Jumat, 26 September 2014

[Media_Nusantara] Release Media HuMa: Penetapan Hutan Adat [3 Attachments]

 
[Attachment(s) from Luluk Uliyah included below]

Kawan-kawan jurnalis sekalian,

Terima kasih atas kehadirannya dalam Diskusi Media HuMa "Pemaparan Hasil Riset di 13 Wilayah terkait Identifikasi Hutan Adat". Kegiatan ini merupakan rangkaian dari kegiatan "Dialog Nasional Penetapan Hutan Adat Demi Terwujudnya Kesejahteraan Masyarakat" yang akan diselenggarakan di Hotel Royal Kuningan, 2 Oktober 2014.

Kami akan mengundang kembali kawan-kawan untuk hadir dalam Konferensi Pers Jelang Dialog Nasional pada 1 Oktober 2014 jam 10.00 - 12.00 di Dapur Sunda, Setiabudi Building, Jl. Rasuna Said Jakarta Selatan.

Juga tentunya kami harapkan hadir dan meliput pada kegiatan inti "Dialog Nasional Penetapan Hutan Adat Demi Terwujudnya Kesejahteraan Masyarakat" yang akan diselenggarakan di Hotel Royal Kuningan, 2 Oktober 2014.

Untuk detail acara di Dialog Nasional Penetapan Hutan Adat akan kami susulkan segera.

Berikut kami kirimkan release media Diskusi Media HuMa "Pemaparan Hasil Riset di 13 Wilayah terkait Identifikasi Hutan Adat".

Salam hangat,

Luluk Uliyah
------------------

Siaran Pers

 

Penetapan Hutan Adat:

 

Restitusi Negara atas Pelanggaran Hak Konstitusional Masyarakat Adat atas Wilayah/Hutan Adatnya

 

Jakarta, 26 September 2014. Lebih dari setahun Putusan MK 35/2012 telah dikeluarkan oleh Mahkamah Konstitusi. Ironisnya, hingga kini putusan tersebut belum terimplementasi. Padahal Putusan itu merupakan bentuk koreksi atas proses negaraisasi hutan adat yang telah berlangsung puluhan tahun yang menyebabkan pelanggaran hak-hak konstitusional masyarakat hukum adat atas wilayah/hutan adatnya. Pemerintah perlu menyegerakan penetapan hutan adat sebagai implementasi Putusan MK 35/2012.

 

Penetapan hutan adat penting untuk menjamin kepastian hak-hak konstitusional masyarakat hukum adat atas wilayah/hutannya dalam rangka mewujudkan kesejahteraan masyarakat hukum adat, seperti yang dicita-citakan dalam Konstitusi,” ungkap Andiko, Direktur Eksekutif Perkumpulan HuMa Indonesia dalam Diskusi Media jelang agenda Dialog Nasional “Penetapan Hutan Adat Demi Terwujudnya Kesejahteraan Masyarakat.”

 

Dialog Nasional tersebut akan diselenggarakan oleh Perkumpulan HuMa, JKMA Aceh, Perkumpulan QBar, KKI Warsi, Forum Komunikasi Kehutanan Masyarakat (FKKM), RMI Bogor, Akar Foundation, LBBT Pontianak, Perkumpulan Wallacea, AMAN Sulsel, Perkumpulan Bantaya, Yayasan Merah Putih (YMP) Palu, Perkumpulan Serumpun, PADI dan Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan (Balitbanghut) Kementerian Kehutanan, pada tanggal 2 Oktober 2014.

 

Selama satu tahun terakhir, Perkumpulan HuMa Indonesia beserta mitra-mitranya telah melakukan uji legal dan sosial penetapan hutan adat di 13 lokasi. Seperti diketahui, penetapan hutan adat tergantung pada subyek pemegang haknya, yakni masyarakat hukum adat. Penetapannya dilakukan berdasar Peraturan Daerah dan/atau Surat Keputusan Kepala Daerah.

 

Lokasi-lokasi riset identifikasi wilayah/hutan adat dilaksanakan di Mukim Lango, Kabupaten Aceh Barat dan Mukim Beungga, Pidie di Nanggroe Aceh Darussalam, Marga Serampas di Kabupaten Merangin di Jambi, Marga Suku IX di Kabupaten Lebong di Bengkulu, Nagari Guguak Malalo, Kabupaten Tanah Datar dan Nagari Simpang, Kabupaten Pasaman di Sumatera Barat. serta Suku Taa Wana di Morowali di Sulawesi Tengah.

 

Selain itu masyarakat hukum adat yang didorong penetapan subyek dan wilayah adat termasuk hutannya adalah: Kasepuhan Karang di Kabupaten Lebak Banten, Tapang Sambas Kabupaten Sekadau dan Ketemenggungan Siyai di Kalimantan Barat, Masyarakat Kampong Muluy, Kabupaten Paser di Kalimantan Timur, Amatoa Kajang di Kabupaten Bulukumba dan Masyarakat Adat Seko di Kabupaten Luwu Utara di Sulawesi Selatan, dan To Marena di Kabupaten Sigi

 

Uji legal mengidentifikasi bahwa banyak masyarakat hukum adat telah diakui keberadaan hukumnya oleh Peraturan Daerah dan/atau Surat Keputusan Kepala Daerah. Sebagai contoh misalnya; Perda Kabupaten Morowali No. 13 tahun 2012 tentang Pengakuan dan Perlindungan Masyarakat Hukum Adat Suku Tau Taa Wana, SK Bupati Luwu Utara No. 300 tahun 2004 tentang Keberadaan Masyarakat Adat Seko, Di beberapa tempat di antaranya bahkan telah mengakui secara jelas mengenai keberadaan hutan adat, macam di Kabupaten Merangin dan Kabupaten Kerinci, di Jambi.

 

Temuan-temuan tersebut dan Putusan MK 35 tahun 2012 menjadi sebuah “oase” sekaligus sebagai pintu utama untuk memulihkan kembali hak masyarakat adat dan wilayah hutannya. Dalam rangka itu, implementasi penetapan hutan adat berdasarkan Putusan MK 35 tahun 2012 membutuhkan dialog antar institusi terkait, seperti Kementerian Kehutanan, Kementrian Dalam Negeri, Pemerintah Daerah, Badan Pertanahan Nasional, serta masyarakat adat sendiri,” lanjut Andiko.

 

Dialog multi-pihak ini penting diselenggarakan mengingat untuk mengimplementasikan Putusan MK 35 bersifat lintas-sektor dan lintas level pemerintahan. Sinergi peran antara Pemerintah, Pemda dan Masyarakat Hukum Adat perlu ditingkatkan untuk menata dan menginventarisasi kembali hutan adat yang terpisah dari hutan negara.

 

Dengan menjalankan sinergi tersebut, Putusan MK 35 tahun 2012 memiliki makna berarti di lapangan dan tidak hanya sebatas norma teks yang tertulis. “Tidak ada alasan untuk menunda penetapan hutan adat,” tutup Andiko [.]

 

 

 

 

Kontak Media:

1.       Andiko, direktur eksekutif Perkumpulan HuMa Indonesia, kontak 081386120260

2.       Widiyanto, peneliti Perkumpulan HuMa Indonesia, 087881431952

 

 

Info Tambahan:

1.       Putusan MK perkara Nomor 35/PUU-X/2012 menguji Pasal 1  angka 6, Pasal 4 ayat (3), Pasal 5 ayat (1), ayat (2), ayat (3), ayat (4),  Pasal 67 ayat (1), ayat (2), ayat (3) UU No. 41 tahun 1999. Putusan  MK dalam perkara No. 35/PUU-X/2012 mengabulkan sebagian dari  permohonan yang diajukan oleh para pemohon. Pada intinya MK melalui putusan itu mengeluarkan hutan  adat dari hutan negara, tetapi tidak menjadikan hutan  adat sebagai kategori khusus yang berbeda dengan hutan  hak, melainkan memasukkan keberadaan hutan adat  sebagai salah satu jenis dalam hutan hak. Sehingga hutan hak  selain terdiri dari hutan yang berada di atas tanah perseorangan/ badan hukum, juga merupakan hutan yang berada pada wilayah  masyarakat hukum adat (Arizona  et. al , 2013).

2.       Berikut adalah lokasi riset identifikasi untuk penetapan wilayah/hutan adat yang dikerjakan HuMa bersama mitra-mitranya:

Nama Unit Sosial/Nama wilayah

Luas Kawasan

Kampong Muluy.

35.350 hektar.

Nagari Guguak Malalo dan Nagari Padang Laweh Malalo

10.689±  Hektar

Wana Posangke

20.583 hektar

Mukim Lango

45.485,41 Ha

Mukim Beungga

14.088.65 Ha.

Marga Suku IX

192.424 Ha

Kasepuhan Karang

388,572 ha,

To Marena

±1.970,72 Ha.

Nagari Simpang

4.496 Ha

Ammatoa Kajang

374 hektar.

Kampung Tapang Sambas-Tapang Kemayau

± 9.358,93 Ha.

Padang Seko

2.109,19 km persegi,

Marga Serampas, Merangin

1.623,50 ha,

 

3. Informasi lengkap kegiatan Dialog Nasional “Penetapan Hutan Adat Demi Terwujudnya Kesejahteraan Masyarakat.” dapat dilihat di http://huma.or.id/penetapan-hutan-adat-demi-terwujudnya-kesejahteraan-masyarakat

 

 

Keterangan Foto :
Foto 1. Andiko, Direktur Eksekutif Perkumpulan HuMa menyampaikan paparannya pada Diskusi Media HuMa "Pemaparan Hasil Riset di 13 Wilayah terkait Identifikasi Hutan Adat"
Foto 2. Widiyanto, Peneliti HuMa menyampaikan paparannya pada Diskusi Media HuMa "Pemaparan Hasil Riset di 13 Wilayah terkait Identifikasi Hutan Adat"




This email is free from viruses and malware because avast! Antivirus protection is active.


__._,_.___

Attachment(s) from Luluk Uliyah | View attachments on the web

2 of 2 Photo(s)

1 of 1 File(s)


Posted by: Luluk Uliyah <lulukuliyah@gmail.com>
Reply via web post Reply to sender Reply to group Start a New Topic Messages in this topic (1)

Check out the automatic photo album with 2 photo(s) from this topic.
1_Andiko.JPG 2_Widiyanto.JPG


.

__,_._,___

Tidak ada komentar:

Posting Komentar