Pilpres 2014, Berpotensi Calon Tunggal ?
Berdasarkan Peraturan KPU no 15 tahun 2014 tentang syarat capres cawapres:
Point 2 : ..... Tdk pernah menerima (.. dan atau mengajukan) kewarganegaraan lain karena kehendaknya sendiri
Point 7 : tdk sedang memiliki tanggungan utang secara perseorangan atau secara badan hukum
Point 8 : Tidak sedang dinyatakan pailit berdasarkan putusan pengadilan
Berdasarkan Peraturan KPU no 15 tahun 2014 tentang syarat capres cawapres:
Point 2 : ..... Tdk pernah menerima (.. dan atau mengajukan) kewarganegaraan lain karena kehendaknya sendiri
Point 7 : tdk sedang memiliki tanggungan utang secara perseorangan atau secara badan hukum
Point 8 : Tidak sedang dinyatakan pailit berdasarkan putusan pengadilan
Status Warga Negara Jordania Hanya Diberikan Kalau Diminta
Cairo, Kompas. Kerajaan Jordania, berdasarkan keputusan sidang Dewan Kabinet akhir November lalu memang telah memberi status warga negara kepada mantan Panglima Kostrad Letjen (Purn) Prabowo Subianto dan sejumlah tokoh lain, antara lain dari Irak dan Pakistan, sesuai dengan permintaan bersangkutan tanpa motivasi politik apa pun.
Mereka telah meminta status warga negara Jordania pada awal Maret 1998. Dan, Dewan Kabinet, setelah mendapat persetujuan Raja, menerima permintaan mereka itu pada akhir November lalu, yakni persisnya dua pekan sebelum diberitakan media massa setempat pada hari Sabtu (12/12).
Demikian dikemukakan Kepala Desk Politik harian Ar Ra'i Faisal Malkawi yang dihubungi wartawan Kompas Musthafa Abd Rahman dari Cairo, Mesir, Rabu (23/12). Ditegaskan Malkawi, status warga negara Jordania hanya bisa diperoleh kalau diminta, baik langsung atau tidak langsung, dan telah memenuhi syarat sesuai dengan undang-undang kerajaan. "Kerajaan Jordania tidak akan memberi status warga negara kalau tidak diminta," katanya.
Harian Ar Ra'i edisi 12 Desember 1998 memberitakan bahwa Jordania berdasarkan dekrit Raja (Royal Decree) memberi status warga negara kepada sejumlah tokoh, termasuk Prabowo Subianto. Namun menurut sumber KBRI di Amman, pihaknya masih melacak kebenaran berita tersebut.
"Kami telah mengirim nota pertanyaan kepada Kementerian Luar Negeri Jordania tentang berita itu, yang sampai sekarang belum memperoleh jawaban," kata sumber di KBRI itu.
"Kami juga telah menanyakan langsung kepada redaksi harian Ar Ra'i, tetapi jawabannya adalah mereka hanya menurunkan berita itu sesuai dengan yang diperoleh di lapangan," katanya.
Bukan suaka politik
Malkawi lebih jauh mengatakan, pemberian status warga negara bukan berarti pemberian suaka politik, dan siapa pun yang memperoleh warga negara Jordania tidak mesti harus atau pernah berdomisili di negara tersebut. "Tidak sama antara status warga negara dan suaka politik. Jadi jangan disalahtafsirkan," katanya.
Apakah Raja Hussein langsung atau putra mahkota Emir Hasan yang menyetujui memberi status warga negara kepada Prabowo, menurut Malkawi, tidak ada persoalan secara undang-undang. Sebab, Raja Hussein bulan Agustus lalu telah memberi wewenang monarki sepenuhnya kepada adiknya, putra mahkota Emir Hasan Bin Talal.
"Jordania tanpa motivasi politik apa pun bisa setiap saat memberi status warga negara kepada warga negara biasa (tidak terikat kedinasan), baik warga Arab maupun asing. Mantan Panglima Kostrad Letjen (Purn) Prabowo Subianto bisa saja memperoleh warga negara Jordania karena dia sudah pensiun dari dinas kemiliteran," ungkap Malkawi lagi.
Segera panggil
Mengenai pemberian status kewarganegaraan Jordania itu, Direktur Eksekutif Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat (Elsam) Abdul Hakim Garuda Nusantara, Ketua Badan Pengurus YLBHI Bambang Widjojanto, dan Koordinator Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) Munir, sama-sama berpendapat agar pemerintah segera memanggil Prabowo pulang ke Indonesia.
"Kita melihat keberangkatan Prabowo yang dinyatakan tidak untuk melarikan diri tetapi untuk umroh, adalah sesuatu yang penting. Pemerintah yang menjamin itu, sehingga pemerintahlah yang bertanggung jawab untuk memanggil dan mengembalikan Prabowo ke Indonesia. Kalau dia (Prabowo) memilih jadi warga negara Indonesia saja, itu tentu akan lebih baik," jelasnya.
Sementara Ketua Subtim Kesaksian Tim Gabungan Pencari Fakta (TGPF) Bambang W Soeharto mengatakan, adalah hak Prabowo apabila yang bersangkutan membantah tuduhan telah mendalangi berbagai peristiwa, terutama hasil TGPF mengenai peristiwa 14 Mei 1998.
"Silakan saja (menolak), tidak ada masalah. Tetapi yang penting pemerintah sudah sampai kepada keputusan begitu. Hasil temuan TGPF ini cukup valid," kata Bambang. (pep/oki)
Cairo, Kompas. Kerajaan Jordania, berdasarkan keputusan sidang Dewan Kabinet akhir November lalu memang telah memberi status warga negara kepada mantan Panglima Kostrad Letjen (Purn) Prabowo Subianto dan sejumlah tokoh lain, antara lain dari Irak dan Pakistan, sesuai dengan permintaan bersangkutan tanpa motivasi politik apa pun.
Mereka telah meminta status warga negara Jordania pada awal Maret 1998. Dan, Dewan Kabinet, setelah mendapat persetujuan Raja, menerima permintaan mereka itu pada akhir November lalu, yakni persisnya dua pekan sebelum diberitakan media massa setempat pada hari Sabtu (12/12).
Demikian dikemukakan Kepala Desk Politik harian Ar Ra'i Faisal Malkawi yang dihubungi wartawan Kompas Musthafa Abd Rahman dari Cairo, Mesir, Rabu (23/12). Ditegaskan Malkawi, status warga negara Jordania hanya bisa diperoleh kalau diminta, baik langsung atau tidak langsung, dan telah memenuhi syarat sesuai dengan undang-undang kerajaan. "Kerajaan Jordania tidak akan memberi status warga negara kalau tidak diminta," katanya.
Harian Ar Ra'i edisi 12 Desember 1998 memberitakan bahwa Jordania berdasarkan dekrit Raja (Royal Decree) memberi status warga negara kepada sejumlah tokoh, termasuk Prabowo Subianto. Namun menurut sumber KBRI di Amman, pihaknya masih melacak kebenaran berita tersebut.
"Kami telah mengirim nota pertanyaan kepada Kementerian Luar Negeri Jordania tentang berita itu, yang sampai sekarang belum memperoleh jawaban," kata sumber di KBRI itu.
"Kami juga telah menanyakan langsung kepada redaksi harian Ar Ra'i, tetapi jawabannya adalah mereka hanya menurunkan berita itu sesuai dengan yang diperoleh di lapangan," katanya.
Bukan suaka politik
Malkawi lebih jauh mengatakan, pemberian status warga negara bukan berarti pemberian suaka politik, dan siapa pun yang memperoleh warga negara Jordania tidak mesti harus atau pernah berdomisili di negara tersebut. "Tidak sama antara status warga negara dan suaka politik. Jadi jangan disalahtafsirkan," katanya.
Apakah Raja Hussein langsung atau putra mahkota Emir Hasan yang menyetujui memberi status warga negara kepada Prabowo, menurut Malkawi, tidak ada persoalan secara undang-undang. Sebab, Raja Hussein bulan Agustus lalu telah memberi wewenang monarki sepenuhnya kepada adiknya, putra mahkota Emir Hasan Bin Talal.
"Jordania tanpa motivasi politik apa pun bisa setiap saat memberi status warga negara kepada warga negara biasa (tidak terikat kedinasan), baik warga Arab maupun asing. Mantan Panglima Kostrad Letjen (Purn) Prabowo Subianto bisa saja memperoleh warga negara Jordania karena dia sudah pensiun dari dinas kemiliteran," ungkap Malkawi lagi.
Segera panggil
Mengenai pemberian status kewarganegaraan Jordania itu, Direktur Eksekutif Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat (Elsam) Abdul Hakim Garuda Nusantara, Ketua Badan Pengurus YLBHI Bambang Widjojanto, dan Koordinator Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) Munir, sama-sama berpendapat agar pemerintah segera memanggil Prabowo pulang ke Indonesia.
"Kita melihat keberangkatan Prabowo yang dinyatakan tidak untuk melarikan diri tetapi untuk umroh, adalah sesuatu yang penting. Pemerintah yang menjamin itu, sehingga pemerintahlah yang bertanggung jawab untuk memanggil dan mengembalikan Prabowo ke Indonesia. Kalau dia (Prabowo) memilih jadi warga negara Indonesia saja, itu tentu akan lebih baik," jelasnya.
Sementara Ketua Subtim Kesaksian Tim Gabungan Pencari Fakta (TGPF) Bambang W Soeharto mengatakan, adalah hak Prabowo apabila yang bersangkutan membantah tuduhan telah mendalangi berbagai peristiwa, terutama hasil TGPF mengenai peristiwa 14 Mei 1998.
"Silakan saja (menolak), tidak ada masalah. Tetapi yang penting pemerintah sudah sampai kepada keputusan begitu. Hasil temuan TGPF ini cukup valid," kata Bambang. (pep/oki)
__._,_.___
Posted by: Al Faqir Ilmi <alfaqirilmi@yahoo.com>
Reply via web post | • | Reply to sender | • | Reply to group | • | Start a New Topic | • | Messages in this topic (1) |
.
__,_._,___
Tidak ada komentar:
Posting Komentar