Hanya di Indonesia: ex Napi Korupsi Diangkat Menjadi PNS lagi dan jadi Pejabat Lagi
Azirwan di Pengadilan Khusus Tindak Pidana Korupsi, Jakarta
Kasus Korupsi
DPR Sebaiknya Panggil Mendagri
Senin, 15 Oktober 2012 | 23:52 WIB
JAKARTA, KOMPAS.com — Komisi II DPR mungkin saja memanggil Menteri Dalam Negeri untuk meminta penjelasan terkait pengangkatan mantan narapidana korupsi, Azirwan, sebagai Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Kepulauan Riau. Langkah itu ditempuh jika promosi jabatan yang menyalahi moral itu tetap dibiarkan tanpa dikoreksi. "Jika pemerintah pusat membiarkan promosi jabatan untuk bekas narapidana koruptor, Komisi II bisa saja memanggil Menteri Dalam Negeri untuk meminta penjelasan kenapa kebijakan itu bisa lolos," kata Wakil Ketua Komisi II DPR Hakam Naja di Jakarta, Senin (15/10/2012). Azirwan, mantan Sekretaris Daerah Kabupetan Bintan, adalah bekas terpidana karena terbukti menyuap anggota Komisi IV DPR RI Al Amin Nasution dalam kasus alih fungsi hutan lindung tahun 2008.
Birokrat yang telah divonis penjara dua tahun enam bulan itu kini justru diangkat sebagai Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Kepulauan Riau. Hakam Naja menilai, Gubernur Kepulauan Riau hanya menerapkan hukum secara tekstual, tetapi kehilangan konteks dan moralitas. Gubernur tidak memperhatikan bahwa bangsa Indonesia memiliki agenda reformasi birokrasi dengan mewujudkan pemerintahan yang baik dan bersih. "Kita juga menghadapi keterpurukan, korupsi, dan penyimpangan di pemerintahan yang harus diatasi dengan mengangkat pejabat yang punya jejak rekam bersih. Pengangkatan itu menyalahi etika, moralitas, dan semangat reformasi birokrasi dengan mewujudkan pemerintahan yang bersih. Kebijakan itu harus dipersoalkan dan dikoreksi," kata politisi dari Fraksi Partai Amanat Nasional (PAN) itu.
Cara mengoreksinya, DPRD Kepulauan Riau harus menjalankan fungsi pengawasan dengan memanggil gubernur setempat, meminta penjelasan soal pengangkatan itu, dan meminta mengoreksinya. Begitu pula pemerintah pusat. Mendagri bertanggung jawab atas jalannya pemerintahan secara umum. "Namun, jika pengangkatan tak dibatalkan, berarti pemerintah pusat membiarkan adanya upaya menyalahi upaya tata kelola dan pemerintah yang bersih. Komisi II bisa memanggil Mendagri sebagai bagian dari pengawasan DPR RI terhadap pemerintah pusat," katanya
JAKARTA, 1/9/2008 17:3 - VONIS AZIRWAN. Sekretaris Daerah (Sekda) Kabupaten Bintan, Kepulauan Riau, Azirwan (tengah) mengikuti sidang pembacaan vonis di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Jakarta, Senin (1/9). Azirwan dinyatakan bersalah telah memberikan sejumlah uang pada anggota Komisi IV DPR Al Amien untuk memperlancar proses alih fungsi hutan lindung di Bintan dan divonis dua tahun enam bulan penjara oleh majelis hakim. FOTO ANTARA/Fanny Octavianus/nz/08.
Azirwan Divonis 30 Bulan
2008/9/2 13:20:23
Majelis Hakim Pengadilan Tipikor memvonis Sekda Kabupaten Bintan, Kepulauan Riau, Azirwan 30 bulan penjara karena penyuapan anggota DPR Al Amin Nasution. Azirwan dinyatakan bersalah atas pemberian sejumlah uang kepada anggota Komisi IV DPR Al Amin Nur Nasution untuk memperlancar proses alih fungsi hutan lindung di Kabupaten Bintan, Riau menjadi ibu kota Bintan. Azirwan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a UU No. 31/1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana telah diubah dengan UU No 20/2001 tentang Perubahan atas UU No 31/ 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Vonis yang dibacakan secara bergantian oleh majelis hakim yang diketuai Mansyurdin Chaniago dengan anggota Edward Pattinasarani, Dudu Duswara, Andi Bachtiar, dan Ugo, juga menjatuhkan denda Rp 100 juta subsider pidana kurungan pengganti selama tiga bulan pada terdakwa. "Menyatakan terdakwa Azirwan telah terbukti secara sah dan meyakinkan menurut hukum bersalah melakukan tindak pidana korupsi sebagaimana diatur dan diancam dalam Pasal 5 ayat (1) huruf a tersebut," Kata Ketua Majelis Hakim Mansyurdin Chaniago saat membacakan vonis di Pengadilan Khusus Tindak Pidana Korupsi, Jakarta, kemarin.
Azirwan yang mengenakan kemeja biru muda lengan panjang dan celana gelap ini, tampak lebih siap menghadapi persidangan daripada sebelumnya. Dalam persidangan dengan agenda pembacaan vonis, bapak dua anak ini terlihat lebih santai dan sesekali mengumbar senyum. Majelis hakim mengatakan, berdasarkan fakta hukum yang terungkap dalam persidangan, terdakwa Azirwan cukup beralasan melakukan tindak pidana korupsi sebagaimana dituduhkan, yakni memberi atau menjanjikan sesuatu kepada Al Amin Nur Nasution. Tidak hanya itu, majelis hakim juga beranggapan terdakwa bersama Al Amin dengan sengaja mengatur sejumlah pertemuan untuk membahas alih fungsi hutan lmdungdi Kabupaten Bintan. Bahkan, dalam beberapa kali pertemuan itu, juga terjadi penyerahan uang.
Dengan demikian, berdasarkan uraian fakta yuridis sebagaimana tersebut di atas, unsur memberikan sesuatu telah memenuhi unsur perbuatan pidana yang diatur dalam Pasal 5 ayat (1) huruf a UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Unsur pidana dalam pasal itu adalah memberi atau menjanjikan sesuatu kepada pegawai negeri sipil atau penyelenggara negara, dengan maksud supaya pegawai negeri atau penyelenggara negara tersebut berbuat atau tidak berbuat dalam jabatannya, yang bertentangan dengan kewajibannya. Putusan majelis hakim itu lebih ringan dari tun tutan tim jaksa penuntut umum, yaitu tiga tahun penjara dan denda Rp 150juta.
Menurut majelis, unsur yang memberatkan adalah terdakwa membuat citra buruk di pemda dan tidak mendukung upaya pemerintah dalam pemberantasan tindak pidana korupsi. Sementara unsur yang meringankan, terdakwa menyesal dan mengakui perbuatannya, kooperatif, dan sopan selama dalam persidangan, mengabdi pada pemda selama 28 tahun, dan mendapatkan penghargaan sebagai sekretaris daerah terbaik dari presiden. Terhadap putusan majelis hakim, Azirwan dan tim kuasa hukum terdakwa belum menentukan sikap. "Kami masih pikir-pikir," kata Azirwan di hadapan majelis hakim. Sementara kuasa hukum terdakwa, Rusydi Arlond Bakar, mengaku akan segera membahas dan membicarakannya dengan terdakwa.
Azirwan Divonis 30 Bulan
2008/9/2 13:20:23
Majelis Hakim Pengadilan Tipikor memvonis Sekda Kabupaten Bintan, Kepulauan Riau, Azirwan 30 bulan penjara karena penyuapan anggota DPR Al Amin Nasution. Azirwan dinyatakan bersalah atas pemberian sejumlah uang kepada anggota Komisi IV DPR Al Amin Nur Nasution untuk memperlancar proses alih fungsi hutan lindung di Kabupaten Bintan, Riau menjadi ibu kota Bintan. Azirwan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a UU No. 31/1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana telah diubah dengan UU No 20/2001 tentang Perubahan atas UU No 31/ 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Vonis yang dibacakan secara bergantian oleh majelis hakim yang diketuai Mansyurdin Chaniago dengan anggota Edward Pattinasarani, Dudu Duswara, Andi Bachtiar, dan Ugo, juga menjatuhkan denda Rp 100 juta subsider pidana kurungan pengganti selama tiga bulan pada terdakwa. "Menyatakan terdakwa Azirwan telah terbukti secara sah dan meyakinkan menurut hukum bersalah melakukan tindak pidana korupsi sebagaimana diatur dan diancam dalam Pasal 5 ayat (1) huruf a tersebut," Kata Ketua Majelis Hakim Mansyurdin Chaniago saat membacakan vonis di Pengadilan Khusus Tindak Pidana Korupsi, Jakarta, kemarin.
Azirwan yang mengenakan kemeja biru muda lengan panjang dan celana gelap ini, tampak lebih siap menghadapi persidangan daripada sebelumnya. Dalam persidangan dengan agenda pembacaan vonis, bapak dua anak ini terlihat lebih santai dan sesekali mengumbar senyum. Majelis hakim mengatakan, berdasarkan fakta hukum yang terungkap dalam persidangan, terdakwa Azirwan cukup beralasan melakukan tindak pidana korupsi sebagaimana dituduhkan, yakni memberi atau menjanjikan sesuatu kepada Al Amin Nur Nasution. Tidak hanya itu, majelis hakim juga beranggapan terdakwa bersama Al Amin dengan sengaja mengatur sejumlah pertemuan untuk membahas alih fungsi hutan lmdungdi Kabupaten Bintan. Bahkan, dalam beberapa kali pertemuan itu, juga terjadi penyerahan uang.
Dengan demikian, berdasarkan uraian fakta yuridis sebagaimana tersebut di atas, unsur memberikan sesuatu telah memenuhi unsur perbuatan pidana yang diatur dalam Pasal 5 ayat (1) huruf a UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Unsur pidana dalam pasal itu adalah memberi atau menjanjikan sesuatu kepada pegawai negeri sipil atau penyelenggara negara, dengan maksud supaya pegawai negeri atau penyelenggara negara tersebut berbuat atau tidak berbuat dalam jabatannya, yang bertentangan dengan kewajibannya. Putusan majelis hakim itu lebih ringan dari tun tutan tim jaksa penuntut umum, yaitu tiga tahun penjara dan denda Rp 150juta.
Menurut majelis, unsur yang memberatkan adalah terdakwa membuat citra buruk di pemda dan tidak mendukung upaya pemerintah dalam pemberantasan tindak pidana korupsi. Sementara unsur yang meringankan, terdakwa menyesal dan mengakui perbuatannya, kooperatif, dan sopan selama dalam persidangan, mengabdi pada pemda selama 28 tahun, dan mendapatkan penghargaan sebagai sekretaris daerah terbaik dari presiden. Terhadap putusan majelis hakim, Azirwan dan tim kuasa hukum terdakwa belum menentukan sikap. "Kami masih pikir-pikir," kata Azirwan di hadapan majelis hakim. Sementara kuasa hukum terdakwa, Rusydi Arlond Bakar, mengaku akan segera membahas dan membicarakannya dengan terdakwa.
Sumber : Seputar Indonesia, 02 September 2008
http://www.kpk.go.id/modules/news/ar...hp?storyid=670
Azirwan Tak Ajukan Banding
Minggu, 7 September 2008 | 21:53 WIB
JAKARTA, MINGGU - Sekretaris Daerah (Sekda) Bintan Azirwan pasrah. Azirwan memilih tidak mengajukan upaya hukum Banding atas vonis 2,5 tahun penjara dan membayar denda Rp 100 juta yang dijatuhkan Pengadilan Tipikor pada 1 September 2008. "Klien kami memilih tidak mengajukan upaya hukum," ujar kuasa hukum Azirwan, Dorel Almir di Jakarta, Minggu (7/9). Batas waktu pengajuan upaya hukum untuk Azirwan, sebenarnya baru akan berakhir pada Senin (8/9). Sesuai UU KUHAP,sejak putusan dijatuhkan, maka kesempatan untuk menyatakan Banding selama tujuh hari. Jika dalam kurun waktu tujuh hari tidak ada pernyataan dari terdakwa atau jaksa penuntut untuk Banding, maka putusan tersebut telah memiliki kekuatan hukum tetap atau inchract.
Tim jaksa penuntut Azirwan yang terdiri dari Suwarji, I Kadek Wiradana, Edy Hartoyo dan Anang Supriatna sebelumnya menuntut Azirwan dengan hukuman tiga tahun penjara dan membayar denda Rp 250 juta. Dorel Almir menjelaskan, keputusan Azirwan tidak mengajukan Banding, bukan berarti menerima saja putusan hakim yang menyatakan dirinya menyuap Al Amien. "Klien kami tetap berkeyakinan bahwa pemberian uang karena ada paksaaan atau tekanan," tegas Dorel. Azirwan khawatir, jika mengajukan Banding ke Pengadilan Tinggi (PT) Tipikor, maka hukumannya bisa menjadi lebih berat. "Trend atau pola penghukuman di Pengadilan Tinggi Tipikor, selalu naik. Klien kami khawatir hukumannya akan dinaikkan di tingkat Banding. Sampai saat ini, belum ada hukuman di Banding menjadi lebih ringan," jelas Dorel. Dorel mengatakan, dengan tidak menempuh upaya hukum Banding, kliennya berharap segera diperoleh kepastian hukum bagi dirinya
http://www.kpk.go.id/modules/news/ar...hp?storyid=670
Azirwan Tak Ajukan Banding
Minggu, 7 September 2008 | 21:53 WIB
JAKARTA, MINGGU - Sekretaris Daerah (Sekda) Bintan Azirwan pasrah. Azirwan memilih tidak mengajukan upaya hukum Banding atas vonis 2,5 tahun penjara dan membayar denda Rp 100 juta yang dijatuhkan Pengadilan Tipikor pada 1 September 2008. "Klien kami memilih tidak mengajukan upaya hukum," ujar kuasa hukum Azirwan, Dorel Almir di Jakarta, Minggu (7/9). Batas waktu pengajuan upaya hukum untuk Azirwan, sebenarnya baru akan berakhir pada Senin (8/9). Sesuai UU KUHAP,sejak putusan dijatuhkan, maka kesempatan untuk menyatakan Banding selama tujuh hari. Jika dalam kurun waktu tujuh hari tidak ada pernyataan dari terdakwa atau jaksa penuntut untuk Banding, maka putusan tersebut telah memiliki kekuatan hukum tetap atau inchract.
Tim jaksa penuntut Azirwan yang terdiri dari Suwarji, I Kadek Wiradana, Edy Hartoyo dan Anang Supriatna sebelumnya menuntut Azirwan dengan hukuman tiga tahun penjara dan membayar denda Rp 250 juta. Dorel Almir menjelaskan, keputusan Azirwan tidak mengajukan Banding, bukan berarti menerima saja putusan hakim yang menyatakan dirinya menyuap Al Amien. "Klien kami tetap berkeyakinan bahwa pemberian uang karena ada paksaaan atau tekanan," tegas Dorel. Azirwan khawatir, jika mengajukan Banding ke Pengadilan Tinggi (PT) Tipikor, maka hukumannya bisa menjadi lebih berat. "Trend atau pola penghukuman di Pengadilan Tinggi Tipikor, selalu naik. Klien kami khawatir hukumannya akan dinaikkan di tingkat Banding. Sampai saat ini, belum ada hukuman di Banding menjadi lebih ringan," jelas Dorel. Dorel mengatakan, dengan tidak menempuh upaya hukum Banding, kliennya berharap segera diperoleh kepastian hukum bagi dirinya
__._,_.___
.
__,_._,___
Tidak ada komentar:
Posting Komentar