Pak komite, yang bertugas mengumpulkan bukti itu adalah aparat hukum, karena mereka yang berwenang. Kalau aparat hanya nunggu bahwa rakyat yang lapor korupsi harus menggali bukti, seperti minta dokumen2 ke pejabat, apa akan dikasi? atau rakyat harus menyiapkan bukti2 sampai lengkap dan keterangan2, lalu aparat hukum tinggal menunggu hasil yang sudah jadi (hasil kerja rakyat) lalu aparat hukum tinggal mengajukan saja kesidang pengadilan??? Wah bisa anarkis negeri ini.... ==================================== Dari: Komite Peduli Pendidikan Tanggal: Sabtu, 26 November, 2011, 9:07 PM Bukannya membela, tapi aparat hukum baru akan bertindak jika ada bukti Untuk itu mereka yang berpikir ada korupsi disuatu tempat, harus mencarikan dulu bukti2 otentik, baik berupa dokumen sampai lengkap dan siap diajukan ke pengadilandsb Aparat hukum itu sibuk.. jangan mau terpancing untuk mencari dan mengumpulkan bukti, apalagi analisa hukum belum tentu pas jika diterapkan dilapangan. ==================================== Dari: Nanang Tanggal: Kamis, 24 November, 2011, 7:01 PM Sekarang memang para pejabat makin nekat & tak tahu malu, apa karena diberi contoh dari atas, atau karena untuk masalah hukum ada KUHP (Kasih Uang Habis Perkara).. Gak ada uang hidup sengsara dibalik penjara hahahahaha =================================== Tanggal: Selasa, 22 November, 2011, 7:32 PM Dari sebuah jurnal hukum, semoga manfaat Salam, http://jurnalhukum.com/2011/11/persindonesia-analisa-kasus-dugaan.html Analisa Kasus Dugaan Korupsi & Pelanggaran Hukum DAK Pendidikan Lumajang Dalam pelaksanaan pelelalangan/ pengadaan: a. Pengadaan buku perpustakaan SD/SDLB b. Pengadaan buku perpustakaan SMP
Di Kabupaten Lumajang, yang didanai oleh DAK Pendidikan 2010, dengan aktor & pelaku pelelangan adalah Sugeng & Inggarwati, bisa dilakukan analisa kasus sebagai berikut:
1. Berdasarkan sanggahan dari peserta lelang yang tidak bisa menawarkan barang sesuai RKS, patut diduga ada pelanggaran Kepres 80 (lelang ini berdasarkan Kepres 80 th 2003), yakni dalam pakta integritas. Karena beberapa peserta yang bisa menawarkan barang sesuai RKS, dan salah satunya ditetapkan sebagai pemenang yakni PT. Budi Karya Mandiri dan beberapa perusahaan lain yang diduga ikut serta lelang hanya sebagai pendamping, adalah milik orang yang sama. (terlampir surat sanggahan dan akta perusahaan dari PT. Budi Karya Mandiri dan PT Cipta Inti Farmindo, yang menyebutkan bahwa kedua perusahaan tersebut adalah milik satu orang yang sama, yakni Liauw Inggarwati. Berkas tersebut, secara lengkap bisa dilihat pada dokumen pelelangan)
2. Berdasar pakta integritas yang tertuang dalam RKS, maupun Kepres 80 th 2003, seharusnya panitia lelang, maupun PPK, PA dan pejabat yang berwenang, menggugurkan PT. Budi Karya Mandiri dan PT. Cipta Inti Farmindo dan melakukan black list. Tetapi hal ini tidak dilakukan, malah terkesan panitia, PPK serta pejabat yang berwenang, memaksakan agar lelang berjalan terus sampai terjadinya kontrak. Bisa saja mereka beralasan bahwa lalai dan tidak cermat meneliti dokumen lelang. Tapi dengan adanya sanggahan, laporan masyarakat, seharusnya diketahui adanya dugaan persekongkolan horisontal, antar peserta lelang ini. Akan tetapi dengan kesengajaan mengabaikan sanggahan maupun laporan masyarakat, maka ada dugaan kuat bahwa selain terjadi persekongkolan horisontal, juga terjadi persekongkolan vertikal, yakni antara peserta lelang dengan panitia, PPK dan pejabat lainnya yang berwenang dalam proses pelelangan tersebut.
3. Karena sudah diketahui bahwa pemenang lelang telah melanggar pakta integritas sebagaimana diatur dalam Kepres 80 th 2003, seharusnya pelelangan digagalkan dan diadakan proses pelelangan yang baru. Tapi kenyataannya, pelelangan berjalan terus, mulai penetapan pemenang, dilakukannya kontrak, pelaksanaan pekerjaan sampai terjadinya pembayaran uang negara kepada pelaksana pekerjaan. Dari hal ini ada dugaan kuat terjadinya persekongkolan vertikal dan horisontal untuk melakukan pengaturan pelelangan diantaranya mark-up harga dan lain lain tindakan, yang bisa menyebabkan terjadinya kerugian keuangan negara.
4. Kenapa disebut hanya beberapa perusahaan yang akhirnya ketahuan dalam kendali orang yang sama saja, yang bisa menawarkan barang dalam pelelangan tersebut? Karena dalam pelelangan tersebut, dokumen sudah mengarah pada merk tertentu (dalam hal ini judul buku tertentu), yang hanya dimiliki oleh perusahaan yang dimiliki oleh orang yang sama tersebut. Dalam dokumen pelelangan disebut bahwa yang dilelang hanya judul buku tertentu yang hanya dimiliki orang yang sama tadi. Padahal diluar judul buku tadi masih banyak judul buku lain yang lulus penilaian, sebagai mana ketentuan dalam petunjuk teknis DAK pendidikan 2010. Kenapa dalam pelelangan hanya judul buku yang hanya dimiliki rekanan tertentu saja yang diminta? Sehingga hal ini memperkuat dugaan adanya persekongkolan yang mengarah pada pengaturan sebuah pelelangan, ang bisa mengakibatkan terjadinya mark up harga dan menimbulkan kerugian keuangan negara.
5. Dalam pelaksanaan penjelasan pekerjaan, hal yang tersebut pada point 4, sudah diprotes oleh peserta yang lain, akan tetapi, panitia, PPK dan pejabat lain yang berwenang bersikukuh mempertahankan bahwa hanya judul buku tertentu yang hanya dimiliki orang tertentu saja yang dilelangkan. Mereka berargumentasi, bahwa ini adalah hasil pekerjaan tim teknis, survey dan lain lain tindakan yang menyatakan bahwa pemilihan judul buku ini sudah sesuai aturan dan sudah melalui proses yang benar. Padahal jika diperhatikan dengan seksama, maka penetapan hanya judul buku tertentu yang hanya dimiliki orang tertentu saja yang dilelangkan itu, tampak jelas rekayasanya. Hal ini bisa dilihat dalam dokumen pelelangan untuk pengadaan buku perpustakaan SD/SDLB dan pengadaan buku perpustakaan SMP, bahwa banyak buku untuk SD dan SMP adalah sama persis, hanya urutannya saja yang dibalik-balik, salah satunya bisa dilihat untuk buku matematika, baik buku pengayaan maupun buku referensi.
6. Jika memang pemilihan judul buku dilakukan dengan mekanisme yang benar, dan bukan rekayasa yang sangat vulgar, tentunya hal itu tidak terjadi. Maka patut dipertanyakan, benarkah pemilihan judul buku yang akan dilelangkan sudah dilakukan dengan mekanisme yang benar? Atau hanya merupakan rekayasa untuk mengatur pelelangan dengan melakukan persekongkolan, agar hanya perusahaan tertentu yang bisa menawarkan barang sesuai dokumen pelelangan, demi tujuan tertentu yang berakibat bisa dilakukan mark up harga dan menimbulkan keuangan negara? Untuk itu tim teknis yang melakukan pemilihan judul buku ada baiknya diperiksa, benarkah mereka bekerja sesuai mekanisme yang benar, kok bisa memilih judul buku untuk SMP kok sama dengan judul buku SD? Hal ini menunjukkan ada dugaan kuat, bahwa pemilihan judul buku hanya merupakan formalitas, dan sudah disediakan oleh pihak tertentu yang melakukan persekongkolan. Dimana mereka hanya menandatangani saja. Lalu bagaimana mereka menentukan HPS (Harga Perkiraan Sendiri)? Dari hal ini patut diduga mereka tidak melakukan survey, dan hamya berdasar daftar buku yang hanya dimiliki oleh orang tertentu tersebut.
7. Dari adanya dokumen yang menyebutkan bahwa perusahaan peserta pelelangan yang bisa menawarkan barang sesuai RKS, adalah milik orang yang sama, dimana panitia, PPK dan pejabat lain yang berwenang ternyata terkesan tutup mata dan menyembunyikan informasi kepada masyarakat, akhirnya terbukalah semuanya, dimana ada dugaan bahwa dalam pengadaan buku perpustakaan SD/SDLB dan pengadaan buku perpustakaan SMP, sejak awal terjadi adanya persekongkolan untuk mengatur pelelangan, dimana agar hanya pihak tertentu yang bisa menawarkan barang, untuk melakukan mark up harga dengan tujuan untuk menimbulkan kerugian keuangan negara, demi tujuan tertentu.
8. Selain melanggar pakta integritas yang tertuang dalam dokumen pelelangan/RKS yang diatur oleh Kepres 80 th 2003, hal ini juga melanggar UU 5 tahun 1999
9. Dalam laporan Hasil Pemeriksaan BPK RI atas Laporan Keuangan Pemerintah Daerah kabupaten Lumajang Tahun 2011, buku I Nomor 39.A/LHP/XVIII.JATIM/07/2011, tanggal 8 Juli 2011, bahwa untuk pengadaan buku perpustakaan SD/SDLB (halaman 49), menyatakan bahwa dalam pengadaan buku dan media perpustakaan sebesar Rp. 10.885.464.873 sebesar Rp. 9. 778.397.000 diantaranya tidak dapat diyakini keberadaannya per 31 Desember 2010, karena terlambat diserahkan (catatan kepatuhan 5) 10. Dari point 9, patut diduga bahwa sampai habis masa kontrak, penyedia barang (PT. Budi Karya Mandiri) ternyata hanya mampu menyelesaikan 10% dari pekerjaan. Untuk itu perlu dilacak, sampai kapankah pekerjaan ini benar2 diselesaikan. Apakah sudah dikenakan denda, dan apakah jika sudah dikenakan denda sudah berdasar hitungan yang benar/ bukan rekayasa? Hal ini dapat diperiksa, kapankah penyedia barang menerima pembayaran? Karena, pekerjaan ini bertepatan dengan akhir tahun anggaran, apakah ada rekayasa dengan melaksanakan pembayaran 100% kepada penyedia barang, meski pekerjaan baru selesai 10%, atau dengan cara pencairan 100% pada rekening lain/titipan, meski pekerjaan baru selesai 10%, dengan kesepakatan adanya blokir rekening, sampai pekerjaan diselesaikan. Untuk itu perlu diperiksa apakah pencairan pada rekening titipan, sudah melewati batas waktu untuk melakukan pencairan jaminan pelaksanaan? Jika sudah melewati batas waktu keterlambatan sampai waktu pencairan jaminan pelaksanaan, harusnya bukan dikenakan denda, tapi harus dilakukan pembatalan kontrak, dan jaminan pelaksanaan sebesar 5% dari nilai pekerjaan dicairkan untuk masuk kas negara. Maka jika pembukaan blokir rekening dan pencairan uang pada rekening titipan dilakukan melebihi 50 hari kerja dari masa kontrak, seharusnya ada pemutusan kontrak. Dari peristiwa ini, semakin terbuka adanya persekongkolan vertikal dan horisontal, dimana sudah terjadi pembayaran atau pengeluaran uang dari kas daerah kepada rekening lain, meski pekerjaan baru terlaksana 10%
11. Dalam laporan Hasil Pemeriksaan BPK RI atas Laporan Keuangan Pemerintah Daerah kabupaten Lumajang Tahun 2011, buku I Nomor 39.A/LHP/XVIII.JATIM/07/2011, tanggal 8 Juli 2011, bahwa untuk pengadaan buku perpustakaan SMP (halaman 48), menyatakan sebesar Rp 3.126.662.800 merupakan pengadaan buku dan media perpustakaan tidak dapat diyakini keberadaannya per 31 Desember 2010 karena terlambat diserahkan (Catatan Kepatuhan No.5).
12. Dari point 11 ini patut diduga bahwa sampai habis masa kontrak, pekerjaan sama sekali belum dilaksanakan (selesai 0%). Untuk itu perlu dilakukan penyelidikan seperti halnya yang tersirat pada point 10, guna mengungkap dugaan terjadi persekongkolan guna menimbulkan kerugian terhadap keuangan negara, dengan tujuan tertentu.
13. Jika-pun telah dikenakan denda, itu adalah denda keterlambatan. Dan selayaknya dilakukan penyelidikan, apakah dalam penentuan besarnya denda tidak ada rekayasa. Meskipun misalnya sudah membayar denda keterlambatan, Apakah itu akan menghilangkan faktor pidana? Karena berdasar laporan masyarakat, buku perpustakaan SD/SDLB dan buku perpustakaan SMP yang dikirim penyedia barang, patut diduga melanggar spesifikasi yang ditentukan dalam petunjuk teknis DAK pendidikan 2010 (mutu dibawah spesifikasi). Dimana patut diduga, bahwa banyak buku yang dikirim penyedia barang, jumlah halamannya kurang dari 48 halaman, dimana jumlah halaman ini merupakan jumlah halaman minimal yang ditetapkan. Selain itu, patut diduga bahwa buku yang dikirim, bukanlah buku baru sebagaimana ditetapkan dalam petunjuk teknis DAK pendidikan 2010. Artinya, patut diduga buku yang dikirim adalah buku bekas, buku lama yang merupakan barang cuci gudang. Maka semakin memperkuat dugaan adanya persekongkolan untuk merugikan keuangan negara dengan tujuan tertentu. |
Selasa, 31 Januari 2012
[Media_Nusantara] Re: Nekat: Analisa Kasus Dugaan Korupsi & Pelanggaran Hukum DAK Pendidikan Lumajang
__._,_.___
.
__,_._,___
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar