Bara di Batangtoru Akibat Negara Memfasilitasi Kekerasan
(Jakarta) Bila saja, pemerintah daerah Tapanuli Selatan (Tapsel), Sumatera Utara dan Pemerintah Pusat sedikit saja mau mendengarkan suara rakyat, maka kejadian amuk warga kepada aparat dan rusaknya fasilitas negara di Batangtoru tidak akan terulang. Sebelumnya, Juni 2012, kendaraan milik PT. Agincourt Resources perusahaan tambang emas, dibakar saat memasang pipa pembuangan limbah. Kali ini, perusahaan justru dikawal ratusan aparat Kepolisian dan TNI, memaksakan kehendak untuk melanjutkan pemasangan pipa, yang berujung amuk warga.
Warga sejak semula menolak pembuangan limbah tambang yang akan dialirkan ke Sungai Batangtoru. Ada sekitar 25 desa di 3 Kecamatan yang dilalui aliran sungai Batangtoru. Hampir semua warga memanfaatkan aliran sungai Batangtoru, untuk berbagai keperluan rumah tangga juga pengairan untuk pertanian. Penolakan warga sangatlah wajar dan realistis. Kekhawatiran akan hancurnya sumber penghidupan dan layanan alam adalah hal yang utama. Selain itu, warga tidak tahu persis bagaimana dan apa yang dibuang ke sungai Batangtoru.
Tambahan, AMDAL yang seharusnya menjadi acuan atas rencana proyek tambang Martabe, diduga tidak memenuhi unsur keabsahan. Salah satunya, tidak adanya keterlibatan warga dalam penilaian AMDAL. Bahkan pihak Kepolisian Daerah Sumatera Utara, memanggil setidaknya 4 orang termasuk Ketua Komisi Penilai AMDAL Kabupaten Tapsel untuk diperiksa terkait dengan AMDAL PT. Agincourt Resources. Misalnya saja, dalam dokumen daftar hadir rapat komisi AMDAL tertanggal 27 Juli 2012, tidak ada satu pun tersebut perwakilan warga dalam dokumen tersebut.
Kejanggalan itu mengindikasikan bahwa proyek tambang Martabe sarat dengan manipulatif. Sangat mungkin limbah tambang yang dibuang tidak hanya air hasil olahan. Hal ini menjadi salah satu kekhawatiran warga menolak pemasangan pipa.
Bukan menanggapi suara warga dan melakukan penilaian secara mendalam pasca kejadian Juni 2012. Pemerintah Kabupaten Tapsel dan perusahaan ternyata hanya menghentikan sementara aktivitas pemasangan pipa. Mobilisasi kekuatan aparat sehari sebelum kejadian kerusuhan di kantor camat Batangtoru, tidak hanya bentuk pemaksaan dan arogansi. Tapi juga bukti negara-lah sebagai pemicu kerusuhan.
Pejabat negara dan daerah, khususnya pada kasus Batangtoru sangat tidak sensitif. Kemarahan warga, jauh sebelumnya mesti sudah menjadi pelajaran yang berharga untuk tidak diulang. Dengan membiarkan perusahaan melanjutkan rencananya dengan dikawal kekuatan aparat negara, secara tidak langsung memfasilitasi proses kemarahan warga.
"Kami menuntut rencana pemasangan pipa dihentikan dan operasi tambang PT. Agincourt Resources untuk ditinjau ulang untuk tidak diteruskan, agar tidak menimbulkan kerugian material dan nyawa di kemudian hari," tuntut Hendrik Siregar Pengkampanye Emas Jaringan Advokasi Tambang (JATAM). "Selain itu, kami meminta agar pemeriksaaan terhadap sekitar 24 orang di Polres Tapsel, mempertimbangkan atas dasar penolakan warga yang merupakan haknya tidak diindahkan", lanjut Hendrik Siregar.
Kontak; Hendrik Siregar (085269135520)
Sent from my BlackBerry®
powered by Sinyal Kuat INDOSAT
------------------------------------
Yahoo! Groups Links
<*> To visit your group on the web, go to:
http://groups.yahoo.com/group/Media_Nusantara/
<*> Your email settings:
Individual Email | Traditional
<*> To change settings online go to:
http://groups.yahoo.com/group/Media_Nusantara/join
(Yahoo! ID required)
<*> To change settings via email:
Media_Nusantara-digest@yahoogroups.com
Media_Nusantara-fullfeatured@yahoogroups.com
<*> To unsubscribe from this group, send an email to:
Media_Nusantara-unsubscribe@yahoogroups.com
<*> Your use of Yahoo! Groups is subject to:
http://docs.yahoo.com/info/terms/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar