di daratan China untuk manufaktur produk-produk unggulan yang mereka kembangkan.

"Sekarang adalah bagaimana kita melihat Diaspora Indonesia : apakah kita mampu menjadikan sebagai Peluang Emas, atau karena malas berpikir sehingga secara naif melihat sebagai beban dan ancaman? Sekali lagi saya mengingatkan bahwa kita saat ini hidup di abad informasi, abad 21. Segalanya telah terhubung (connected world) sehingga hidup berjalan di alam Global Village." tutup caleg DPR RI Dapil Jakarta Pusat, jakarta Selatan dan Luar Negeri ini. (sn01)




__._,_.___
Reply via web post Reply to sender Reply to group Start a New Topic Messages in this topic (1)
Recent Activity:
.

__,_._,___

Tidak ada komentar:

Posting Komentar