Penganut Syiah Sampang: Jika Tak "Tobat", Saya Akan Dibunuh ...
JAKARTA, KOMPAS.com Nur Kholis (22) adalah salah seorang penganut Syiah di desa Karangganyam yang dipaksa "bertobat" dengan menandatangani sebuah surat pernyataan. Jika menolak, maka nyawa Nur terancam akan dihabisi oleh warga.
"Katanya itu ancaman dari warga, Pak Kadus (Kepala Dusun) cuma menyampaikan saja. Jika tidak 'tobat' rumah saya akan dibakar lah, dan saya akan dibunuh lah," jelas Nur saat ditemui di Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Universalia (YLBHU) Jakarta, Senin (12/8/2013).
Pada 5 Agustus 2013, Nur yang saat itu baru saja kembali dari Bali, dibawa bersama empat penganut Syiah lainnya ke rumah seorang kiai bernama Safiudin. Di rumah itu, disebut ada bupati Sampang, kepala desa, kepala dusun, kapolsek, anggota Brimob, dan empat orang kiai lainnya.
Di sana mereka dipaksa menandatangani surat pernyataan yang memaksa mereka "bertobat". "Yang pertama mendapat giliran untuk maju saya. Saya dikasih kertas, di dalamnya ada 9 poin. Judulnya, 'Kembali ke Ajaran yang Benar'. Harus diisi dengan kesadaran diri, tanpa ada paksaan, dan tanpa ber-taqiyah (tidak berbohong)," jelas Nur.
Meskipun mendapat ancaman sedemikian rupa, Nur mengaku tidak gentar. Dia tetap teguh dengan keyakinannya sebagai penganut Syiah dan menolak untuk menandatangani surat pernyataan tersebut.
"Karena ini tertulis tanpa paksaan dan tanpa ber-taqiyah, jujur saja Pak, malam ini saya tidak siap. Di hati saya ini tetap (Syiah), tidak bisa dibohongi," ujar Nur menirukan penolakan yang dilontarkannya.
Mendengar hal itu, kiai Safiudin langsung marah. Mukanya langsung memerah. Dia pun sontak mengeluarkan ancaman lainnya. "Ya sudah kalau tidak mau, berarti kamu harus keluar dari sini. Nyawa kamu tidak aman kalau berdiam terus di sini," tutur Nur menirukan kiai yang marah mendengar penolakannya.
Jika bukan karena permintaan neneknya, maka Nur mengaku akan menolak pula permintaan tersebut. Nur mengaku neneknya sangat khawatir terhadap keselamatan dirinya jika tetap tinggal di sana. Akhirnya, dengan berat hati Nur berangkat meninggalkan kampung halaman menuju Jakarta. Keinginan merayakan Lebaran di Rumah bersama keluarga besar pun tinggal angan.
"Saya pilih Jakarta karena ada saudara dan teman-teman di sini. Kalau masih daerah Jawa Timur saya juga masih takut bisa dilacak," jelas Nur.
Kini Nur mengaku tidak tahu harus berbuat apa. Dia bahkan bingung akan menetap di Jakarta atau kembali bekerja di Bali. Keinginannya untuk pulang ke Karanggayam tidak mungkin bisa dilakukan sampai pemerintah dapat mengatasi konflik ini.
Oleh karenanya, Nur berharap Pemerintah dapat mengambil tindakan cepat dalam menangani konflik antaragama ini.
Baca juga :
Djoko Suyanto: Warga Syiah Jangan Mau Dipaksa pindah Keyakinan ==> http://jaringanantikorupsi.blogspot.com/2013/08/medianusantara-djoko-suyanto-warga.html
Reply via web post | Reply to sender | Reply to group | Start a New Topic | Messages in this topic (1) |
Tidak ada komentar:
Posting Komentar