Pengakuan dan Penghormatan Terhadap Keberadaan Dan Hak-Hak Masyarakat Adat
Mahkamah Konstitusi mengeluarkan beberapa putusan yang berkaitan dengan keberadaan dan hak-hak masyarakat adat baik dalam perkara pengujian undang-undang maupun dalam putusan perselisihan hasil pemilihan umum. Beberapa putusan MK yang berkaitan dengan keberadaan dan hak-hak masyarakat adat antara lain :
1. Putusan Perkara No. 31/PUU-V/2007 mengenai Pengujian UU No. 31 Tahun 2007 tentang Pembentukan Kota Tual di Provinsi Maluku
2. Putusan Perkara No. 47-81/PHPU.A/VII/2009 mengenai sengketa hasil pemilihan anggota DPD RI yang diajukan oleh Pdt. Elion Numberi dan Hasbi Suib, S.T.
3. Putusan Perkara No. 55/PUU-VIII/2010 mengenai pengujian UU No. 18 Tahun 2004 tentang Perkebunan
4. Putusan Perkara No. 35/PUU-X/2012 mengenai pengujian UU No. 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan
Putusan Perkara No. 31/PUU-V/2007 mengenai Pengujian UU No. 31 Tahun 2007 tentang Pembentukan Kota Tual di Provinsi Maluku menjadi putusan penting dalam memaknai keberadaan masyarakat adat sebab pemohon dalam perkara tersebut menjadikan Pasal 18B ayat (2) UUD 1945 sebagai alat uji dalam permohonannya. Putusan tersebut merupakan putusan pertama yang menjabarkan lebih detail makna dari Pasal 18B ayat (2) UUD 1945.
Putusan Perkara No. 47-81/PHPU.A/VII/2009 merupakan putusan MK dalam perkara sengketa hasil pemilihan umum yang dimohonkan oleh Pdt. Elion Numberi dan Hasbi Suib, S.T. Pemohon mendalilkan bahwa praktik pemilihan di Kabupaten Yahukimo dimana dilakukan dengan model noken, dimana kertas suara dicoblos sendiri oleh kepala suku berdasarkan hasil musyawarah dari masyarakat telah menimbulkan suara tidak sah dan bertentangan dengan asas utama dalam pemilu yang bersifat langsung dan rahasia. MK dalam putusan ini membenarkan mekanisme pemilihan model noken sebagai wujud pengakuan terhadap hak masyarakat adat di bidang politik.
Putusan Perkara No. 55/PUU-VIII/2010 merupakan permohonan pengujian terhadap UU No. 18 Tahun 2004 tentang Perkebunan yang dimohonkan oleh Japin, Vitalis Andi, Sakri dan Ngatimin Alias Keling. Pemohon menguji ketentuan mengenai kriminalisasi masyarakat yang dianggap mengganggu usaha perkebunan dalam UU Kehutanan. Pem ohon juga mendalilkan bahwa konflik-konflik perkebunan yang terjadi telah menimbulkan kerugian dan diskriminasi terhadap masyarakat adat. Dalam putusan itu MK mempertimbangkan pentingnya perlindungan terhadap hak-hak masyarakat adat atas tanah sebagai bagian dari perwujudan nilai-nilai konstitusi.
Putusan Perkara No. 35/PUU-X/2012 mengenai pengujian UU No. 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan dimohonkan oleh Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN), Masyarakat Adat Kenegerian Kuntu di Kabupaten Kampar, Riau dan Masyarakat Adat Kasepuhan Cisitu di Kabupaten Lebak, Banten. Dalam putusan itu, untuk pertama kalinya MK menerima legal standing kesatuan masyarakat hokum adat. MK mengabulkan sebagian permohonan pemohn dalam perkara ini menyangkut pengeluaran keberadaan hutan adat dari hutan Negara.
Tulisan lengkap dari informasi di atas terdapat di Buku Epistema Institute “Pancasila dalam Putusan Mahkamah Konstitusi: Kajian Terhadap Putusan Mahkamah Konstitusi dalam Perkara yang Berkaitan Dengan Perlindungan Hak Kelompok Marjinal”. Buku ini bisa didapatkan di http://epistema.or.id/pancasila-dalam-putusan-mahkamah-konstitusi/
-- Luluk Uliyah Knowledge and Media Manager Epistema Institute Jl. Jati Mulya IV No.23, Jakarta 12540 Telp. 021‐78832167, Fax.021‐7823957, HP. 0815 1986 8887 www.epistema.or.id | fb: Epistema Inst | t: @yayasanepistema “Belajar dan Berbagi untuk Keadilan Eko-Sosial”
This email is free from viruses and malware because avast! Antivirus protection is active. |
Reply via web post | Reply to sender | Reply to group | Start a New Topic | Messages in this topic (1) |