Rabu, 31 Oktober 2012

[Media_Nusantara] Jebakan ASEAN dalam Komitmen Ambisius 2010

 

Jebakan ASEAN dalam Komitmen Ambisius 2010

ASEAN adalah sebuah institusi regional yang saat ini telah mengikat secara hukum karena ditandatanganinya ASEAN Charter pada tahun 2005. Indonesia juga telah meratifikasi Charter di tahun 2007. Sejauh ini, ASEAN secara progresif telah melakukan liberalisasi perekonomian, baik untuk liberalisasi perdagangan, finansial, maupun penanaman modal.

Di tahun 2010 ini, ASEAN mengeluarkan dokumen-dokumen yang mengarah pada liberalisasi perekonomian, yakni ASEAN Economic Community Scorecard. Dalam Scorecard ini, dibahas komitmen liberalisasi dari negara-negara di ASEAN khususnya terarah dengan ASEAN Charter. Komitmen ini berbahaya bagi kelangsungan hidup masyarakat ASEAN.

Dalam ASEAN Scorecard ini, diketahui ada beberapa hal yang telah disepakati ASEAN :

a.     a single market and production base  (sebuah pasar tunggal dan basis produksi).

b.    a highly competitive economic region (wilayah yang berkompetisi tinggi dalam bidang ekonomi).

c.     a region of equitable economic development (wilayah perkembangan ekonomi yang adil).

d.    a region fully integrated into the global economy (wilayah yang terintegrasi penuh dengan ekonomi global).

Dalam AEC scorecard ini, diulas mengenai karakteristik-karakteristik tersebut secara terperinci beserta aspek-aspek pendukungnya.

a.     A Single Market and Production Base  (sebuah pasar tunggal dan basis produksi).

·         Free flow of goods (aliran barang secara bebas)

Diwujudkan melalui  pengurangan tarif dan fasilitasi perdagangan, serta meningkatkan perjanjian perdagangan utama.

·         Free flow of services (aliran jasa/pelayanan secara bebas).

 Liberalisasi yang lebih besar dalam perdagangan jasa. Berdasarkan AFAS (ASEAN Framework Agreement on Services), liberalisasi ini meliputi berbagai bidang, antara lain: pelayanan professional, perawatan kesehatan, distribusi, pendidikan, kesehatan, pariwisata, telekomunikasi .

·         Free flow of investment (aliran investasi secara bebas).

·         Free flow of capital (aliran modal secara bebas).

·         Free flow of skilled labour (aliran tenaga kerja secara bebas).

·         Priority integration Sector (sektor prioritas integrasi).

·         Food, agriculture, and forestry (makanan, pertanian, dan kehutanan).

b.    A  Competitive Economic Region

·         Berakarnya kebijakan kompetisi.

·         Perlindungan konsumen mendapat perhatian.

·         Perkembangan infrastruktur merupakan kunci untuk menghubungkan wilayah.

c.     Equitable Economic Development

·         Mengembangkan perusahaan kecil dan menengah.

·         Kerjasama yang efektif dan rekanan yang menguntungkan untuk memperkecil jarak perkembangan.

d.    Integration into the Global Economy

·         Diwujudkan melalui beragam perjanjian perdagangan bebas (Free Trade Agreement/FTA) dan hubungan ekonomi yang komprehensif. ASEAN memiliki FTA dengan Cina (ACFTA), India, Jepang (AJCEP), Republik Korea (AKFTA), Australia, dan Selandia Baru (AANZFTA).

Dalam AEC scorecard ini disebutkan bahwa AEC akan mampu meningkatkan pertumbuhan dan kemakmuran di ASEAN.  Berikut ini adalah perjanjian-perjanjian dalam berbagai sektor untuk mendukung terwujudnya AEC beserta tujuan-tujuannya:

v  Perdagangan Jasa (Trade in Service)

§  ASEAN Framework Agreement on Services (AFAS)

Memiliki beberapa tujuan, antara lain untuk:

·         Meningkatkan kerjasama dalam bidang jasa/pelayanan diantara anggota ASEAN (ASEAN Member States/AMS) dalam rangka meningkatkan efisiensi dan kemampuan berkompetisi dalam industri jasa, diversifikasi kapasitas produksi dan ketersediaan, serta distribusi jasa.

·         Mengurangi hambatan substansial pada perdagangan jasa.

§  Mutual Recognition Arrangements (MRA) in Services

MRA in services merupakan pengaturan mengenai pengakuan terhadap penyedia jasa. Adanya MRA memungkinan penyedia jasa yang resmi (diakui oleh pihak berwenang dari negara asalnya) diakui keberadaannya oleh negara-negara lainnya.

Sektor jasa merupakan komponen besar dan utama dalam Gross Domestic Product (GDP) dari AMS. Sektor ini menyumbang antara 40%-60% dari GDP AMS.  Ekspor impor ASEAN dalam jasa komersil telah meningkat terus menerus, dari US$ 182 milyar di 2003 menjadi US$ 343 milyar di 2009.

v  Investasi

ASEAN Comprehensive Investment Agreement (ACIA)

ACIA merupakan hasil dari konsolidasi dan revisi dari dua perjanjian investasi ASEAN (ASEAN Investment Guarantee Agreement/ASEAN IGA dengan Framework Agreement on the ASEAN Investment Area/AIA Agreement), dimana tujuan dari kedua perjanjian ini adalah sebagai respon untuk lingkungan global yang lebih kompetitif dan menciptakan rezim investasi yang terbuka serta untuk mencapai tujuan integrasi ekonomi. ACIA merupakan sebuah perjanjian investasi yang meliputi manufaktur, pertanian, perikanan, kehutanan, pertambangan dan penggalian, dan jasa-jasa yang terkait dengan kelima sektor ini. Di bawah ACIA, liberalisasi investasi akan menjadi progresif dengan pandangan pada pencapaian lingkungan investasi yang bebas dan terbuka dalam wilayah yang sejajar dengan tujuan AEC (ASEAN Economic Community). ACIA juga memungkinkan adanya liberalisasi di sektor-sektor lain.

ACIA meliputi antara lain:

·         Ketentuan investasi dalam 4 pilar utama: liberalisasi, perlindungan, fasilitasi dan promosi.

·         Jadwal yang jelas untuk liberalisasi investasi.

Investasi yang mengalir ke dalam ASEAN telah menjadi tren yang meningkat selama beberapa tahun terakhir karena keadaan ekonomi global dan regional.

v  Integrasi finansial di ASEAN

Di bawah cetak biru AEC (AEC blueprint), ASEAN berpandangan untuk mencapai finansial dan pasar modal yang terintegrasi pada 2015. Integrasi finansial di ASEAN difasilitasi dengan hal-hal berikut:

·         Liberalisasi jasa finansial.

·         Liberalisasi akun modal.

·         Pengembangan pasar modal.

Dalam rangka integrasi finansial yang lebih besar dengan China, Jepang, dan Republik Korea, ASEAN juga berinisiatif untuk mendukung stabilitas finansial di Asia Timur. Salah satu langkah kuncinya adalah dengan Chiang Mai Initiative Multilateralisation (CMIM), sebuah fasilitas mata uang multilateral yang dirancang untuk mengatasi kesulitan likuiditas jangka pendek dalam wilayah, dan melengkapi perjanjian finansial internasional. Anggota CMIM adalah kesepuluh anggota ASEAN ditambah tiga negara, yaitu Jepang, Republik Korea, dan Cina. Anggota CMIM berkontribusi pada fasilitas yang ada dalam bentuk surat komitmen.  Dari kontribusi sebesar US$ 120 milyar, US$ 24 milyar berasal dari ASEAN dan US$ 96 milyar berasal dari tiga negara tambahan tadi.

v  Pengembangan Infrastruktur

·         Kerjasama ASEAN dalam Sektor Tranportasi

Kerjasama ASEAN dalam sektor ini bertujuan untuk mencapai sistem transportasi yang efisien dan terintegrasi untuk mendukung realisasi ASEAN Free Trade Area (AFTA) dan bagi ASEAN untuk berintegrasi dengan ekonomi global. Kerangka  perjanjian transportasi untuk mengimplementasikan rencana tindakan saat ini telah disimpulkan, yaitu:

1.     ASEAN Framework Agreement on the Facilitation of Goods in Transit (AFAFGIT).

2.     ASEAN Framework Agreement on Multimodal Transport (AFAMT).

3.     ASEAN Framework Agreement on Facilitation of Inter-State Transport (AFAFIST).

Banyak ahli menunjuk akar masalah krisis era 1990-an adalah kebijakan (ideologi) liberalisasi sektor finansial. Begitu keran sektor finansial dibuka, modal bisa berlarian masuk  dan keluar tanpa hambatan. Modal akan selalu mengalir pada pasar yang paling menguntungkan, tak peduli penuh korupsi atau tanpa pengawasan. Itulah yang terjadi pada negeri kita. Modal masuk dalam jumlah besar dibawa para pialang dalam bentuk investasi portofolio jangka pendek dan melalui sektor swasta dalam wujud utang-utang jangka pendek.

ASEAN dilihat sebagai pintu masuk baru bagi kebijakan liberalisasi karena adanya Komunitas Ekonomi ASEAN telah meliberalisasi perdagangan, infrastruktur, dan finansial  lebih cepat dibandingkan apa yang dirundingkan di nasional. Sementara itu, ASEAN telah terikat menjadi satu kawasan yang mempunyai kekuatan mengikat. Indonesia telah kehilangan ruang bagi kebijakan untuk mengembangkan kebijakan perekonomiannya secara independen. 

Judicial Review Piagam ASEAN : Momentum Penegakan Kedaulatan  
             

Penafsiran atas dugaan inkonstitusionalitas Pasal 1 ayat 5 dan Pasal 2 ayat 2 huruf (n) Undang-Undang Nomor 38 Tahun 2008 Tentang Pengesahan ASEAN Charter oleh Mahkamah Konsitusi merupakan sebuah momentum sinkronisasi peraturan perundang-undangan, khususnya pada level UU, atas seluruh perjanjian perdagangan bebas (Free Trade Agreement/FTA) antara negara kita dengan negara lain dan/atau kawasan tertentu lainnya. Sebagai lembaga pemutus terakhir dan bersifat final, Mahkamah Konstitusi memiliki kewenangan sinkronisasi tersebut mengingat suara penolakan tidak hanya disuarakan oleh pihak-pihak di luar Pemerintah, namun juga dilontarkan oleh Pemerintah sendiri melalui komentar terpisah dari menteri-menteri sektoral.

Dalam sudut pandang ketatanegaraan, langkah ini merupakan langkah yang sangat ideal mengingat permasalahan yang timbul diakibatkan FTA bersifat sangat destruktif dan lintas sektoral. Dengan melakukan revisi terhadap peraturan induk (umbrella act) dari implementasi Perjanjian Perdagangan Bebas, maka akan tercapai dua maksud sekaligus, pertama, melakukan sinkronisasi pengaturan dalam konteks perdagangan antar negara dan/atau kawasan, dan kedua, mencari jalan tengah atas proses ratifikasi yang telah dilakukan oleh DPR, sehingga tidak bertentangan dengan norma-norma hukum internasional.

Proses adopsi dan implan atas kaidah dan norma perjanjian internasional yang merugikan kita seringkali dilakukan dengan menyusupkan prinsip, kaidah dan/atau norma tersebut dalam peraturan nasional kita. Selain dengan cara tersebut, cara yang paling umum adalah melakukan ratifikasi seutuhnya atas perjanjian internasional tersebut menjadi peraturan nasional kita. Dalam konteks ASEAN Charter¸apa yang dilakukan oleh Pemerintah merupakan proses penerimaan seluruhnya atas kaidah dan norma yang tertuang dalam ASEAN Charter.

Materi  Pasal 1 ayat 5 dan Pasal 2 ayat 2 huruf (n) UU Nomor 38 Tahun 2008 Tentang Pengesahan ASEAN Charter kemudian melahirkan (dan kemungkinan dilahirkannya) peraturan perundangan turunan yang berpotensi bertentangan dengan konstitusi dan jelas akan merugikan rakyat, kepentingan nasional, perekonomian nasional, dan aspek perekonomian nasional lainnya. Oleh karena, pencantuman inkonstitusionalitas pasal-pasal tersebut dengan Pasal 33 ayat 1, 2, dan UUD 1945 dan Pasal 27 ayat (2) UUD 1945 sungguh sangat beralasan, dikarenakan konstitusi kita tidak pernah mengenal driven market, perdagangan bebas dan sistem perekonomian yang merugikan rakyat. Justru Pasal 33 ayat 1 UUD 1945 dengan jelas dan tegas mengamanahkan bahwa "perekonomian disusun …", dengan kata lain negara harus turut serta secara aktif dalam penyusunan perekonomian sebagai upaya untuk menyejahterakan rakyat dan mencapai kepentingan bernegara seperti yang termaktub dalam Pembukaan UUD 1945, bukan kepentingan orang, kelompok tertentu, negara tertentu dan kekuatan ekonomi tertentu.


Pernyataan Sikap

Tolak Pasar Tunggal dan Perdagangan Bebas ASEAN
Batalkan UU 38 Tahun 2008 tentang Ratifikasi Piagam ASEAN

 
Rezim SBY – Boediono semakin menunjukkan kepiawainnya dalam mengobral kekayaan alam Indonesia ke tangan kaum imperialis.  Setelah sukses melakukan liberalisasi  investasi, perdagangan dan keuangan di dalam negeri melalui UU dan peraturan,  kini Rezim SBY "memimpin" upaya untuk menyerahkan kekayaan Indonesia serta bangsa-bangsa yang tergabung dalam organisasi Assosiation South East of Asian Nation (ASEAN) ke tangan korporasi internasional dan negara-negara maju melalui Pasar Tunggal dan Liberalisasi Pasar ASEAN sebagaimana yang termaktub dalam ASEAN Charter yang menjadi konstitusi ASEAN sejak 2007.
 
Upaya penyerahan kedaulatan ekonomi negara kepada kapitalis internasional tersebut sangat tampak jelas dalam agenda KTT ASEAN ke 19 dan East Asia Summit yang akan digelar di Bali pada 17 – 19 November 2011. Pertemuan ini akan membicarakan lebih lanjut tentang agenda liberalisasi perdagangan dan investasi di kawasan ASEAN khususnya Free Trade Agreement (FTA) antara ASEAN dengan Uni Eropa dan Amerika Serikat (AS). Padahal FTA telah terbukti membangkrutkan ekonomi Indonesia. Agenda KTT ASEAN yang akan dilanjutkan dengan East  Asia Summit merupakan pelaksanaan hasil KTT G20 di Prancis dan KTT APEC di Amerika Serikat (AS). Dalam kedua pertemuan internasional tersebut presiden SBY secara jelas menyerukan agar perusahaan-perusahaan multinasional seperti Freeport, Cargill, Freeport McMoran, Walmart, Cargill, JP Morgan, Chevron dan perusahaan raksasa lainnya untuk meningkatkan pengerukan kekayaan alam Indonesia.
 
Melalui pertemuan ASEAN maka seluruh rencana menjual negara secara murah akan dapat disukseskan dengan menggelar "karpet merah" bagi perusahaan multinasional, negara-negara maju dalam melakukan eksploitasi kekayan alam dan ekspansi perdagangan di kawasan ini. Arah kebijakan ASEAN yang pro modal dan anti rakyat ini akan semakin menambah penderitaan dan kesengsaraan rakyat Indonesia. Atas dasar hal tersebut diatas maka kami dari Aliansi Keadilan Global (AKG) mendesak :
1.       Presiden SBY dan seluruh pemimpin negara ASEAN yang akan melakukan KTT di Bali pada 17 – 19  November 2011 untuk menghentikan seluruh agenda perdagangan bebas FTA dan membatalkan semua perjanjian FTA yang telah dibuat pada masa sebelumnya, karena telah terbukti merugikan rakyat.
2.       Menolak segala bentuk campur tangan korporasi multinasional, negara maju dan lembaga keuangan internasional termasuk IMF, World Bank, dalam kerjasama ASEAN dan penyelesaian krisis yang melanda negara-negara berkembang dan negara miskin.
3.       Mendesak kepada Mahkamah Konstitusi (MK) Republik Indonesia untuk membatalkan pasal 1 ayat 5 dan pasal 2 ayat 2 huruf (n) UU 38 Tahun 2008 tentang Ratifikasi Piagam ASEAN, dikarenakan pasal tentang liberalisasi pasar ASEAN melalui pasar tunggal tersebut bertentangan dengan Konstitusi UUD 1945.
 
Demikian tuntutan ini kami sampaikan
 
Jakarta, 17 November 2011
 
Aliansi Keadilan Global (AKG) ; IGJ (Indonesia for Global Justice), SPI (Serikat Petani Indonesia), Perkumpulan INFID, API (Aliansi Petani Indonesia), KIARA (Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan), Migant Care, APPUK (Asosiasi Pembela Perempuan Usaha Kecil), Petisi 28, KAU (Koalisi Anti Utang), KRUHA (Koalisi Rakyat untuk Hak Atas Air), FPPI (Front Perjuangan Pemuda Indonesia), Repdem (Relawan Perjuangan Demokrasi), KAM-Laksi, LMND (Liga Mahasiswa Nasional Demokrasi), dll.


Batalkan  Undang-Undang No. 38 Tahun 2008 tentang ASEAN Charter !
Kembalikan Kedaulatan Bangsa, Negara dan Rakyat Indonesia !


Sudah lebih dari setahun Judicial Review  Undang Undang Nomor 38 tahun 2008 tentang Ratifikasi Asean Charter (Piagam Asean) "digantung" oleh Mahkamah Konstitusi (MK). Judicial Review yang diajukan oleh Aliansi Keadilan Global yang terdiri dari organisasi dan individu : IGJ, Infid, API, SPI, SPI, Kiara, FNPBI, Migrant Care, Asspuk, dan individu lainya yaitu Salamuddin Daeng, Dani Setiawan dan Haris Rusly tidak diproses secara maksimal oleh MK tanpa alasan yang jelas.
 
Asean Charter adalah perjanjian internasional pada tingkat regional ASEAN yang ditandatangani tahun 2007 oleh para pemimpin ASEAN di Singapura. Perjanjian ini merupakan landasan bagi pemberlakuan neoliberalisme pasar bebas ASEAN. Di atas landasan ASEAN Charter pula ASEAN melakukan perjanjian perdagangan bebas dengan China, Korea, Jepang dan juga dengan negara dan kawasan lainnya di dunia. Lahirnya ASEAN Charter merupakan babak baru dalam sejarah ASEAN yang lebih mengarah sebagai organsiasi perdagangan bebas regional.
 
Perjanjian Internasional yang dilakukan ASEAN secara otomatis mengikat Indonesia sebagai anggota ASEAN. Sementara filosofi, ideologi, tujuan, dan mekanisme pengambilan keputusan dalam ASEAN Charter bertentangan dengan konstitusi Indonesia yaitu Undang Undang Dasar 1945.
 
Adapun pasal yang digugat dalam ASEAN Charter tersebut adalah padal 1 ayat (5) dan Pasal 2 ayat (2) huruf (n) UU No.38 Tahun 2008 tentang pengesahan ASEAN Charter terhadap UUD RI Tahun 1945. Kedua pasal yang jelas-jelas bertentangan dengan UUD 1945 tersebut adalah :
 
Pasal 1 ayat (5)
To create a single market and production base which is stable, prosperous, highly competitive and economically integrated with effective facilitation for trade and investment in which there is free flow of goods , and services and investment; facilitated movement of business persons, professionals, talents and labour; and free flow of capital.
 
Pasal 2 ayat (2) huruf n
Adherence to multilateral trade rules and ASEAN's rules-based regimes for effective implementation of economic commitments and progressive reduction towards elimination off all barriers to regional economic integration, in a market-driven economy.
 
Pemerintah Indonesia sendiri meratifikasi piagam ASEAN melalui UU 38 tahun 2008. Dengan demikian piagam ini berlaku mengikat (legally Binding) terhadap Indonesia. Indonesia tidak dapat keluar dari kerangkeng perjanjian ASEAN. Apapun yang disepakati pada tingkat ASEAN, Indonesia dipaksa mengikutinya.  Sementara perjanjian ini lebih banyak dikendalikan oleh perusahaan multinasional, negara maju dan lembaga keuangan global seperti World Bank dan ADB.

Akibat ASEAN Charter, Indonesia menderita kerugian cukup besar hingga hari ini. Dalam kasus perjanjian ASEAN dengan China dalam kerangka Asean China Free Trade Agreement (ACFTA), Indonesia menderita kekalahan yang besar dalam ekonomi. Ribuan industri nasional bangkrut dan ratusan ribu orang di PHK sejak pemberlakuan nol tarif pada sebagian besar komoditas perdagangan sejak 2010. Indonesia telah menjadi sasaran impor mulai dari produk pangan, manufaktur, dan jasa-jasa. Proses negosiasi secara mandiri oleh Indonesia tidak dapat dilakukan karena piagam ASEAN mencabut kedaulatan negara RI.
 
Kenyataan inilah yang menjadi dorongan gerakan sosial Indonesia melakukan Gugatan Judicial Review terhadap UU 38 Tahun 2008 tentang Ratifikasi Piagam Asean. Gugatan pertama kali disidangkan pada tanggal 7 Juni 2011 dan telah menjalani tujuh kali persidangan sampai dengan tanggal 20 September 2011. Namun hingga hari ini MK belum juga mengeluarkan putusan tentang perkara ini.

Lambatnya putusan MK patut diwaspadai. Mengapa ?MK tidak menyadari bahwa rencana perdagangan bebas ASEAN sangat agresif dalam menerapkan neoliberalisme di ASEAN, termasuk di Indonesia. Neoliberalisme yang dipayungi melalui regionalisme ASEAN menjadi pintu masuk bagi modal asing untuk mendominasi ekonomi Indonesia. hal lain yang patut diwaspadai adalah bahwa dalam berbagai kasus JR UU yang berkaitan dengan ekonomi, seperti UU 25 tahun 2007 tentang penanaman modal dan UU Sumber daya air, UU Ketenagalistrikan, para pemohon telah dikalahkan secara telak. Dalam sejarahnya MK tampaknya lebih banyak menggunakan dalih-dalih neoliberal dalam mengalahkan para pemohon.
 
Oleh karena itu kami mendesak MK untuk memutus segera perkara ini dan memenangkan pemohon dalam perkara Judicial Review UU 38 Tahun 2008 tentang Ratifikasi Piagam ASEAN, Sehingga dapat menjadi dasar bagi Indonesia untuk kembali berdiri diatas kedaulatannya sendiri dan tidak nenjadi ajang pertarungan modal internasioal melalui ASEAN. Indonesia harus belajar dari kasus Uni Eropa (EU), sebagai bukti bahwa regionalisme ASEAN yang meniru dari konsep EU adalah rencana yang membahayakan.
 
Jakarta 7 Agustus 2012
 
Pemohon Judicial Review Aliansi Keadilan Global :
 
1.       Institute for Global Justice (IGJ)
2.       International NGO Forum on Indonesian Development (INFID)
3.       Aliansi Petani Indonesia (API)
4.       Serikat Petani Indonesia (SPI)
5.       Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan (KIARA)
6.       Front Nasional Perjuangan Buruh Indonesia (FNPBI)
7.       Migrant Care
8.       Asosiasi Pendamping Perempuan Usaha Kecil (ASSPUK)
9.       Salamuddin Daeng
10.   Dani Setiawan
11.   Haris Rusly

__._,_.___
Reply via web post Reply to sender Reply to group Start a New Topic Messages in this topic (1)
Recent Activity:
.

__,_._,___

Tidak ada komentar:

Posting Komentar