Penganiaya Wartawan : Cukup Bukti Pidanakan RobertTuesday, 23 October 2012 12:13 LBH Pers soal Penganiaya Wartawan JAKARTA-Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Pers menyatakan bahwa sudah cukup bukti untuk memidanakan anggota Paskhas TNI AU Pekanbaru Riau, Letkol Robert Simanjuntak, yang menganiaya jurnalis di Riau saat meliput jatuhnya pesawat tempur Hawk 200 16 Oktober 2012 sangat kuat. ''Bukti-bukti sudah kuat, apalagi ada kesaksian, visum dan video visual yang sudah tak bisa dibantahkan lagi bahwa terjadi penganiayaan oleh oknum TNI AU,'' kata Direktur Eksekutif LBH Pers, Hendrayana, saat saat menerima jurnalis korban penganiayaan di kantor LBH Pers, Jakarta, Senin (22/10). Pada audiensi itu hadir tiga korban penganiayaan, yakni fotografer Riau Pos Didik Herwanto, Kamerawan RTV Robi, serta pewarta Kantor Berita Antara FB Rian Anggoro. Hadir juga tim advokasi jurnalis Pekanbaru, Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Riau, Perwakilan Pewarta Foto Indonesia (PFI), dan Aliansi Jurnalis Independen (AJI). Hendrayana mengatakan, LBH Pers juga mendesak agar POM TNI AU Pekanbaru bekerja secara profesional dan transparan. ''Harus didesak agar Satuan POM TNI AU benar-benar profesional untuk mengusut kasus ini, dan bukti yang ada sudah cukup untuk segera dilakukan penetapan tersangka," tegas Hendrayana. Dalam kesempatan itu Hendayana juga mengatakan, kasus penganiayaan itu jelas melanggar Undang-undang Pers nomor 40 tahun 1999 tentang Pokok Pers. "Itu jelas melanggar Pasal 18 Undang-Undang Pers karena menghalangi tugas peliputan. Selain itu, penganiayaan dan pengeroyokan terhadap jurnalis serta warga sipil telah melanggar pasal 351 dan 170 KUH Pidana," kata Hendrayana. Karenanya dia menganggap kasus ini sebagai persoalan serius. Sebab yang menjadi korban kekerasan dan arogansi TNI AU bukan hanya jurnalis, tapi juga warga sipil yang saat itu berada di lokasi jatuhnya pesawat. "Ini masalah serius karena kekerasan bukan hanya menimpa wartawan, tapi juga menimpa dua mahasiswa yang merupakan warga sipil. Mutasi terhadap pelaku juga tidak bisa hilangkan unsur pidana," katanya. Koordinator Advokasi AJI Indonesia, Aryo Wisanggeni, menyatakan bahwa pelaku penganiayaan itu harus dibawa hingga ke Mahkamah Militer (Mahmil). Pelakunya yang merupakan perwira menengah harus diusut tuntas agar jadi pembelajaran bagi TNI agar kejadian serupa tak terjadi menimpa masyarakat. "AJI akan terus memonitor kasus ini untuk pastikan Polisi Militer bekerja profesional. Kasus ini tidak bisa dihentikan hanya sebatas pelanggaran administrasi biasa, harus dibawa ke Mahmil," katanya. Sementara itu, jurnalis korban penganiayaan juga mendatangi LKBN Antara kemarin. Direktur Pemberitaan Perum LKBN ANTARA, Saiful Hadi, menyatakan seluruh jurnalis dan organisasi kewartawanan Indonesia akan bersatu untuk memastikan penegakan hukum dalam kasus penganiayaan wartawan oleh oknum TNI AU di Provinsi Riau tersebut. ''Tidak ada kata damai sampai ada penegakan hukum. Tidak ada damai untuk kolonel preman,'' tegas Saiful Hadi, saat menerima jurnalis korban penganiayaan, dan perwakilan Pewarta Foto Indonesia (PFI), di Wisma ANTARA Jakarta, kemarin. Malam harinya, jurnalis korban penganiayaan juga berkunjung ke Graha Pena INDOPOS. Mereka ditemui Direktur-Pemred INDOPOS Don Kardono dan jajaran redaksi INDOPOS. Pada kesempatan itu, mereka menyerahkan bukti rekaman penganiayaan terhadap fotografer Riau Pos Didik Herwanto kepada Don Kardono yang juga ketua forum pemred JPNN group. ''Kekerasan dalam bentuk apa pun, tidak boleh dibiarkan, apalagi terhadap wartawan yang sedang bertugas meliput jatuhnya pesawat. Kalau tidak mau diberitakan, ya pesawatnya jangan jatuh,'' papar dia. (sar) |
Reply via web post | Reply to sender | Reply to group | Start a New Topic | Messages in this topic (1) |
Tidak ada komentar:
Posting Komentar