Penyalahgunaan Dana Rakyat via SPBU : Mabes Polri Gulung Sindikat BBM Kakap melibatkan SPBU di surabaya
Borong Solar ke SPBU, Pelaku Kerahkan Puluhan Truk Modifikasi
SURABAYA - Sindikat penimbun dan pengoplos solar berskala jumbo dibongkar di Surabaya kemarin (18/5). Tidak tanggung-tanggung, kasus itu diungkap langsung oleh Direktorat V Tindak Pidana Tertentu (Tipiter) Mabes Polri. Berdasar perhitungan kasar, setidaknya negara dirugikan sekitar Rp 7,5 miliar per bulan.
Dalam pengungkapan tersebut, polisi menyegel gudang yang tidak mempunyai plang nama milik PT Rashwa Getra Nirwana di kawasan Sidotopo Lor.
Juga, menyita sekitar 20 truk, yang sembilan di antaranya bermuatan solar. Selain itu, polisi mengamankan tangki-tangki yang dipakai untuk menimbun solar dan puluhan truk yang telah dimodifikasi sehingga di dalamnya berisi tangki-tangki BBM (bahan bakar minyak).
Pengungkapan kasus itu bermula ketika Tim Reserse Tipiter Mabes Polri menangkap basah transaksi solar ilegal di Dermaga Mirah, Pelabuhan Tanjung Perak, sekitar pukul 02.00 kemarin. Dari operasi tangkap tangan itu, anak buah Kasubdit V Dit Tipiter Bareskrim Mabes Polri Kombespol Bahagia Dachi menangkap satu orang.
Dia adalah Anom Setija Legawa alias Yoyok. Dia merupakan bos PT Rashwa Getra Nirwana, perusahaan yang menyuplai solar ilegal. ''Sayang, satu orang yang menjadi agen perantara penjualannya tidak ada di tempat transaksi. Saat ini masih buron,'' kata seorang petugas yang ikut menangani kasus itu.
Petugas yang tidak mau disebutkan namanya tersebut juga mengatakan bahwa pihaknya sudah lebih dari sebulan ini mengincar gerak-gerik Yoyok. ''Sebelumnya, kami mendapat informasi adanya penjualan solar ilegal dalam jumlah besar di kawasan Pelabuhan Tanjung Perak,'' terangnya. Hasil penyelidikan awal kemudian mengarah ke perusahaan Yoyok.
Selanjutnya, polisi menguntit bos "OPEC darat" tersebut. OPEC darat merupakan istilah prokem di kalangan dunia bawah tanah untuk menyebut pemain BBM ilegal. Yakni, orang-orang yang memanfaatkan selisih antara harga BBM bersubsidi dan BBM industri serta menjual BBM bersubsidi itu ke industri atau pihak-pihak yang tak berhak secara ilegal.
Dalam kasus Yoyok tersebut, polisi menemukan bukti meyakinkan bahwa solar bersubsidi itu dijual kepada kapal yang berukuran di atas 30 GT (gross tonnage). Padahal, regulasi yang ditetapkan pemerintah (Badan Pengatur Hilir Migas) melarangnya.
Penguntitan selama sebulan tersebut membuahkan hasil. Aparat berbaju cokelat itu mengetahui modus operandi sindikat Yoyok. ''Ternyata cukup sederhana. Yakni, solar subsidinya diperoleh dari SPBU-SPBU resmi,'' katanya. Cara mendapatkan solar subsidi itu juga terbilang klasik. Yakni, memodifikasi truk-truk besar menjadi tangki berjalan. Di dalam truk-truk dengan bak dari kayu itu, terdapat tangki sehingga dari luar tidak ada perbedaan dengan truk biasa.
Yang berbeda pada sindikat Yoyok adalah skalanya. Selain truk yang dikerahkan untuk memborong BBM ke SPBU-SPBU berukuran besar, modifikasi tangki pun tidak tanggung-tanggung. ''Rata-rata berisi 500 liter. Bahkan, ada satu truk yang dimodifikasi bisa meminum 1 ton (1.000 liter) solar,'' papar sumber tersebut.
Petugas itu menyatakan masih mengembangkan penyelidikan, bagaimana seorang petugas SPBU tidak curiga dengan pembelian solar berjumlah tidak wajar untuk satu truk. ''Apakah ada kongkalikong dengan petugas SPBU atau apakah ada SPBU sendiri yang ikut bermain untuk menggangsir solar subsidi, itu masih kami kembangkan,'' katanya.
Yang jelas, dengan modus klasik dan sederhana tersebut, sindikat Yoyok mampu mengumpulkan 40-50 ton solar per hari. ''Kami punya catatan akurat, bagaimana satu truk modifikasian dalam sehari bisa enam sampai tujuh kali berkeliling untuk membeli solar,'' tutur petugas tersebut.
Dalam sebulan, polisi mencatat bahwa sindikat Yoyok bisa mengumpulkan 1.200-1.500 ton solar. ''Catatan penjualan menunjukkan rata-rata 1.200 ton solar,'' lanjut penyidik itu. Berdasar perhitungan kasar, negara merugi sekitar Rp 7,5 miliar per bulan. Itu berdasar total penjualan solar bersubsidi ke industri dikalikan selisih harga yang mencapai Rp 5 ribu per liter.
Selisih harga antara solar subsidi dan solar industri memang cukup jauh. Solar subsidi hanya dibanderol Rp 5.500, sedangkan harga dasar solar industri mencapai Rp 11.600. Ditambah dengan pajak pertambahan nilai (PPN) 10 persen, pajak bahan bakar kendaraan bermotor (PBBKB) 7,5 persen, dan pajak penghasilan (PPH) 0,3 persen, harganya bisa mencapai Rp 13 ribu per liter.
Kepada penyidik, Yoyok meng aku menjual solar Rp 7.300 per liter. Namun, tentu saja polisi tidak percaya begitu saja dengan pengakuannya. ''Itu lho, dijual Rp 10 ribu per liter saja sudah rebutan. Agennya bisa menjualnya lagi seharga Rp 11 ribu,'' jelas penyidik. Apalagi tiap kapal rata-rata membeli solar antara 20-30 ton sekali isi. Selisih Rp 1.000 per liter saja dengan harga pasar, pemilik kapal tentu akan memilih membeli solar Yoyok.
Sumber tersebut mengatakan bahwa pihaknya akan mengembangkan penyidikan kasus itu selama dua-tiga hari di Surabaya, kemudian melanjutkan prosesnya di Jakarta. ''Kami akan langsung menahannya,'' katanya.
Kasubdit V Tipiter Bareskrim Mabes Polri Kombespol Bahagia Dachi belum bisa dikonfirmasi. Telepon seluler mantan Kapolresta Surabaya Selatan tersebut tidak aktif.
Kadivhumas Mabes Polri Irjen Pol Ronny Franky Sompie mengatakan, pihaknya belum mendapat laporan lengkap terkait dengan kasus itu. ''Memang informasinya ada penangkapan BBM ilegal di Surabaya. Tapi, soal detailnya, nanti dulu. Petugas masih mengembangkannya. Nanti kalau sudah terungkap semua, pasti kami rilis,'' ucap perwira dengan dua bintang di pundak tersebut.
Yoyok ketika ditanya soal kasus itu tidak mau berkomentar. Dia hanya memandang Jawa Pos sambil tersenyum, kemudian berlalu menuju Mapolsek Simokerto yang menjadi tempat transit sebelum dia dibawa ke Jakarta. Begitu juga saat diambil gambarnya, dia hanya tersenyum sambil mengacungkan dua jari membentuk huruf V.
Di bagian lain, Assistant Manager External Relation Pertamina Marketing Operation Region V Jatim Heppty Wulansari mengatakan bahwa pengawasan terhadap SPBU oleh aparat saat ini sebenarnya sudah ketat. ''Pada awal-awal mulai munculnya modifikasi tangki, kami akui sempat sulit. Tapi, kami terus menyosialisasikan ke SPBU untuk menolak melayani pembelian dalam jumlah tak wajar. Atau, bisa kami putus kontraknya,'' tegasnya.
Menurut dia, yang paling sulit dicegah adalah modus membeli dengan berpindah-pindah. ''Misalnya, beli jumlah wajar di satu SPBU, kemudian pindah ke SPBU lain hingga tangki modifikasinya itu penuh. Ini yang sulit kami antisipasi,'' ucapnya.
Yang jelas, lanjut Heppy, pihaknya sangat berterima kasih kepada polisi yang menggelar operasi penangkapan seperti ini. ''Kami siap membantu penyidikan polisi jika dibutuhkan. Kalau memang ada SPBU yang terlibat, kami tak segan-segan menjatuhkan sanksi. Bila ringan, maka hanya administratif, terangnya. Tapi, bila memang terlibat penuh, SPBU bisa di-PHU (pemutusan hubungan usaha).
Gerebek Ratusan Ton Solar Ilegal
Tersangka : Anom Setyo Legowo alias Yoyok, bos PT Rashwa Getra Nirwana
TKP penangkapan : Dermaga Mirah, Pelabuhan Tanjung Perak
Barang bukti disita:
- 20 truk tangki berukuran 4-24 ton yang berisi solar.
- 15 truk yang dimodifikasi untuk membeli solar sebanyak-banyaknya di SPBU. Truk-truk itu juga berisi solar.
- Satu unit mobil Wrangler Unlimited Rubicon bernopol B 71 KS.
- Sejumlah dokumen jual beli solar yang diduga ilegal.
Modus:
- Memodifikasi sejumlah truk menjadi semacam kendaraan tangki rahasia. Ada yang berkapasitas 1 ton, tapi rata-rata sekitar 500 liter.
- Tiap hari mengeluarkan armada truk tangki rahasianya untuk membeli BBM di SPBU-SPBU di berbagai titik. Per hari bisa menyimpan 40-50 ton solar.
- Yoyok diduga mengoplos BBM itu dengan minyak dari sejumlah sumur minyak tradisionalnya di Bojonegoro atau dengan larutan khusus sehingga solar subsidi 40 ton bisa diperbanyak menjadi sekitar 70 ton.
- Melalui perantaraan satu orang berinisial W yang masih buron, Yoyok menjual solar ke kapal-kapal. Dia memanfaatkan selisih harga solar subsidi dan solar industri. Harga solar subsidi Rp 5.500, sedangkan solar industri Rp 11.600.
Baca juga :
Aksi Curang Pengusaha SPBU Nakal ==>http://jaringanantikorupsi.blogspot.com/2014/05/medianusantara-aksi-curang-pengusaha.html?m=0
Borong Solar ke SPBU, Pelaku Kerahkan Puluhan Truk Modifikasi
SURABAYA - Sindikat penimbun dan pengoplos solar berskala jumbo dibongkar di Surabaya kemarin (18/5). Tidak tanggung-tanggung, kasus itu diungkap langsung oleh Direktorat V Tindak Pidana Tertentu (Tipiter) Mabes Polri. Berdasar perhitungan kasar, setidaknya negara dirugikan sekitar Rp 7,5 miliar per bulan.
Dalam pengungkapan tersebut, polisi menyegel gudang yang tidak mempunyai plang nama milik PT Rashwa Getra Nirwana di kawasan Sidotopo Lor.
Juga, menyita sekitar 20 truk, yang sembilan di antaranya bermuatan solar. Selain itu, polisi mengamankan tangki-tangki yang dipakai untuk menimbun solar dan puluhan truk yang telah dimodifikasi sehingga di dalamnya berisi tangki-tangki BBM (bahan bakar minyak).
Pengungkapan kasus itu bermula ketika Tim Reserse Tipiter Mabes Polri menangkap basah transaksi solar ilegal di Dermaga Mirah, Pelabuhan Tanjung Perak, sekitar pukul 02.00 kemarin. Dari operasi tangkap tangan itu, anak buah Kasubdit V Dit Tipiter Bareskrim Mabes Polri Kombespol Bahagia Dachi menangkap satu orang.
Dia adalah Anom Setija Legawa alias Yoyok. Dia merupakan bos PT Rashwa Getra Nirwana, perusahaan yang menyuplai solar ilegal. ''Sayang, satu orang yang menjadi agen perantara penjualannya tidak ada di tempat transaksi. Saat ini masih buron,'' kata seorang petugas yang ikut menangani kasus itu.
Petugas yang tidak mau disebutkan namanya tersebut juga mengatakan bahwa pihaknya sudah lebih dari sebulan ini mengincar gerak-gerik Yoyok. ''Sebelumnya, kami mendapat informasi adanya penjualan solar ilegal dalam jumlah besar di kawasan Pelabuhan Tanjung Perak,'' terangnya. Hasil penyelidikan awal kemudian mengarah ke perusahaan Yoyok.
Selanjutnya, polisi menguntit bos "OPEC darat" tersebut. OPEC darat merupakan istilah prokem di kalangan dunia bawah tanah untuk menyebut pemain BBM ilegal. Yakni, orang-orang yang memanfaatkan selisih antara harga BBM bersubsidi dan BBM industri serta menjual BBM bersubsidi itu ke industri atau pihak-pihak yang tak berhak secara ilegal.
Dalam kasus Yoyok tersebut, polisi menemukan bukti meyakinkan bahwa solar bersubsidi itu dijual kepada kapal yang berukuran di atas 30 GT (gross tonnage). Padahal, regulasi yang ditetapkan pemerintah (Badan Pengatur Hilir Migas) melarangnya.
Penguntitan selama sebulan tersebut membuahkan hasil. Aparat berbaju cokelat itu mengetahui modus operandi sindikat Yoyok. ''Ternyata cukup sederhana. Yakni, solar subsidinya diperoleh dari SPBU-SPBU resmi,'' katanya. Cara mendapatkan solar subsidi itu juga terbilang klasik. Yakni, memodifikasi truk-truk besar menjadi tangki berjalan. Di dalam truk-truk dengan bak dari kayu itu, terdapat tangki sehingga dari luar tidak ada perbedaan dengan truk biasa.
Yang berbeda pada sindikat Yoyok adalah skalanya. Selain truk yang dikerahkan untuk memborong BBM ke SPBU-SPBU berukuran besar, modifikasi tangki pun tidak tanggung-tanggung. ''Rata-rata berisi 500 liter. Bahkan, ada satu truk yang dimodifikasi bisa meminum 1 ton (1.000 liter) solar,'' papar sumber tersebut.
Petugas itu menyatakan masih mengembangkan penyelidikan, bagaimana seorang petugas SPBU tidak curiga dengan pembelian solar berjumlah tidak wajar untuk satu truk. ''Apakah ada kongkalikong dengan petugas SPBU atau apakah ada SPBU sendiri yang ikut bermain untuk menggangsir solar subsidi, itu masih kami kembangkan,'' katanya.
Yang jelas, dengan modus klasik dan sederhana tersebut, sindikat Yoyok mampu mengumpulkan 40-50 ton solar per hari. ''Kami punya catatan akurat, bagaimana satu truk modifikasian dalam sehari bisa enam sampai tujuh kali berkeliling untuk membeli solar,'' tutur petugas tersebut.
Dalam sebulan, polisi mencatat bahwa sindikat Yoyok bisa mengumpulkan 1.200-1.500 ton solar. ''Catatan penjualan menunjukkan rata-rata 1.200 ton solar,'' lanjut penyidik itu. Berdasar perhitungan kasar, negara merugi sekitar Rp 7,5 miliar per bulan. Itu berdasar total penjualan solar bersubsidi ke industri dikalikan selisih harga yang mencapai Rp 5 ribu per liter.
Selisih harga antara solar subsidi dan solar industri memang cukup jauh. Solar subsidi hanya dibanderol Rp 5.500, sedangkan harga dasar solar industri mencapai Rp 11.600. Ditambah dengan pajak pertambahan nilai (PPN) 10 persen, pajak bahan bakar kendaraan bermotor (PBBKB) 7,5 persen, dan pajak penghasilan (PPH) 0,3 persen, harganya bisa mencapai Rp 13 ribu per liter.
Kepada penyidik, Yoyok meng aku menjual solar Rp 7.300 per liter. Namun, tentu saja polisi tidak percaya begitu saja dengan pengakuannya. ''Itu lho, dijual Rp 10 ribu per liter saja sudah rebutan. Agennya bisa menjualnya lagi seharga Rp 11 ribu,'' jelas penyidik. Apalagi tiap kapal rata-rata membeli solar antara 20-30 ton sekali isi. Selisih Rp 1.000 per liter saja dengan harga pasar, pemilik kapal tentu akan memilih membeli solar Yoyok.
Sumber tersebut mengatakan bahwa pihaknya akan mengembangkan penyidikan kasus itu selama dua-tiga hari di Surabaya, kemudian melanjutkan prosesnya di Jakarta. ''Kami akan langsung menahannya,'' katanya.
Kasubdit V Tipiter Bareskrim Mabes Polri Kombespol Bahagia Dachi belum bisa dikonfirmasi. Telepon seluler mantan Kapolresta Surabaya Selatan tersebut tidak aktif.
Kadivhumas Mabes Polri Irjen Pol Ronny Franky Sompie mengatakan, pihaknya belum mendapat laporan lengkap terkait dengan kasus itu. ''Memang informasinya ada penangkapan BBM ilegal di Surabaya. Tapi, soal detailnya, nanti dulu. Petugas masih mengembangkannya. Nanti kalau sudah terungkap semua, pasti kami rilis,'' ucap perwira dengan dua bintang di pundak tersebut.
Yoyok ketika ditanya soal kasus itu tidak mau berkomentar. Dia hanya memandang Jawa Pos sambil tersenyum, kemudian berlalu menuju Mapolsek Simokerto yang menjadi tempat transit sebelum dia dibawa ke Jakarta. Begitu juga saat diambil gambarnya, dia hanya tersenyum sambil mengacungkan dua jari membentuk huruf V.
Di bagian lain, Assistant Manager External Relation Pertamina Marketing Operation Region V Jatim Heppty Wulansari mengatakan bahwa pengawasan terhadap SPBU oleh aparat saat ini sebenarnya sudah ketat. ''Pada awal-awal mulai munculnya modifikasi tangki, kami akui sempat sulit. Tapi, kami terus menyosialisasikan ke SPBU untuk menolak melayani pembelian dalam jumlah tak wajar. Atau, bisa kami putus kontraknya,'' tegasnya.
Menurut dia, yang paling sulit dicegah adalah modus membeli dengan berpindah-pindah. ''Misalnya, beli jumlah wajar di satu SPBU, kemudian pindah ke SPBU lain hingga tangki modifikasinya itu penuh. Ini yang sulit kami antisipasi,'' ucapnya.
Yang jelas, lanjut Heppy, pihaknya sangat berterima kasih kepada polisi yang menggelar operasi penangkapan seperti ini. ''Kami siap membantu penyidikan polisi jika dibutuhkan. Kalau memang ada SPBU yang terlibat, kami tak segan-segan menjatuhkan sanksi. Bila ringan, maka hanya administratif, terangnya. Tapi, bila memang terlibat penuh, SPBU bisa di-PHU (pemutusan hubungan usaha).
Gerebek Ratusan Ton Solar Ilegal
Tersangka : Anom Setyo Legowo alias Yoyok, bos PT Rashwa Getra Nirwana
TKP penangkapan : Dermaga Mirah, Pelabuhan Tanjung Perak
Barang bukti disita:
- 20 truk tangki berukuran 4-24 ton yang berisi solar.
- 15 truk yang dimodifikasi untuk membeli solar sebanyak-banyaknya di SPBU. Truk-truk itu juga berisi solar.
- Satu unit mobil Wrangler Unlimited Rubicon bernopol B 71 KS.
- Sejumlah dokumen jual beli solar yang diduga ilegal.
Modus:
- Memodifikasi sejumlah truk menjadi semacam kendaraan tangki rahasia. Ada yang berkapasitas 1 ton, tapi rata-rata sekitar 500 liter.
- Tiap hari mengeluarkan armada truk tangki rahasianya untuk membeli BBM di SPBU-SPBU di berbagai titik. Per hari bisa menyimpan 40-50 ton solar.
- Yoyok diduga mengoplos BBM itu dengan minyak dari sejumlah sumur minyak tradisionalnya di Bojonegoro atau dengan larutan khusus sehingga solar subsidi 40 ton bisa diperbanyak menjadi sekitar 70 ton.
- Melalui perantaraan satu orang berinisial W yang masih buron, Yoyok menjual solar ke kapal-kapal. Dia memanfaatkan selisih harga solar subsidi dan solar industri. Harga solar subsidi Rp 5.500, sedangkan solar industri Rp 11.600.
Baca juga :
Aksi Curang Pengusaha SPBU Nakal ==>http://jaringanantikorupsi.blogspot.com/2014/05/medianusantara-aksi-curang-pengusaha.html?m=0
__._,_.___
Reply via web post | • | Reply to sender | • | Reply to group | • | Start a New Topic | • | Messages in this topic (1) |
Just launched ! Link preview on Yahoo Groups
Visit your Group on the web, simply paste the link to the article, photo or video you wish to share in the message you are composing.
.
__,_._,___
Tidak ada komentar:
Posting Komentar